Jakarta memiliki ratusan juta kisah unik dan nyentrik dalam frame obrolan pengunjung warung kopi (warkop) dan Kafe. Siapa saja boleh ngomongin pahit getirnya hidup di kota Betawi alias Jakarta tanpa batas. Suasana dan irama hidup di kota Jakarta, kalau mau diumpamakan seperti secangkir kopi pahit yang bila diminum secara perlahan akan terasa nikmatnya.
Memotret perilaku sehari-hari warga Jakarta tidaklah sulit. Kita tidak perlu melakukan research panjang yang bisa menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Setiap hari, kejujuran dan kebohongan warga Jakarta bisa kita dengar melalui kongkow rileks pengunjung warkop yang banyak tersebar pinggir jalan raya kota Jakarta. Jakarta dalam frame obrolan warkop adalah kota yang ribet, panas, macet dan segudang masalah sosial lainnya, namun Jakarta tetap mengasyikkan bagi siapa saja.
Warkop menjadi zona ngobrol bebas dan santai. Di warkop, kita bisa ngomong seenaknya tanpa perlu disensor. Bahan obrolan juga bisa beraneka ragam mulai dari tunggakan kreditan motor, biaya sekolah anak yang semakin mahal, istri yang cerewet dan mata duitan, update model HP terbaru, pembongkaran lokasi prostitusi, berita pembunuhan dan kasus korupsi anggota DPR yang ditayangkan TV, pasar malam yang murah meriah, pelecahan seks di angkutan umum, judi bola kecil-kecilan, dikecewain cewek selingkuhan, istri muda yang hobi belanja dan masih banyak lagi cerita-cerita nyentrik lainnya yang ada di Jakarta (kalau diurai satu persatu, artikel ini tidak kelar-kelar).
Pengunjung warkop bukan hanya bebas ngomong, tetapi juga bebas berpakaian dan bebas duduk dengan cara semaunya. Pokoknya semuanya serba bebas. Obrolan di warkop semakin seru dan nikmat karena ditemani secangkir kopi panas, singkong rebus dan sebatang rokok kretek. Sayangnya, ngopi di warkop harus bayar cash alias tunai. Kartu kredit bank apapun, tidak berlaku. Jakarta dalam frame obrolan warkop adalah kota multiproblem yang tidak pernah sepi 1X24 jam.
Semua kebebasan yang ada di warkop, tidak akan pernah bisa dinikmati, kalau kita ngopi di kafe dalam kawasan pusat perbelanjaan mewah dan elit di Jakarta. Pengunjung setia kafe, mau tak mau, harus menjaga imagenya, baik dalam gaya bicara, gaya berpakaian, gaya duduk dan gaya bayar dengan berbagai pilihan kartu kredit.
Topik obrolan di kafe tidak seperti di warkop. Obrolan di kafe lebih banyak didominasi tentang soal harga saham, beli mobil baru, nonton konser musik, jalan-jalan ke Eropa, beli HP baru dan semua barang-barang branded. Jakarta dalam frame obrolan kafe adalah kota tempat pesta. Siapa saja bisa merasakan kemewahan Jakarta selama 1x24 jam.
Dari kaca mata pengunjung warkop dan kafe, kita sudah bisa membedakan fakta kehidupan orang Jakarta. Jakarta terbuka & netral bagi siapa saja. Jakarta tidak pilih kasih soal suku, agama, golongan, status sosial ekonomi dan semacamnya. Siapa saja bisa menikmati Jakarta dari pagi hingga dini hari dengan gayanya sendiri-sendiri. Salut Jakarta! [Wawan Kuswandi]
(Foto/Ilustasi:Ist)
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com
No comments:
Post a Comment