Pers Indonesia dalam menjalankan fungsinya harus tetap mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Untuk itulah, Pemerintah dan negara, dalam hal ini Presiden Joko Widodo segera merealisasikan hari Pers Pancasila bagi segenap insan pers nasional.
Belum lama ini redaksi indocomm.Blogspot.Com mewawancarai Ketua Divisi Bidang Pengembangan Profesi Jurnalis, Perkumpulan Jurnalis Indonesia Demokrasi (PJI-Demokrasi) Wawan Kuswandi usai bertemu dengan salah satu staf presiden di Kantor Staf Presiden (KSP) di Bina Graha, Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.
Apa yang dimaksud dengan Pers Pancasila?
Pers Pancasila merupakan perwujudan penyampaian informasi atau pemberitaan yang mengandung nilai-nilai Pancasila kepada publik dari semua media massa. Dalam setiap menjalankan fungsinya pers Indonesia wajib menguatkan dan menebarkan lima sila dasar Pancasila.
Apa manfaat hari Pers Pancasila buat rakyat Indonesia?
Dengan adanya hari Pers Pancasila, maka Pers diingatkan untuk tetap menguatkan dan menebarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila di setiap pemberitaannya. Bagi rakyat, keberadaan pers Pancasila akan memberikan edukasi tentang kebangsaan dan kecintaan mereka terhadap tanah air, sehingga rakyat terhindar dari berita-berita hoaks yang bersifat mengadu domba antar anak bangsa.
Apa kepentingan negara dengan Pers Pancasila ini?
Negara dan Pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi dan Kiai Ma?Ruf Amin harus berani dan tegas untuk menyuarakan agar pers nasional wajib menjaga dan menguatkan nilai-nilai Pancasila. Apabila ada Pers yang melecehkan dan merusak nilai-nilai Pancasila, maka negara harus bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Peran parlemen terhadap Pers Pancasila?
Wakil rakyat yang ada di DPR RI dan DPRD Tingkat I/II bersama-sama dengan Pemerintah harus menjadi companion pers nasional. Anggota parlemen wajib mengingatkan insan media agar jangan lalai dalam menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pemberitaannya.
Bagaimana dengan dunia pendidikan nasional, terkait dengan Pers Pancasila?
Semua lembaga pendidikan dari mulai PAUD hingga perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta mereka harus ikut andil dan mendukung keberadaan pers yang membawa nilai-nilai Pancasila. Dengan adanya pers Pancasila diharapkan anak-anak didik bangsa atau generasi penerus akan dengan cepat mencintai budaya literasi (media mainstream dan media on-line) maupun budaya visualisasi (Televisi dan teknologi digital) yang tentunya berisi muatan-muatan nilai pancasila dalam setiap pemberitaannya. (pink)
Presiden Jokowi kemungkinan tidak akan memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) ormas Front Pembela Islam (FPI). "Ya, tentu saja, sangat mungkin. Jika pemerintah meninjau dari sudut pandang keamanan dan ideologi, menunjukkan bahwa mereka tidak sejalan dengan negara," kata Jokowi kepada kantor berita AP Minggu (28/7/2019) lalu.
Jokowi ingin Indonesia dikenal sebagai negara yang moderat. Menurutnya, Jika sebuah organisasi membahayakan negara dalam ideologinya, tidak akan ada kompromi untuk segera membubarkannya.
FPI saat ini sedang menunggu rekomendasi dari Kementerian Agama sebagai salah satu syarat perpanjangan izin. Izin ormas FPI terdaftar dalam SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014. Adapun masa berlaku SKT FPI, yaitu dari tanggal 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019. Izin SKT FPI masih tertahan karena kabarnya ormas ini belum melengkapi 20 syarat administratif yang harus diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri.
Berikut hasil wawancara tim redaksi indonesiacomment.com dengan pemerhati komunikasi massa Wawan Kuswandi, Senin (5/8/2019) seputar polemik SKT FPI.
Kepada pers Asing Presiden Jokowi mengatakan, bila FPI menolak Pancasila, maka tak ada kompromi untuk membubarkannya, Menurut Anda?
