ICTV: Liputan on the spot Wawan Kuswandi dalam acara
'Ritual Agung Kebo Mulih Pakandangan' di Desa Cigugur,
Kuningan, Jawa Barat. Selamat menyaksikan....
ICTV: Liputan on the spot Wawan Kuswandi dalam acara
'Ritual Agung Kebo Mulih Pakandangan' di Desa Cigugur,
Kuningan, Jawa Barat. Selamat menyaksikan....
Debat capres yang rencananya akan digelar KPU dan ditayangkan TV nasional 17 Januari mendatang, aromanya menyeruak tajam mengisi ruang-ruang publik. Komentar seasoned dan kontra soal debat capres, semakin kencang membelah fanatisme politik sejumlah politisi dan parpol pengusung dua pasangan capres dan cawapres yang ikut dalam kontestasi pilpres 2019.
Warganet juga tak mau kalah, ratusan argumen dari mulai yang logis sampai irasional menghiasi laman sosial media. Mengapa debat capres begitu menyedot emosi dan nalar bangsa ini? Apakah rakyat membutuhkan debat capres? Pertanyaan ini sangat menggelitik, sekaligus menjadi tinjauan kritis terhadap penting atau tidaknya debat capres.
Sesungguhnya, pemakaian kata debat sudah mengandung polemik dan friksi. Kata debat dalam bahasa Indonesia memiliki makna ?Perang? Kata atau argumentasi. Kata debat lebih berkonotasi konflik antara dua orang atau lebih saat mengupas sebuah persoalan sosial. Jadi, debat capres itu merupakan wujud konflik politik terbuka yang sengaja diciptakan diantara dua pasangan capres dan cawapres yang sedang berkontestasi. Apakah ini yang kita mau? Silahkan pikirkan baik-baik, sebelum bangsa ini pecah hanya karena gara-gara kekuasaan politik lima tahunan.
Rakyat tidak butuh debat capres, tapi butuh pilpres yang aman, nyaman dan damai. Rakyat tidak ingin negara chaos hanya karena gara-gara rebutan kursi presiden. Rakyat butuh bukti, bukan janji manis yang dibungkus dalam visi dan misi ekonomi, hukum, pemberantasan korupsi, terorisme dan HAM.
Debat Kusir Capres
Kalau saja bangsa ini memahami dengan baik bahwa kontestasi politik itu merupakan wujud demokrasi yang jujur, adil dan damai, maka pemakaian kata dialog capres akan lebih elegan dibandingkan dengan kata debat capres. Kata conversation lebih mengedepankan diskusi, berbagi pendapat dan ide dalam suasana kekeluargaan yang nyantai dan sejuk, paham khan?
Lantas, kalau debat capres tetap mau dilaksanakan, arahnya mau dibawa kemana? Setahu saya, sebuah perdebatan (apalagi debat capres) sangat sedikit sekali memberi manfaat bagi publik. Justru debat capres bisa menyulut konflik politik semakin memanas, baik secara terbuka maupun terselubung antarpaslon maupun antarpendukungnya (parpol, politisi dan rakyat).
Kemampuan bangsa ini dalam menilai debat capres sebagai salah satu bentuk demokrasi masih sangat rendah. Oleh karena itulah, dalam setiap perdebatan sering muncul istilah debat kusir. Saya khawatir, debat capres akan menjadi debat kusir yang bisa merusak perbedaan politik yang ada menjadi konflik terbuka. Lebih mengkhawatirkan lagi, bila ajang debat capres diskenariokan oleh sekelompok politisi rakus untuk merekayasa politik kotor. Mereka akan memanfaatkan debat capres untuk menebarkan hoaks (kebohongan), mengumbar janji-janji muluk, menjelek-jelekkan salah satu paslon dan membohongi rakyat.
Debat capres tak ubahnya seperti TV Shopping yaitu para paslon akan berperan seperti seorang salesman yang menjual obat kuat. Para paslon pasti akan melakukan pencitraan pribadi dan produknya (kebijakan politik), ngomong berapi-api soal membela kepentingan rakyat. Debat capres akan menjadi panggung terbuka bagi para paslon untuk mengelabui nalar rakyat. Debat capres menjelma menjadi virus yang mematikan bagi rakyat.
Debat Capres Mau Kemana?
