Calo Ada karena dibutuhkan masyarakat. Mengapa ini terjadi? Karena sistem birokrasi di Indonesia sangat berbelit belit dan bikin pusing rakyat. Hebatnya lagi, komunitas para calo ini diduga kuat didukung total oleh oknum pejabat yang mencari ‘kesempatan dalam kesempitan’ masyarakat.
Menulis tentang eksistensi calo di Indonesia, bukan sesuatu yang istimewa. Ada kesan, kalau ngomongin soal calo sudah basi. Sejak zaman gubernur Jakarta Ali Sadikin hingga Anies Baswedan, calo sudah menjadi hal biasa. Penghuni Jakarta juga cuek dengan calo. Bahkan, banyak warga Jakarta yang butuh calo dalam mengurus berbagai keperluan pribadi. Hebatnya lagi, para calo ini punya komunitas dan jaringan yang cukup rapi dan hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja.
Bagi sebagian warga Jakarta yang super sibuk, keberadaan calo sangat dibutuhkan. Hidup dalam lingkungan komunitas calo, ternyata ada kenikmatan tersendiri yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.
Jakarta merupakan wajah asli Indonesia. Ngomongin soal Jakarta, maka secara otomatis kita sudah bicara soal Indonesia. Di Jakarta calo selalu hadir bagai ‘siluman’ yang siap membantu Anda dalam mengurus berbagai keperluan pribadi. Calo tak akan pernah mati sepanjang dunia belum kiamat. Calo juga sangat agresif mencari mangsa.
Contohnya ialah mengurus perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau SIM di Samsat yang pasti ada temui pertama kali secara tak sengaja adalah calo. Ada juga calo yang mengurus soal pencairan dana Kartu Jakarta Pintas (KJP). Sekumpulan calo juga berlomba-lomba menawarkan tiket angkutan umum menjelang hari raya keagamaan seperti Natal, Idul fitri, Nyepi atau Waisak. Bahkan, mantan gubernur DKI Jakarta, Ahok sempat sewot berat dengan para calo yang melakukan jual-beli rumah susun (rusun) Pulogebang, Jakarta Timur. Calo ada karena didukung oknum pejabat yang ikut bermain.
Beberapa contoh kasus percaloan diatas sudah menjadi rahasia umum. Keuntungan yang didapat para calo kelas ‘teri’ ini biasanya hanya uang ‘recehan’. Warga Jakarta juga terkadang rela semua kebutuhan mereka ditangani calo, yang penting urusan mereka beres.
Disamping calo kelas ‘teri’, di Indonesia juga bejibun calo kelas ‘kakap’ yang hasil pendapatannya mencapai miliaran rupiah. Para calo ini adalah sekelompok oknum pejabat negara dan anggota parlemen yang seenaknya mengatur ‘tetek-benget’ regulasi untuk kepentingan pengusaha swasta dengan imbalan uang yang menggiurkan. Salah satu contoh kasusnya ialah ketika Setya Novanto (waktu itu ketua DPR) yang diduga kuat meminta saham kepada PT freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi.
Sebenarnya, kalau mau didata, jumlah calo di republik ini sejak zaman Soeharto hingga Jokowi sudah tak terhitung jumlahnya. Ada yang di tangkap KPK. Ada juga yang lolos. Bahkan, ada sekelompok oknum pejabat negara dan anggota parlemen aktif yang sampai sekarang menjadi calo dan tidak tersentuh hukum. (Foto/ilustrasi:ist) [ Wawan Kuswandi ]
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
No comments:
Post a Comment