Apa yang dikatakan Jokowi merupakan tanggung Jawabnya sebagai pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan untuk melindungi dan menjaga Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Jokowi berhak mengambil keputusan ekstrim untuk menyelamatkan Pancasila dan NKRI dari kelompok-kelompok atau ormas apapun, termasuk Front Pembela Islam (FPI) yang dinilai negara dan publik mungkin sudah tidak sejalan lagi dengan Pancasila. Sebaliknya, Jokowi juga berkewajiban untuk memelihara hubungan baiknya dengan ormas-ormas yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Namun, tindakan Jokowi tidak cukup hanya dengan membubarkan FPI, Jokowi harus memberi sanksi hukum kepada oknum elite FPI dan para pengikutnya sesuai hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Jokowi harus bertindak cepat dan tepat dalam mengambil keputusan untuk membubarkan FPI, tanpa harus gembar-gembor kepada publik. Rakyat sebenarnya sudah lama menunggu keputusan Jokowi untuk membubarkan FPI yang dalam lima tahun terakhir ini, dinilai sudah meresahkan kenyamanan publik dan dituding mengancam toleransi nasional dengan serangkaian tindakan-tindakan yang berkonotasi anarkis dan intoleransi. Untuk melaksanakan keputusan ini, Jokowi harus mendapat dukungan penuh dari lembaga MPR RI, DPR RI, aparat hukum (yudikatif) serta aparat keamanan nasional dalam hal ini polisi dan TNI. Di sisi lain, sebelumnya rakyat juga sudah membuat petisi di media sosial yang isinya setuju dengan pembubaran FPI. Rakyat berharap pemerintah tidak lagi memperpanjang SKT (Surat Keterangan Terdaftar) terhadap ormas FPI. Pembubaran ormas ini juga berlaku bagi ormas-ormas lain atau lembaga-lembaga pemerintah yang dinilai sudah tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Lembaga MPR RI wajib mengeluarkan TAP MPR yang isinya menolak semua lembaga atau ormas yang anti Pancasila. Sedangkan DPR RI juga harus memperkuat dan melengkapi payung hukum yang sudah ada untuk membersihkan ormas-ormas yang dinilai tidak Pancasilais. Sedangkan untuk aparat hukum dalam hal ini polisi dan TNI tidak perlu ragu-ragu lagi dalam melakukan tindakan tegas terhadap ormas yang anti Pancasila. Persoalannya ialah apakah Jokowi berani membubarkan ormas-ormas yang tidak Pancasilais? Kita tunggu saja dalam waktu dekat ini.
Apa dampak dengan dibubarkannya FPI?
Dampaknya mungkin akan sangat baik bagi suasana toleransi keagamaan dan toleransi SARA di Indonesia. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pembubaran FPI. Toh, pemerintah pernah membubarkan HTI dan negara tetap aman-aman saja. Kalaupun ada protes dari FPI, pemerintah harus bertindak tegas, cepat dan tepat sesuai perundang-undangan atau payung hukum yang ada. Hukum harus ditegakan dan negara harus berani melakukan eksekusi. Negara sudah tegas-tegas menyebutkan bahwa Pancasila dan NKRI harga mati bagi Indonesia. Rakyat dari Sabang sampai Merauke pun mempunyai keyakinan yang sama bahwa Pancasila dan NKRI tidak dapat digantikan dengan ideologi lain. Jadi negara tidak perlu lagu sedikit pun untuk membubarkan FPI, bila mereka menolak Pancasila.
Pandangan Anda terhadap FPI?