Debat capres mau dibawa kemana? Kalau hanya sekadar menyampaikan visi dan misi, tidak perlu disiarkan di TV dengan memakai jargon debat capres. Debat capres akan membawa air of mystery politik nasional semakin tidak kondusif. Buktinya, acara talkshow di TV beberapa waktu lalu yang mengangkat tema diskusi pra debat capres, ada beberapa politisi dungu dari dua kubu paslon berdebat panas dan ngawur. Mereka ngotot dengan kebenaran politiknya masing-masing. Ini jelas memalukan dan membodohi rakyat. Sadarkah bangsa ini?
Saya menduga, para politisi pengusung paslon sudah mempunyai time table tersembunyi untuk saling ?Menjatuhkan? Lawan politiknya dalam debat capres. Misalnya, kubu paslon nomor urut 02 akan mengeritik seluruh kebijakan politik dan ekonomi yang dibuat paslon petahana (Jokowi) atau paslon nomor urut 01. Begitu juga dengan kubu paslon nomor urut 01, kemungkinan besar mereka akan membongkar rekam jejak paslon nomor urut 02 (Prabowo), terkait dengan kasus HAM, hukum dan korupsi. Sampai saat ini, saya masih belum tahu apa sih tujuan debat capres?
Elektabilitas Paslon
Sungguh sangat ngelantur, jika debat capres dinilai oleh sebagian pihak akan mampu mengatrol elektabilitas pasangan capres-cawapres. Elektabilitas tidak terkait langsung dengan debat capres. Sangat kecil kemungkinannya bahwa debat capres bisa menaikkan elektabilitas paslon.
Elektabilitas justru berkaitan erat dengan cara-cara kampanye paslon, kejujuran paslon, prestasi paslon, rekam jejak paslon serta manuver politik para politisi pengusung paslon. Peran para caleg dalam kampanye politik yang jujur dan bersih diri juga sangat penting untuk menaikkan elektabilitas paslon. Elektabilitas paslon akan semakin merosot tajam, bila mereka berkampanye tidak berbasis information alias bohong, tidak mau dikritik, menjelek-jelekkan paslon lain, tak mau mengakui prestasi paslon lain dan memecah belah bangsa dengan memakai isu SARA.
Sikap Politik Milenial
Kelompok milenial di pinggiran kota atau pedesaan yang kurang terdidik dan tidak melek politik mungkin saja akan terbawa arus oleh ‘ocehan-ocehan’ politik paslon dalam debat politik. Sekali lagi saya ingin menekankan bahwa peran para caleg sangat penting bagi elektabilitas paslon karena mereka merupakan jembatan komunikasi politik, sekaligus berperan sebagai opinion leaders bagi kelompok milenal. Bila para caleg parpol gagal ‘membimbing’ pemahaman politik kelompok milenial, maka suara politik milenial akan lenyap sia-sia. Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa suara milenial tidak akan berpengaruh bagi paslon yang berkontestasi dalam pilpres 2019.
Di sisi berbeda, generasi milenial terdidik dan melek politik di perkotaan, tidak akan pernah terpengaruh oleh debat capres karena mereka terus mengikuti perkembangan politik, melalui media massa dan sosial media. Namun, tidak dapat dipungkiri, kelompok milenial jenis ini rawan golput (menolak ikut nyoblos) karena mereka sudah muak dengan sejumlah politisi muka lama yang sudah bertahun-tahun bercokol di gedung DPR RI atau parpol. Parpol dinilai gagal dalam kaderisasi. Jadi, jangan salahkan kelompok milenial bila mereka golput. Justru parpol dan politisi harus berkaca diri soal kaderisasi. Parpol harus berani ?Membuang? Politisi tua alias muka lama dari panggung politik zaman now. Salam seruput kopi tubruknya bro?
LIHAT JUGA:
Indocomm.Blogspot.Co.Identification
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
@wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
Debat perdana capres-cawapres yang digelar TV nasional, Kamis malam (17 Januari 2019) kemarin, tidak ada yang menarik alias biasa-biasa saja dan mengecewakan. Dua paslon tampak seperti sales iklan obat kuat di TV buying.
Mungkin ini terjadi karena kedua paslon sangat tegang dan terlalu berhati-hati, akibatnya, penjabaran misi dan visi software tidak memukau penonton di studio maupun di rumah.
