Namanya Tantra. Orangnya sangat peduli lingkungan. Tantra adalah salah satu tim kerja saya di kantor. Pagi ini, dia mengeluhkan tentang banjir, sampah dan macet (BSM) yang bertaburan di kota Jakarta. Dalam satu minggu ini, kota Betawi memang terus disiram hujan dan banjir Bandang. Setahu saya, persoalan BSM membuat semua yang pernah menjabat sebagai gubernur Betawi, pusing tujuh keliling. BSM sudah menjadi problem sosial universal. Di negara-negara kawasan Afrika dan Asia, BSM bisa dipolitisir menjadi isu politik.
Berbagai kajian ilmiah dan regulasi pemerintah dikeluarkan untuk mengatasi BSM. Namun, hasilnya masih belum maksimal. BSM tidak akan pernah lenyap selama masih ada kehidupan di alam semesta. Banjir terjadi karena jaringan dan akses untuk air mengalir semakin kecil atau tersumbat sampah. Zona serapan air seperti sungai, selokan (got), tanaman dan hutan kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan dan kompleks-kompleks perumahan elit di wilayah perkotaan tidak lagi mempedulikan drainase.
Problema sampah di perkotaan tak kalah hebatnya dengan ‘serangan’ banjir. Iklan layanan masyarakat yang berbunyi ‘buanglah sampah pada tempatnya’ tidak berpengaruh terhadap berkurangnya volume sampah di Jakarta. Sebagian besar masyarakat masih tetap membuang sampah seenaknya.
Masalah sosial yang juga menjadi ‘partner setia’ banjir dan sampah ialah kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas tak akan pernah usai. Mengapa demikian? Volume kendaraan di jalan raya setiap hari terus meningkat. Sedangkan, kuantitas jalan raya tidak bertambah. Belum lagi kualitas jalan yang banyak memakai aspal ‘abal-abal’ sehingga cepat rusak bila kena air hujan. Faktor lain yang juga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ialah keterbatasan polisi lalu lintas, penempatan rambu-rambu lalu lintas yang tidak proporsional serta sebagian besar mentalitas pengendara dan oknum polantas yang semakin bobrok. Keberadaan alat transportasi massal seperti LRT dan MRT serta kereta Commuter, belum menjamin Jakarta akan bebas macet.
Bagaimana cara mengatasi BSM di perkotaan? Ada solusi sederhana yang bisa meminimalisir BSM. Tetapi, efeknya tidak langsung dan membutuhkan waktu panjang.
Pertama, pembentukan mentalitas disiplin kepada anak-anak sekolah sejak usia dini. Para orang tua dan guru wajib mengedukasi dan memberi contoh kepada anak-anak tentang cara-cara menjaga kebersihan (membuang sampah pada tempatnya), disiplin berlalu lintas serta menginformasikan tentang pentingnya keberadaan saluran air dan hutan kota ketika akan membangun kota merupakan bentuk antisipasi terhadap tingginya volume air bila musim hujan.
Kedua, pemerintah harus bersungguh-sungguh menerapkan sanksi yang ada dalam regulasi menyangkut BSM dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pemerintah juga wajib memberikan reward kepada masyarakat yang bersungguh-sungguh menjadikan Jakarta sebagai kota yang bebas BSM.
Namun, disisi lain BSM justru mendatangkan rezeki bagi sebagian masyarakat. Contohnya ialah pedagang asongan yang beredar menjajakan dagangannya di tengah hiruk pikuk kemacetan lalu lintas. Disaat banjir, bermuncullan ojek perahu karet, ojek payung, ojek gerobak dan jasa dorong mobil mogok. Sedangkan pemulung menjadikan sampah sebagai mata pencarian sehari-hari untuk menyambung hidup anak dan istrinya. (Foto/Ilustrasi: Ist)
www.Facebook.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
Indocomm.Blogspot.Com
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
No comments:
Post a Comment