FPI hanya ormas biasa-biasa saja. Namun, karena FPI dalam setiap melakukan aktivitasnya seperti aksi demo jalanan selalu mengatasnamakan agama dan tindakannya kontroversial, maka ormas ini jadi perhatian publik. FPI juga tidak mewakili agama mayoritas di Indonesia. Para penganut agama minoritas pun tidak melihat FPI sebagai perwakilan agama mayoritas di Indonesia. FPI pernah mengklaim di media massa bahwa pengikutnya mencapai 7 juta orang. Namun, faktanya tidak sebesar itu, paling hanya sekitar 500 ribu sampai satu jutaan lebih saja. Menurut data sensus penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam sebesar 87,18 persen. Dengan menggunakan data ini, maka pada tahun 2016 penduduk Indonesia yang beragama Islam berjumlah 223,18 juta jiwa. Angka yang beredar di media menyebutkan bahwa warga Nahdliyin berkisar di angka 60-120 juta jiwa. Dalam buku “NU dan Keindonesiaan” karya Mohammad Sobary, mantan Ketua Umum PBNU Almarhum KH Hasyim Muzadi pernah menyatakan jumlah warga NU sekitar 60 juta. Namun, Gus Dur menaksir lebih dari 50 persen orang Indonesia adalah warga NU atau sekitar 120 juta. Sedangkan survei yang dilakukan Alvara Research Center Oktober 2018 lalu menyebutkan, mayoritas muslim Indonesia atau 80 persen menyatakan mengikuti ritual keagamaan NU. Sedangkan pengikut Muhammadiyah sekitar 35 sampai 45 persen, sisanya ialah kelompok Islam moderat yang mendukung Pancasila. Jadi, FPI itu ormas biasa dan massanya sangat kecil dibandingkan dengan NU dan Muhammadiyah. FPI tidak ada pengaruhnya sedikitpun bagi kehidupan antarumat beragama di Indonesia. NU dan Muhammadiyah ormas yang menjadi acuan umat muslim Indonesia, bukan FPI atau ormas keagamaan lainnya. Lagi pula, tidak ada satu pun agama di Indonesia yang perlu dibela seperti yang disuarakan FPI. Semua agama yang ada dilindungi oleh negara. Kehidupan antarumat beragama di Indonesia sejak era Soeharto hingga Jokowi juga berjalan baik-baik saja dan penuh toleransi.
Selama ini tindakan FPI dituding negatif oleh publik, menurut Anda?
Dari sejumlah pemberitaan di media massa dan sosial media serta penelitian, pada umumnya publik kecewa dengan tindakan FPI yang sering melakukan aksi demo dengan mengatasnamakan agama serta serangkaian tindakan yang berbau anarkis. Ada kesan FPI berperan sebagai ‘polisi agama’ jalanan dengan berbagai tindakannya yang melebihi aparat hukum dalam hal ini kepolisian. Inilah yang membuat kenyamanan dan keamanan masyarakat menjadi terganggu. Seharusnya, polisi mengambil perannya sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam menjaga keamanan dan kenyamanan rakyat. Tapi sayang, peran polisi secara perlahan seolah-olah diambil oleh FPI dengan cara-cara yang justru meresahkan publik. Jadi, wajar saja kalau masyarakat menilai tindakan FPI berdampak negatif. Di sisi lain, fenomena aksi demo FPI harus segera disikapi oleh polisi untuk segera mengambil perannya kembali dalam menjaga kenyamanan sosial. Beranikah polisi menindak tegas oknum-oknum FPI yang selama ini dinilai meresahkan publik? Kalau polisi tidak segera melakukan tindakan cepat dan tegas, maka diduga kuat FPI akan terus melakukan tindakan-tindakan yang bisa menjurus kepada konflik sosial.
Apa manfaat FPI bagi umat beragama di Indonesia?
FPI akan menjadi ormas yang bermanfaat bagi umat beragama di Indonesia, bila semua sikap dan tindakan mereka membawa kesejukan, kedamaian, kenyamanan sosial dan menjaga toleransi antarumat beragama di Indonesia dengan mengusung ideologi Pancasila. FPI tidak harus mengatasnamakan agama dalam setiap aksi demonya. Artinya FPI harus mereposisi tindakan aksi jalanannya dengan cara-cara bersahabat, tidak membawa-bawa agama dan menjaga kebersamaan antarumat beragama serta menghormati hak-hak azasi orang lain. FPI wajib menghindari aksi demo yang bisa menjurus kearah konflik sosial. Kalau FPI tidak mau melakukan itu semua, maka sudah sewajibnya FPI dibubarkan pemerintah dan masyarakat pantas untuk menolak dan menuntut FPI segera bubar.(red/IC)
Benarkah Menag gagal menjaga toleransi antarumat beragama? Kalau ini benar, maka kerukunan antar penganut agama di Indonesia berada dalam keadaan kritis. Toleransi terancam!
Umat Kristiani di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), kabarnya tidak bisa merayakan Natal bersama, kecuali di tempat ibadah resmi yang ditunjuk pemerintah.