Ketika memasuki proses tanya-jawab, kedua paslon terlihat kaku. Hampir semua pernyataan, pertanyaan dan jawaban kedua paslon tidak menyentuh persoalan sosial yang dihadapi rakyat. Kedua paslon cenderung hanya melemparkan satu atau dua contoh kasus hukum, tapi minim data dan fakta. Dalam sesi tanya-jawab, jelas terlihat kedua paslon sangat gagap dan gugup. Gaya bicara mereka terbata-bata dan terputus-putus. Ada kesan, kedua paslon takut salah dalam menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan. Debat capres menjelma menjadi stand up komedi yang tidak lucu dan miskin substansi masalah kebangsaan.
Padahal, sebelumnya sejumlah pengamat politik menilai, aroma debat capres ini akan ketat dan keras mengisi panggung debat, namun faktanya sangat jauh dari ekspektasi publik. Kedua paslon gagal menarik simpati rakyat serta gagal memaparkan secara kongkret misi dan visi yang ditawarkan.
Kakunya Moderator
Peran Ira Kusno dan Imam Priyono sebagai moderator menjadi salah satu faktor yang membuat debat capres ini tidak menarik dan tegang. Gaya Ira Kusno mirip guru TK yang selalu ?Bawel? Menyuruh anak-anak didiknya untuk tertib. Gaya Ira Kusno menjemukkan dan memuakkan.
Seharusnya, Ira kusno pandai bermain kata dan kalimat untuk mencairkan suasana menjadi segar sekaligus membuat dua paslon bergairah dalam perdebatan. Sedangkan Imam Priyono yang beberapa kali melakukan kesalahan (salah satunya kata terorisme menjadi nepotisme), tampak hanya menjadi pelengkap penderita Ira kusno yang mendominasi acara debat.
Warganet pantas kecewa berat terhadap moderator dan kedua paslon peserta debat. Ratusan ungkapan kecaman dan ejekan mulai dari yang lucu hingga emosional mewarnai laman sosial media. Harapan warganet akan munculnya ?Konflik panas? Dalam perdebatan, tidak ada sama sekali. Semua komentar warganet di sosial media sangat menggelitik dan tentu saja menjadi tinjauan kritis terhadap acara debat capres.
Sesungguhnya, rakyat membutuhkan substansi komprehensif atas program (hukum, korupsi, terorisme dan HAM) dari masing-masing paslon. Sayangnya yang muncul dalam debat hanyalah sebentuk pidato singkat yang sedikit makna. Padahal, debat capres merupakan salah satu cara terbaik bagi rakyat untuk menilai paslon pilihannya.
Publik juga ingin tahu apa program yang ditawarkan paslon soal penanganan hoaks, fitnah dan ujaran kebencian di sosial media yang dikaitkan dengan bidang hukum. Begitu juga soal kasus HAM, terorisme dan korupsi. Lagi-lagi, kedua paslon hanya mengumbar kalimat ringan dan kurang makna.
Semestinya, baik Jokowi maupun Prabowo mampu mengupas secara mendalam semua persoalan yang dialami oleh publik. Kedua paslon sangat minim fakta, information dan kasus-kasus kongret soal hukum, terorisme, HAM dan korupsi. Mereka juga lupa atau mungkin saja tidak menguasai berbagai UU yang berhubungan dengan tema debat.
Contohnya ialah ketika berbicara soal mencegah serangan teroris dan radikalisme, Prabowo hanya bilang adanya campur tangan dari luar negeri, tapi dia tidak merinci secara detail siapa itu pihak luar negeri dan tidak menjelaskan UU yang terkait dengan terorisme. Ada kesan Prabowo asal ngomong saja. Prabowo tampak tak menguasai masalah terorisme zaman now dan UU Anti Terorisme.
Begitu juga dengan Jokowi, ketika dia membeberkan kasus operasi plastik Ratna Sarumpaet, Jokowi hanya memberikan gambaran umum seperti diberitakan media massa. Seharusnya Jokowi menjelaskan secara detail pasal-pasal dalam KUHP dan UU ITE yang terkait dengan kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Baik Jokowi maupun Prabowo, mereka tidak mengupas secara penuh masalah-masalah yang berhubungan dengan keterlibatan militer dalam memerangi terorisme dan masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Debat perdana capres sangat sedikit sekali memberi referensi kepada publik untuk menentukan sikap politiknya dalam pilpres 2019 mendatang.
