Thursday, July 30, 2020

Banjir # Sampah # Macet (BSM)

Namanya Tantra. Orangnya sangat peduli lingkungan. Tantra adalah salah  satu tim kerja saya di kantor.  Pagi ini, dia mengeluhkan tentang banjir, sampah dan  macet (BSM) yang bertaburan di kota Jakarta. Dalam satu minggu ini, kota Betawi memang terus disiram hujan dan banjir Bandang. Setahu saya, persoalan BSM membuat semua yang pernah menjabat sebagai gubernur Betawi,  pusing tujuh keliling. BSM sudah menjadi problem sosial universal. Di negara-negara  kawasan Afrika dan Asia,  BSM bisa dipolitisir menjadi isu politik.

Berbagai kajian ilmiah dan regulasi pemerintah  dikeluarkan  untuk mengatasi BSM. Namun, hasilnya masih belum maksimal. BSM tidak akan pernah lenyap selama masih ada  kehidupan  di alam semesta. Banjir terjadi karena jaringan dan akses untuk air mengalir semakin kecil atau tersumbat sampah. Zona serapan air seperti sungai, selokan (got), tanaman dan hutan kota  semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan  dan kompleks-kompleks  perumahan elit di wilayah  perkotaan  tidak lagi mempedulikan drainase.

Problema sampah di  perkotaan  tak kalah hebatnya dengan ‘serangan’ banjir. Iklan layanan masyarakat yang berbunyi ‘buanglah sampah pada tempatnya’  tidak berpengaruh terhadap  berkurangnya volume sampah di  Jakarta. Sebagian besar masyarakat masih tetap membuang sampah seenaknya.

Masalah sosial yang juga menjadi  ‘partner setia’ banjir dan sampah ialah  kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas tak akan pernah usai. Mengapa demikian? Volume kendaraan di jalan raya setiap hari terus meningkat. Sedangkan,  kuantitas jalan raya tidak bertambah. Belum lagi kualitas jalan yang banyak memakai aspal ‘abal-abal’ sehingga cepat rusak bila kena air hujan. Faktor lain yang juga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ialah keterbatasan polisi lalu lintas, penempatan rambu-rambu  lalu lintas yang tidak proporsional serta sebagian besar  mentalitas pengendara dan oknum polantas  yang semakin bobrok. Keberadaan alat transportasi massal seperti LRT dan MRT serta kereta Commuter, belum menjamin Jakarta akan bebas macet.

Bagaimana cara mengatasi BSM di perkotaan? Ada solusi sederhana yang  bisa meminimalisir BSM. Tetapi, efeknya tidak langsung dan membutuhkan waktu  panjang.

Pertama, pembentukan mentalitas disiplin kepada anak-anak sekolah sejak usia dini. Para orang tua dan guru  wajib mengedukasi dan memberi contoh kepada anak-anak tentang cara-cara menjaga kebersihan (membuang sampah pada tempatnya), disiplin  berlalu lintas serta  menginformasikan tentang pentingnya keberadaan  saluran air dan hutan kota ketika akan membangun kota merupakan bentuk antisipasi terhadap tingginya volume air bila musim hujan.

Kedua, pemerintah harus  bersungguh-sungguh menerapkan sanksi yang ada dalam regulasi  menyangkut  BSM dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pemerintah juga wajib memberikan reward  kepada masyarakat yang bersungguh-sungguh menjadikan Jakarta sebagai  kota yang bebas BSM.

Namun, disisi lain  BSM justru mendatangkan rezeki bagi sebagian masyarakat. Contohnya ialah pedagang asongan yang beredar menjajakan dagangannya di tengah  hiruk pikuk kemacetan lalu lintas. Disaat banjir, bermuncullan  ojek perahu karet,  ojek payung, ojek gerobak dan jasa dorong mobil  mogok. Sedangkan pemulung menjadikan sampah sebagai mata pencarian  sehari-hari  untuk  menyambung  hidup anak dan istrinya. (Foto/Ilustrasi: Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

No comments:

Post a Comment