Merespon hal itu, Fachrul Razi menyatakan sudah ada kesepakatan tentang larangan Natal bersama. Lho, kok perayaan Natal harus berdasarkan kesepakatan bersama. Apa maksudnya? Pernyataan ini benar-benar aneh dan diduga kuat ada fakta intoleransi di Sumbar.
"Nanti kita tanya bagaimana kesepakatannya itu. Tapi penjelasan mereka itu 'sudah kesepakatan dan sudah lama Pak itu' begitu," kata Fachrul ketika ditanya awak media di Jakarta, Sabtu (21/12/2019) lalu.
Untuk Kabupaten Dharmasraya, larangan perayaan Natal dikeluarkan Pemerintah Kabupaten melalui surat pemberitahuan tertanggal 10 Desember 2019, merujuk pada pernyataan bersama pemerintah Nagari Sikabau, Ninik Mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabau, 21 Desember 2017.
Terdapat tujuh poin dalam kesepakatan bersama itu. Salah satunya melarang pelaksanaan Natal bersama umat Kristiani di Jorong Kampung Baru, Kabupaten Dharmasraya. Adapun alasannya ialah untuk menghindari dampak sosial terhadap masyarakat setempat atas keberadaan rumah yang dijadikan tempat ibadah umat Kristiani.
Abaikan Toleransi
Melihat kasus di Sumbar ini, seharusnya Menag berani mengambil keputusan untuk membatalkan surat kesepakatan bersama tentang larangan perayaan Natal tersebut. Namun, tampaknya ada kesan Fachrul Razi takut mengambil keputusan itu.
Bila ditelaah lebih jauh lagi, sikap dan tindakan Menag diduga kuat telah mengabaikan dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu, dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Bahkan, alinea ketiga pembukaan UUD 1945 berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” bunyi kalimat ini membuktikan bahwa Indonesia bukan negara agama yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan negara yang didirikan atas landasan ideologi Pancasila.
Intimidasi Agama
Menag harusnya menyadari bahwa di Indonesia tidak boleh ada intimidasi agama dalam bentuk apapun, khususnya yang menyangkut pelaksanaan hari raya atau ritual ibadah agama tertentu. Surat kesepakatan pelarangan Natal bersama di Dharmasraya, Sumbar merupakan salah satu sikap atau perbuatan anti agama atau intoleransi.
Semestinya, Menag wajib menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia, agar kesejukan dan kedamaian hidup antar penganut agama dapat terpelihara dengan baik.
Dalam masyarakat Pancasila, negara menjamin setiap warga negaranya untuk bebas melaksanakan kegiatan perayaan atau ritual keagamaan. Jadi, surat kesepakatan bersama pelarangan Natal 2019 di Sumbar, jelas-jelas telah melecehkan atau bahkan menindas keberadaan penganut Kristiani.
Satu hal lagi yang juga perlu dipahami Menag Fachrul Razi ialah dengan tidak membatalkan atau membiarkan adanya surat kesepakatan tentang larangan Natal bersama di Sumbar, maka Menag telah memberi ruang terbuka kepada kelompok intoleransi untuk menindas agama lain yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, etika, ethical dan budaya bangsa.
Sudah sejak lama bangsa ini memegang teguh budaya toleransi antarumat beragama. Apakah Anda paham toleransi Jenderal?#SayaMenteriSemuaAgama
Negara tidak boleh diam dan takut terhadap sekelompok oknum atau ormas berbasis agama yang terus-menerus merongrong ideologi Pancasila dan NKRI. Presiden Jokowi harus bertindak tegas dan keras untuk secepatnya menumpas habis kelompok intoleransi, pengusung khilafah dan menolak kepulangan eks ISIS ke Indonesia.
Pemerintah jangan menunggu bangsa ini meluapkan emosinya secara membabibuta, sehingga bisa memicu perang saundara. Aparat keamanan, TNI dan Polri serta rakyat wajib bahu-membahu menjaga kedamaian, keamanan dan kenyamanan kehidupan rakyat dari Sabang sampai Merauke.