Elektabilitas Paslon
Hasil debat perdana jelas tidak akan mampu mengatrol elektabilitas kedua paslon. Padahal, ajang debat capres ini menjadi peluang terbuka bagi kedua paslon untuk mengatrol Elektabilitasnya. Kelompok milenial di pinggiran kota maupun perkotaan juga kecewa berat karena harapan mereka tidak terpenuhi. Mereka hanya disuguhkan ?Ocehan-ocehan? Politik kedua paslon dalam debat itu.
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa suara milenial tidak akan berpengaruh bagi kedua paslon yang akan berkontestasi. Namun, tidak dapat dipungkiri, setelah melihat hasil debat capres, kelompok milenial mungkin akan mempertegas sikap mereka untuk golput (menolak ikut nyoblos) karena mereka menilai kedua paslon tidak menyentuh kepentingan milenial.
Dalam sesi terakhir, kedua paslon tidak memberikan apresiasi antarmereka, walaupun moderator sudah memberikan kesempatan. Tampaknya, tim sukses dari kedua kubu paslon harus mengajarkan para paslon untuk berani dan belajar saling mengapresiasi dan menghormati antarsesama paslon usai debat sebagai wujud sportivitas kontestasi. Tapi sabar dulu, kita tunggu saja debat capres berikutnya. Salam seruput teh tubruknya kawan?
LIHAT JUGA:
Indocomm.Blogspot.Co.Id
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
@wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
Kalau saja kita berani ngomong jujur, sesungguhnya di belahan negara manapun di dunia, umumnya saat akan pilpres atau pilkada, politik identitas pasti selalu ada. Politik identitas tidak melulu identik dengan agama lho! Politik identitas bentuknya macam-macam, bisa politik identitas agama, identitas kesukuan, identitas golongan, identitas ras, identitas gender, bahkan identitas profesi. Secara definitif, politik identitas merupakan simbol sosial berdasarkan kepentingan man or woman yang memiliki kesamaan secara sosiokultural, sosioekonomi, sosiogeografi dan sosioteologi.
Bersatunya kepentingan man or woman dalam simbol sosial inilah yang akhirnya melahirkan politik identitas. Biasanya, politik identitas digunakan untuk merebut kekuasaan politik. Jadi, sungguh amatlah ?Dungu? Bila sejumlah politisi tidak melakukan politik identitas dalam kontestasi politik.
Dalam tiga tahun terakhir ini, wajah politik identitas yang terjadi di negeri kita lebih didominasi oleh politik identitas agama, khususnya Islam. Munculnya istilah agama mayoritas (Islam) dan agama minoritas (nonmuslim) menjadi salah satu ukuran yang membuat politik identitas agama mengemuka secara membabi buta.
Padahal, dalam sejumlah UU yang terkait dengan hak politik warga negara tidak ditemukan sepatah katapun tentang istilah agama mayoritas dan minoritas. Istilah itu hanya muncul dari mulut sekelompok politisi, pejabat, pengamat politik atau tokoh agama ?Dungu? Yang berpikiran sempit. Mereka hanya melihat agama dari kacamata kuantitas belaka, bukan dari sisi kualitas.
Setiap warga negara dengan identitas apapun termasuk paham atheis sekalipun, memiliki hak yang sama dalam politik dan tidak bisa dibatasi oleh jargon agama mayoritas atau minoritas. Jadi, kalau ada politisi, pejabat atau pengamat politik serta tokoh agama mengatakan bahwa politik identitas itu berbahaya jelas-jelas salah besar, ngawur dan dungu banget.
Syarat Politik Identitas
Apa sih yang ditakutkan dengan politik identitas? Pertanyaan ini menjadi sangat penting karena jawabannya akan memberikan gambaran secara gamblang bahwa politik identitas itu halal dan mutlak diperlukan. Anda percaya?
Saya termasuk orang yang percaya bahwa politik identitas itu halal. Namun, dalam menerapkan politik identitas ini ada satu syarat penting yang wajib ditaati oleh seluruh komponen politik bangsa dan tidak boleh dibantah.
Mungkin, selama ini kita sudah terjebak dengan politik identitas agama yang dikemas dengan cara-cara kotor dan biadab. Ketahuliah, pada dasarnya semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan hidup.
Tuhan menyampaikan pesan-pesan kebaikan dan kebenaran melalui kitab suci. Jadi, kalau terjadi penyelewengan dalam menafsirkan ayat-ayat kitab suci, maka bukan agama dan kitab sucinya yang salah, tetapi manusianya.
