Debat perdana capres-cawapres yang digelar TV nasional, Kamis malam (17 Januari 2019) kemarin, tidak ada yang menarik alias biasa-biasa saja dan mengecewakan. Dua paslon tampak seperti sales iklan obat kuat di TV buying.
Mungkin ini terjadi karena kedua paslon sangat tegang dan terlalu berhati-hati, akibatnya, penjabaran misi dan visi software tidak memukau penonton di studio maupun di rumah.
Ketika memasuki proses tanya-jawab, kedua paslon terlihat kaku. Hampir semua pernyataan, pertanyaan dan jawaban kedua paslon tidak menyentuh persoalan sosial yang dihadapi rakyat. Kedua paslon cenderung hanya melemparkan satu atau dua contoh kasus hukum, tapi minim data dan fakta. Dalam sesi tanya-jawab, jelas terlihat kedua paslon sangat gagap dan gugup. Gaya bicara mereka terbata-bata dan terputus-putus. Ada kesan, kedua paslon takut salah dalam menjawab pertanyaan atau membuat pernyataan. Debat capres menjelma menjadi stand up komedi yang tidak lucu dan miskin substansi masalah kebangsaan.
Padahal, sebelumnya sejumlah pengamat politik menilai, aroma debat capres ini akan ketat dan keras mengisi panggung debat, namun faktanya sangat jauh dari ekspektasi publik. Kedua paslon gagal menarik simpati rakyat serta gagal memaparkan secara kongkret misi dan visi yang ditawarkan.
Kakunya Moderator
Peran Ira Kusno dan Imam Priyono sebagai moderator menjadi salah satu faktor yang membuat debat capres ini tidak menarik dan tegang. Gaya Ira Kusno mirip guru TK yang selalu ?Bawel? Menyuruh anak-anak didiknya untuk tertib. Gaya Ira Kusno menjemukkan dan memuakkan.
Seharusnya, Ira kusno pandai bermain kata dan kalimat untuk mencairkan suasana menjadi segar sekaligus membuat dua paslon bergairah dalam perdebatan. Sedangkan Imam Priyono yang beberapa kali melakukan kesalahan (salah satunya kata terorisme menjadi nepotisme), tampak hanya menjadi pelengkap penderita Ira kusno yang mendominasi acara debat.
Warganet pantas kecewa berat terhadap moderator dan kedua paslon peserta debat. Ratusan ungkapan kecaman dan ejekan mulai dari yang lucu hingga emosional mewarnai laman sosial media. Harapan warganet akan munculnya ?Konflik panas? Dalam perdebatan, tidak ada sama sekali. Semua komentar warganet di sosial media sangat menggelitik dan tentu saja menjadi tinjauan kritis terhadap acara debat capres.
Sesungguhnya, rakyat membutuhkan substansi komprehensif atas program (hukum, korupsi, terorisme dan HAM) dari masing-masing paslon. Sayangnya yang muncul dalam debat hanyalah sebentuk pidato singkat yang sedikit makna. Padahal, debat capres merupakan salah satu cara terbaik bagi rakyat untuk menilai paslon pilihannya.
Publik juga ingin tahu apa program yang ditawarkan paslon soal penanganan hoaks, fitnah dan ujaran kebencian di sosial media yang dikaitkan dengan bidang hukum. Begitu juga soal kasus HAM, terorisme dan korupsi. Lagi-lagi, kedua paslon hanya mengumbar kalimat ringan dan kurang makna.
Semestinya, baik Jokowi maupun Prabowo mampu mengupas secara mendalam semua persoalan yang dialami oleh publik. Kedua paslon sangat minim fakta, information dan kasus-kasus kongret soal hukum, terorisme, HAM dan korupsi. Mereka juga lupa atau mungkin saja tidak menguasai berbagai UU yang berhubungan dengan tema debat.
Contohnya ialah ketika berbicara soal mencegah serangan teroris dan radikalisme, Prabowo hanya bilang adanya campur tangan dari luar negeri, tapi dia tidak merinci secara detail siapa itu pihak luar negeri dan tidak menjelaskan UU yang terkait dengan terorisme. Ada kesan Prabowo asal ngomong saja. Prabowo tampak tak menguasai masalah terorisme zaman now dan UU Anti Terorisme.
Begitu juga dengan Jokowi, ketika dia membeberkan kasus operasi plastik Ratna Sarumpaet, Jokowi hanya memberikan gambaran umum seperti diberitakan media massa. Seharusnya Jokowi menjelaskan secara detail pasal-pasal dalam KUHP dan UU ITE yang terkait dengan kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Baik Jokowi maupun Prabowo, mereka tidak mengupas secara penuh masalah-masalah yang berhubungan dengan keterlibatan militer dalam memerangi terorisme dan masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Debat perdana capres sangat sedikit sekali memberi referensi kepada publik untuk menentukan sikap politiknya dalam pilpres 2019 mendatang.
Elektabilitas Paslon
Hasil debat perdana jelas tidak akan mampu mengatrol elektabilitas kedua paslon. Padahal, ajang debat capres ini menjadi peluang terbuka bagi kedua paslon untuk mengatrol Elektabilitasnya. Kelompok milenial di pinggiran kota maupun perkotaan juga kecewa berat karena harapan mereka tidak terpenuhi. Mereka hanya disuguhkan ?Ocehan-ocehan? Politik kedua paslon dalam debat itu.
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa suara milenial tidak akan berpengaruh bagi kedua paslon yang akan berkontestasi. Namun, tidak dapat dipungkiri, setelah melihat hasil debat capres, kelompok milenial mungkin akan mempertegas sikap mereka untuk golput (menolak ikut nyoblos) karena mereka menilai kedua paslon tidak menyentuh kepentingan milenial.
Dalam sesi terakhir, kedua paslon tidak memberikan apresiasi antarmereka, walaupun moderator sudah memberikan kesempatan. Tampaknya, tim sukses dari kedua kubu paslon harus mengajarkan para paslon untuk berani dan belajar saling mengapresiasi dan menghormati antarsesama paslon usai debat sebagai wujud sportivitas kontestasi. Tapi sabar dulu, kita tunggu saja debat capres berikutnya. Salam seruput teh tubruknya kawan?
LIHAT JUGA:
Indocomm.Blogspot.Co.Id
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
@INDONESIAComment
Indonesiacommentofficial
@wawanku86931157
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com
ICTV YouTube
foto: istimewa
No comments:
Post a Comment