Khusus menyangkut kelompok pengusung khilafah, secara tegas Presiden Pertama Indonesia Ir. Soekarno sudah menyebutkan bahwa Pancasila dan NKRI harga mati. #tumpaskhilafah #tumpasintoleransi #tumpaseksisis
Pemikiran Presiden Ir. Soekarno tentang Islam, ternyata lebih brilian dibandingkan dengan sejumlah cendekiawan muslim nasional yang hidup di zaman now. Sejumlah gagasan dan analisisnya soal Islam masih sangat relevan sekaligus mencerahkan umat muslim Indonesia diera digital sekarang ini.
Bung Karno yang juga murid tokoh utama Sarekat Islam (SI) Tjokroaminoto, sangat bergairah kalau ngomong soal Islam. Dia memberi perhatian penuh terhadap eksistensi Islam di Indonesia. Bung Karno sangat mengutamakan substansi dan esensi Islam.
Dia juga menolak keras, kalau Islam diterjemahkan dalam ajaran yang sangat statis. Bung Karno pernah mengungkapkan istilah ?Api Islam? Yaitu dia ingin menghidupkan kembali jiwa Islam sebagai ajaran regular. Bung Karno sangat tidak sepakat dengan adanya dominasi masyarakat onta atau Islam Sontoloyo.
Dalam kesempatan acara buka puasa bersama sekaligus merayakan syukuran milad bung Karno tanggal 6 Juni 2018 lalu, saya melakukan kongkow imajiner bersama beliau di tempat kelahirannya di rumah sederhana di Pandean gang IV no.Forty, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Berikut petikan kongkow tersebut:
Wawan Kuswandi: Apa pendapat Bung, soal umat muslim di Indonesia saat ini?
Bung Karno: Kita gampang sekali menyebut kata kafir. Produk barat dibilang kafir. Kalau kita bergaul dengan nonmuslim dan bukan bangsa Islam disebut kafir. Kalau kita menyebut itu semua kafir, maka kita tidak kekinian dan kita lebih suka dengan keterbelakangan. Inikah Islam yang kita mau? Kalau saya tidak.
Wawan Kuswandi: Jadi seperti apa wajah umat muslim?
Bung Karno: Hampir seribu tahun akal dikungkung, sejak kaum Mu’tazilah sampai Ibnu Rusyd dan lainnya. Asy’arisme pangkal taklidisme dalam Islam. Akal dikutuk seakan-akan datangnya dari setan. Al Qur’an dan Hadits itu tidak berubah. Pandangan masyarakatlah yang senantiasa berevolusi dengan memakai tafsir sendiri-sendiri. Dalam ‘Islam Sontoloyo (1940)’, saya menulis bahwa fiqih bukanlah satu-satunya tiang keagamaan. Tiang utamanya ialah terletak dalam ketundukan, kita punya jiwa pada Allah. Fiqih itu, walaupun sudah kita saring semurni-murninya, belum mencukupi semua kehendak agama. Belum dapat memenuhi syarat-syarat ketuhanan yang sejati, yang juga berhajat kepada tauhid dan akhlaq kepada Allah. Al Qur’an seolah-olah mati karena kitab fiqih yang dijadikan pedoman hidup, bukan kalam Illahi sendiri.
Wawan Kuswandi: Faktanya tentang umat muslim Indonesia?
Bung Karno: Dunia Islam sekarang ini tidak bernyawa karena umat Islam tenggelam dalam kitab fiqihnya saja, tidak terbang seperti burung Garuda di atas udara-udaranya Levend Geloof, yakni udara-udaranya agama yang hidup. Fiqih itu tetap penting. Tapi, saya hanya membenci orang atau perikehidupan agama yang terlalu mendasarkan diri kepada fiqih, kepada hukum-hukumnya syariat itu saja. Saya kasih contoh, saat anjing yang saya pelihara menjilat air di dalam panci di dekat sumur. Saya meminta Ratna Juami untuk membuang air itu dan mencuci panci itu beberapa kali dengan sabun dan kreolin. Di zaman Nabi, belum ada sabun dan kreolin. Nabi Muhammad SAW sendiri telah menyerahkan kepada kita soal urusan dunia. fiqih tidak berdiri sendiri. Fiqih harus disertai dengan tauhid dan etiknya Islam yang menyala-nyala. Fiqih hanyalah ‘kendaraan’ saja.
LIHAT dan BACA JUGA:
Pasang Iklan Pilkada 2020 di Indocomm, Keputusan Tepat!
Wawan Kuswandi: Lantas bagaimana peran par ulama menyikapi ini?