Kembali kepada persoalan politik identitas, momen pilpres 2019 memang menjadi waktu yang tepat untuk memblow up politik identitas agama. Namun, sungguh disayangkan, politik identitas agama yang dilakukan hanya sekadar berisi fitnah, menyebar hoaks, menabur ujaran kebencian, dan dugaan menyelewengkan sejumlah tafsir ayat di kitab suci.
Sampai di sini, politik identitas agama bisa menghancurkan negara dan toleransi antarasesama umat beragama. Contoh kongkretnya ialah saat Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Lebih parahnya lagi, sejumlah ormas tertentu dengan membawa label membela agama ikut terlibat dan meneriakkan politik identitas agama yang memuakkan.
Politik Identitas Elegan
Politik identitas agama yang dikemas dengan kotor dan biadab akan sangat berbahaya dan bisa merusak sendi-sendi kedamaian, kenyamanan dan persatuan bangsa. Dalam hal ini, politik identitas hanya dijadikan alat untuk merebut kekuasaan politik semata. Inilah yang dikhawatirkan oleh sejumlah pihak menjelang kontestasi politik nasional 2019.
Sesungguhnya, politik identitas agama sangat diperlukan. Namun, dengan satu syarat yaitu politik identitas harus dilaksanakan dengan cara-cara damai, nyaman dan tetap menjaga persatuan dan persaudaraan antarsesama anak bangsa. Politik identitas wajib menjauhi fitnah, tidak menyebar hoaks, dan jangan menabur ujaran kebencian, inilah yang saya sebut politik identitas halal.
Jadi, saya dan juga Anda tidak perlu khawatir dengan politik identitas selama memiliki tujuan mulia yaitu untuk menjaga kerukunan SARA. Bila saja, politik identitas dilakoni dalam trek yang benar, maka saya yakin bangsa Indonesia akan kebal terhadap serangan kelompok-kelompok radikal yang mengatasnamakan agama. Sekarang Anda sudah paham khan, betapa pentingnya politik identitas di Indonesia. Selamat menikmati singkong rebus bro?
LIHAT JUGA:
Indocomm.Blogspot.Co.Identity
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
@wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
Fakta membuktikan bahwa debat kedua capres yang digelar Minggu malam 17 Februari 2019, jauh lebih menarik dan berkualitas dibandingkan dengan debat perdana capres 17 Januari lalu.
Suasana debat terlihat cair walaupun masih ada secuil ketegangan dalam gaya bicara dan gerak tubuh, baik dari paslon nomor urut 01 Joko Widodo maupun paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Tommy Tjokro dan Anisha Dasuki sebagai pemandu debat juga mampu memainkan perannya sebagai host yang bisa membawa suasana debat menjadi tontonan yang menarik. Keduanya sering menebar senyum kepada penonton dan merespon setiap pernyataan kedua paslon dengan bersahaja sehingga aura debat terlihat begitu rileks dan santai.
Perdebatan semakin seru ketika kedua paslon menjawab pertanyaan yang diajukan secara tertulis oleh delapan panelis yaitu Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng rektor ITS, Dr Arif Satria rektor IPB, Prof Dr Ir Irwandy Arif ahli pertambangan ITB, Ahmad Agus Setiawan ST, MSc, PhD pakar energi UGM, Sudharto P Hadi pakar lingkungan UNDIP, Dr Suparto Wijoyo SH, MHum pakar hukum lingkungan UNAIR, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati dan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pengembangan Agraria (KPA) Dewi Kartika.
Hanya Janji Minim Data
Dari sudut penyampaian visi dan misi, kedua paslon sudah menunjukkan secara maksimal substansinya. Namun, harus diakui bahwa paslon nomor urut 02 masih kurang menguasai materi secara utuh dan berkesinambungan, terutama saat menjabarkan soal infrastruktur, sumber daya alam, lingkungan hidup serta energi dan pangan. Dalam visi-misinya Prabowo mengungkapkan bahwa dia melihat banyak kekayaan Indonesia lari keluar negeri, penghasilan petani sangat rendah dan Indonesia belum swasembada pangan, energi dan air. Sayangnya, Prabowo tidak menjelaskan secara kongkret apa yang telah disampaikannya itu. Data dan fakta yang dimiliki Prabowo masih sangat minim. Selain itu, Prabowo juga tak bosan-bosannya mengumbar janji, misalnya dia akan membuat strategi untuk kemakmuran rakyat dan akan menjadikan negara Indonesia sebagai bangsa mandiri yang tidak akan melakukan impor.