Bung Karno: Dalam ‘Surat-surat Islam dari Endeh (1930-an)’, saya menulis bahwa para ulama dan kiai, tak punya sedikitpun “feeling” kepada sejarah Islam. Mereka hanya tertuju pada bagian fiqih. Tapi, pengetahuan mereka tentang sejarah Islam umumnya nihil. Padahal, sejarah adalah padang penyelidikan yang maha penting! Kita buta dalam menafsirkan itu, karena tidak mengenal tarikh. Jika pemuka agama dan umat Islam Indonesia hanya berorientasi kepada fiqih saja, maka jangan harap umat Islam Indonesia akan dapat mempunyai kekuatan jiwa yang hebat untuk menjunjung dirinya dari keadaan aib sekarang ini. Kemunduran Islam, kekunoan Islam, kemesuman Islam, ketakhayulan orang Islam banyak terjadi karena hadist-hadist lemah yang laku keras dibandingkan ayat-ayat Al Qur’an.
Wawan Kuswandi: Soal adanya wacana sebagiankecil kelompok tertentu yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah, pendapat Anda?
Bung Karno: Pancasila harga mati bagi NKRI. Khilafah no, Pancasila yes!
Wawan Kuswandi: Pendapat Anda soal khilafah.
ICTV: Gelar Seni Budaya Kampung Silat Rawa Belong, Jakarta Barat
Bung Karno: Dalam terminologi syar’i, khilafah atau Imamah diartikan sebagai kepemimpinan umum yang menjadi hak seluruh kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam ke seluruh dunia. Sistem negara khilafah mengatur semua pelaksanaan hukum syara’ terhadap rakyat di seluruh dunia tanpa kecuali (muslim dan non-muslim) mulai dari masalah akidah, ibadah, ekonomi, sosial, pendidikan dan politik. Pemimpin negeri khilafah adalah seorang khalifah yaitu pemimpin muslim yang mendapat otoritas kepemimpinan dari kaum muslim melalui kontrak politik yang disebut bai’at. Kontrak bai’at ini mengharuskan khalifah memerintahkan rakyatnya berdasarkan hukum syariat Islam. Setiap Undang-Undang yang akan dikeluarkan khalifah harus berasal dari hukum Islam dengan metodologi ijtihad. Apabila Khalifah menolak hukum Islam, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa di negara khilafah yaitu Mahkamah Mazhalim dapat memecat Khalifah.
Wawan Kuswandi: Bagaimana sebenarnya sifat-sifat dasar khilafah?
Bung Karno: Sifat dasar negara khilafah adalah ekspansionis. Khilafah akan selalu memperluas kekuasaannya untuk menyebarkan syariat Islam. Dalam sistem khilafah, kedaulatan berada dalam syariat Islam. Sistem khilafah menghapus negara kebangsaan dan menghilangkan sistem demokrasi. Sistem demokrasi menurut khilafah adalah sistim orang kafir. Padahal, sistem demokrasi berasal dari musyawarah yang sudah tertulis dalam Al Qur’an di surat As-Syura ayat 38 yang berbunyi, “Dan menghadapi perkaramu hendaklah kamu bermusyawarah diantara kalian”.
Wawan Kuswandi: Adakah petunjuk dalam Al Qur’an tentang negara khilafah?
Bung Karno: Sebenarnya, sistem negara khilafah tidak ada dalam Al Qur’an. Sistim negara khilafah justru banyak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits. Negara yang disebut dalam Al Qur’an hanya ada dua yaitu Thayyibah dan Khabitsah. Negara Thayyibah adalah negara yang baik dan negara Khabitsah adalah negara yang buruk. Dari segi konstitusi, Indonesia adalah negara Thayyibah. Buktinya termaktub dalam pembukaan UUD 45 alinea ke 3 yaitu, “Atas berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Kongkow ini harus berakhir karena adzan Maghrib telah berkumandang menandakan waktunya berbuka puasa. Saya sangat puas bisa berbincang dengan salah satu presiden paling berpengaruh di dunia. #tumpaskhilafah #tumpasintoleransi #tumpaseksisis
Sumber referensi: http://www.Madinaonline.Identity/khazanah/lima-ciri-islam-sontoloyo-menurut-bung-karno/