Saat berbicara tentang infrastruktur, Prabowo mengeritik Jokowi yang dalam membangun infrastruktur terlihat grusa-grusu. Menurutnya, banyak infrastruktur yang dibangun tidak efisien. Begitu juga soal perkebunan kelapa sawit, Prabowo mengatakan Indonesia tidak perlu impor kelapa sawit dari luar negeri, tapi Prabowo tidak menjelaskan bagaimana teknis atau cara untuk mengembangkan kelapa sawit agar tidak impor.
Pada segmen video berdurasi pendek, kedua paslon saling menanggapi dan melemparkan pertanyaan. Usai melihat video seputar pertambangan, Prabowo menyebut bahwa banyak perusahaan besar kongkalikong dengan pejabat negara sehingga banyak bekas lubang tambang ilegal yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan lolos dari jerat hukum. Namun, lagi-lagi Prabowo tidak bisa memberikan bukti siapa pejabat dan perusahaan besar yang melakukan kongkalikong.
Perdebatan semakin memuncak ketika di tengah perdebatan, Prabowo secara terbuka mengakui apa yang disampaikan Jokowi yaitu bahwa dirinya memiliki lahan di Kalimantan Timur seluas 220 hektar dan di Aceh seluas one hundred twenty hektar. Tanah itu, menurut Prabowo dia kelola dengan sistem HGU agar tidak dikuasai asing. Pernyataan Prabowo soal penguasaan tanah oleh orang asing di Indonesia tidak disertai records yang faktual dan aktual.
Mengurai Fakta Dan Bukti
Di sisi berbeda, Jokowi dengan penuh percaya diri dan tenang menguraikan fakta-fakta kerja yang telah dilakukannya selama empat tahun dengan sederet bukti-bukti kongkret. Seperti soal Indonesia akan mengurangi energi fosil dan telah memproduksi energi B20 serta siap menuju energi B100.
Mengenai kelapa sawit, Jokowi mengatakan Indonesia telah menghasilkan forty six juta ton kelapa sawit consistent with tahun. Dalam bidang lingkungan hidup Jokowi juga mengungkapkan negara telah memberikan sanksi kepada 11 perusahaan besar yang terlibat dalam pembakaran hutan dan lahan gambut yang telah merugikan negara sebesar Rp18,three triliun. Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan konsensi lahan sebesar 2,6 juta hektar kepada masyarat adat dan hak ulayat. Pada tahun 2018, Pemerintah telah membagikan 7 juta sertifikat tanah.
Mengenai sumber daya maritim, Jokowi mengatakan sudah 7000 kapal asing yang melakukan illegal fishing ditangkap dan 488 kapal ditenggelamkan. Terkait Pengembangan Unicorn, Jokowi mengatakan di Asia ada 7 startup dan 4 diantaranya ada di Indonesia dan masih ada 1000 startup lagi akan lahir dan siap dikembangkan di Indonesia.
Pada bagian akhir debat, kedua paslon diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kalimat pamungkas. Pada bagian ini Jokowi sangat tegas dan berhasil menarik perhatian kaum milenial, penonton di studio maupun di rumah. Jokowi mengatakan bahwa dirinya tidak takut kepada siapapun selama untuk membela kepentigan nasional. Jokowi hanya takut kepada Tuhan YME. Sedangkan Prabowo hanya mengatakan bahwa kekayaan negara harus dimiliki rakyat sesuai pasal 33 UUD 1945.
Kesimpulan akhir dari debat kedua capres ini, menurut saya ialah debat kandidat paslon dalam kontestasi politik tidak perlu lagi menjadi arena ‘tanding’ yang menakutkan. Saya sangat berharap mulai hari ini dan seterusnya, semua stake holder politik berkewajiban untuk menciptakan suasana politik yang sehat, menghibur, menyejukkan dan menyegarkan tanpa hoaks. Salam seruput kopi tubruknya bro…
Indocomm.Blogspot.Co.Identification
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
IG: @wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
Sampai detik ini Fadli Zon menolak untuk minta maaf secara terbuka dengan alasan bahwa puisi itu bukan ditujuan untuk mbah Moen. Apapun alasan Fadli, puisi itu sudah membuat umat Islam marah dan sejumlah tokoh agama NU kecewa.
Wajar saja bila warga NU yang tersebar di berbagai pesantren dan beberapa komunitas kiai NU merasa terpanggil untuk memberi ?Pelajaran? Kepada Fadli Zon yang dinilai mereka tidak tahu soal etika keumatan, sopan santun dan tidak menghormati warga NU.
Puisi Fadli memang tidak menyebutkan nama mbah Moen. Tampaknya Fadli memang sengaja ingin memainkan sisi psikologis warga NU dengan memakai teori propaganda politik Name Calling. Ada kesan Fadli Zon menantang warga dan kiai NU dalam kancah kontestasi pilpres 2019.
Label Buruk
Lee, A.M. Dan E.B.Lee (1939 ) dalam buku klasiknya yang berjudul The Fine Art of Propaganda menyebutkan bahwa Name Calling merupakan sebuah sikap atau perilaku untuk memberi julukan atau label buruk kepada seseorang, gagasan atau lembaga agar audiens tidak menyukai atau menolaknya.
Kalau dilihat dari penjabaran teori di atas, sangat jelas bahwa puisi Fadli memang diduga diniatkan untuk memberi label buruk kepada kiai NU, khususnya mbah Moen. Saya menduga, Fadli paham betul dengan teori ini. Dia tahu persis bahwa puisinya akan melahirkan polemik. Untuk menyembunyikan tujuan puisinya itu, Fadli membantah bahwa puisi itu tidak ditujukan kepada mbah Moen.
Namun sayangnya, makna dari puisi itu berhasil ditebak oleh warga dan kiai NU. Jadi, mau atau tidak mau, Fadli harus mengakuinya secara jujur dan berani untuk meminta maaf secara terbuka kepada mbah Moen.
Teori lain yang bisa dijadikan referensi bahwa puisi itu memang diduga menargetkan mbah Moen ialah teori Card Stacking. Dalam teori Card Stacking disebutkan bahwa pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis ditujukan untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang atau produk.
Merusak Reputasi NU
Bila dikaitkan dengan teori Card Stacking, Fadli tampaknya memang sudah menyiapkan pilihan kata dalam puisinya sekaligus goal sasarannya.
Diduga kuat Fadli berharap puisinya bisa melakukan individual assassination terhadap kiai NU, terutama mbah Moen. Fadli diduga kuat berniat merusak reputasi mbah Moen sebagai kiai kharismatik NU. Dengan kata lain, ada ujaran kebencian yang dilakukan Fadli terhadap mbah Moen.
Dalam kesempatan ini saya berharap Fadli Zon harus secepatnya menyadari bahwa puisi yang ditulisnya itu bukan hanya menyulut kemarahan warga NU dan kaum muslim, tetapi juga bisa merusak citra kiai dan tokoh agama lain yang selama ini telah berperan besar dalam menjaga NKRI dan kerukunan antarumat beragama. Wasalam...
LIHAT JUGA:
Indocomm.blogspot.co.idwww.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
IG: @wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
Mereka berharap, KPK segera menginvestigasi harta lainnya yang dimiliki capres 01, sekaligus mengusut kekayaan politisi yang berada dalam lingkaran parpol koalisi pengusung Prabowo-Sandi
Pernyataan capres 01 Joko Widodo dalam debat kedua capres bikin heboh bangsa ini. Tanpa rasa takut sedikitpun, Jokowi membongkar penguasaan lahan oleh capres 02 Prabowo Subianto di Kalimantan Timur seluas 220 hektar dan di Aceh seluas one hundred twenty hektar. Prabowo dinilai telah mengkhianati pasal 33 UUD 1945. Generasi milenial kecewa berat dan kemungkinan besar mereka tidak akan memilih Prabowo.
Kontestasi pilpres 2019 yang sebentar lagi jatuh tempo auranya semakin membara. Drama politik ?Saling sikut? Antara Jokowi dan Prabowo terus menuai polemik publik. Perlahan tetapi pasti, rakyat mulai hanyut terbawa arus ?Perang? Records dan fakta antardua paslon.
Salah satu paslon yang diduga kuat acapkali memainkan intrik dan siasat hoaks politik ialah capres nomor urut 02. Tampaknya, rakyat sudah tidak percaya lagi dengan semua pernyataan politik Prabowo Subianto yang selalu mengumbar jargon akan menjadikan rakyat dan bangsa ini adil dan makmur.
Sedikitnya ada empat cacat politik yang diprediksi akan berdampak kepada penolakkan rakyat dan generasi milenial terhadap Prabowo Subianto dan caleg parpol oposisi. Adapun keempat cacat politik itu ialah :
Pertama, Prabowo Subianto diduga kuat telah mengkhianati pasal 33 UUD 1945 dengan cara menguasai lahan yang begitu luas di Kalimantan Timur sebesar 220 hektar dan di Aceh seluas 120 hektar.
Kedua, mantan Ketua Kadin Jawa Timur Ir. La Nyalla Mattalitti mengaku dimintai uang saksi sebesar Rp40 miliar oleh Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto.
Ketiga, Prabowo Subianto mendukung Sandiaga Uno di Pilgub DKI 2017. Dukungan Itu diunggah di akun Instagram Sandiaga Uno, @sandiuno (16/08/2016). Dalam video itu, Prabowo menyebut para kadernya antek asing bila tidak mendukung Sandiaga Uno.
Keempat, Prabowo tidak ikut upacara HUT ke 72 tahun RI di Istana. Dia malah merayakannya di Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta Pusat. "Benar pak Prabowo hadir disini memenuhi undangan dari Universitas Bung Karno dalam rangka memperingati detik-detik proklamasi," kata Ferry Juliantono Wakil Ketua Umum DPP Gerindra.
Pernyataan Ngawur Prabowo
Bukan hanya sejumlah oknum elit Gerindra dan parpol pengusung yang diduga kuat ikut memainkan politik hoaks dalam kampanye pilpres 2019. Bahkan, Prabowo merupakan satu-satunya capres dalam sejarah kontestasi pilpres di Indonesia yang suka menebar pernyataan ngawur dengan information dan fakta yang minim. Berikut ini pernyataan politik Prabowo.
Pertama, Prabowo menyebut harga daging dan beras Indonesia termahal di dunia, padahal kenyataannya tidak. Selain itu Prabowo juga mengatakan ada kebocoran anggaran negara Rp500 triliun. Faktanya data itu tidak benar.
Kedua, Prabowo menyebut Indonesia akan bubar tahun 2030. Pernyataan ini dibuat hanya berdasarkan novel 'Ghost Fleet: A Novel of the Next World War', 2015, karya PW Singer and August Cole.
Ketiga, Prabowo ikut sebarkan hoaks Ratna Sarumpaet secara massif. Dia secara tegas mengutuk dugaan aksi penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet.
Keempat, Prabowo menghina publik Boyolali. Menurutnya tampang Boyolali tidak cocok masuk hotel berbintang.
Kelima, Prabowo menyebut sistem ekonomi Indonesia adalah sistem bodoh dan lebih parah dari neoliberalisme. Pernyataan Prabowo digugat oleh sejumlah elit politik dan pengamat ekonomi kubu Jokowi.
Keenam, jika jadi presiden, Prabowo berjanji tidak akan ada impor. Menurut Prabowo, kebijakan impor tak akan memakmurkan rakyat Indonesia.
Ketujuh, Prabowo melecehkan profesi pengendara motor ojek online. Prabowo mengaku sedih, para pemuda harapan bangsa hanya berujung menjadi tukang ojek setelah menempuh pendidikan dari SD hingga SMA.
Kedelapan, Prabowo mengatakan air laut akan naik sampai bundaran Hotel Indonesia tahun 2025. Prabowo menyebut prediksinya berdasarkan data United Nations (UN) alias PBB.
Kesembilan, Prabowo mengecam media yang tidak mengekspos acara reuni 212 di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat pada Ahad, 2 Desember 2018 lalu. “Hampir semua media tidak mau meliput sebelas juta lebih orang yang kumpul,” kata Prabowo dalam pidatonya di acara peringatan Hari Disabilitas Internasional ke-26 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Kesepuluh, Prabowo menganjurkan para pendukungnya menerima uang dan sembako dari para calon kepala daerah. Anjuran ini disampaikan menjelang pemilihan kepala daerah 2018 lalu, melalui video yang diunggah di Facebook Prabowo pada Kamis, 21 Juni.
Nah sekarang Anda sudah tahu khan, sikap dan perilaku politik capres nomor urut 02. Wajar saja kalau rakyat dan generasi milenial menolak Prabowo Subianto dan para caleg pendukungnya? Yuk seruput bandreknya bro?
LIHAT JUGA:
Indocomm.Blogspot.Co.Identity
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
IG: @wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa