Thursday, June 11, 2020

Tolak Caleg Nepotisme..!!!

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Id

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Istimewa

Selamat Buat Jokowi

Salam seruput kopi tubruk anget pak De...

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Istimewa

Wednesday, June 10, 2020

Hentikan Politisasi Agama, Rakyat Muak !

Saya miris ketika melihat segerombolan oknum pemimpin dan anggota ormas yang mengaku berbasis islam meneriakkan kalimat takbir ?Allahu Akbar? Berkali-kali saat melakukan aksi demo seputar isu politik.

Jujur saja, tidak ada hubungan sedikitpun antara politik dengan agama. Saya juga seorang muslim tetapi saya tidak mau menyeret atau mencampuradukan agama dalam ranah politik.

Saya dan mungkin juga rakyat sudah muak melihat sejumlah tokoh agama yang mengklaim dirinya sebagai ulama, tetapi kelakuannya lebih bejad dari iblis. Mereka menganggap dirinya sudah paling benar dan paling islam.

Selama ini, saya tidak pernah mengakui bahwa ormas islam itu mewakili saya sebagai umat muslim maupun umat muslim yang ada di Indonesia. Mereka lebih tepat disebut sebagai sekelompok oknum yang tidak bertanggungjawab yang sengaja ingin merusak kesatuan, persatuan dan toleransi antarumat beragama dengan memanipulasi ajaran agama.

Tak ada yang istimewa dari gerakan ormas radikal yang mengaku bela islam, tetapi dalam kenyataanya justru memperlihatkan cara-cara anarkisme dalam menyampaikan aspirasinya.

Agama bukan politik. Politik juga bukan agama. Jadi, saya sangat tidak percaya kalau ada ormas radikal melakukan aksi demo dengan membawa-bawa agama, padahal isu demonya bukan masalah agama, tetapi kasus politik. Saya berharap umat muslim tidak mudah dibodohi dan percaya oleh ormas radikal yang dalam gerakan aksinya justru memecahbelah bangsa dan menciptakan permusuhan dengan suku, agama, ras atau antar golongan (SARA).

Bagi saya, sebagai umat beragama lebih baik berbagi kebaikan antarsesama makhluk ciptaan Tuhan tanpa ada kepentingan apapun.

Sebelum saya tutup tulisan pendek ini, boleh khan? Saya bertanya, apakah Anda masih percaya dengan gerakan ormas radikal yang selalu memanipulasi ajaran agama untuk kepentingan politik? Jadilah umat muslim yang cerdas. Silahkan Anda pikirkan. Udah dulu ya? Bro, gue mau ngeteh sambil nyicipin pisang rebus anget?Salam

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Identification

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Istimewa

Jelang Nyoblos: Prabowo Mulai Rapuh, Jokowi Mulai Tegar

Jelang beberapa minggu lagi menuju masa pencoblosan 17 April 2019, air of mystery politik arus bawah terus mengencang mengisi ruang-ruang publik dan sosial media.

Di sisi lain, Prabowo terlihat mulai rapuh dalam setiap kali kampanye. Sedangkan Jokowi mulai terlihat tegar. Setidaknya hal ini tercermin dari hasil debat ke-four capres yang digelar Sabtu (30/three/2019) lalu. Akhirnya golputers dan milenial memutuskan mendukung Jokowi.

Tak akan pernah basi termakan oleh waktu, kalau kita ngomongin debat ke-4 capres yang belum lama ini digelar. Kenapa bisa begitu? Jawabannya gampang saja karena content debat ke-4 capres benar-benar luar biasa dan sangat menarik bila dibandingkan dengan tiga debat capres sebelumnya.

Ratusan berita, opini, esai, kolom serta meme-meme lucu mengalir deras dan menyebar luas di jagat sosial media dan media mainstream. Sayang banget kalau kita tidak menikmati dinamika percakapan publik seputar debat ke-4 capres yang berserakan di berbagai arena media massa. Apa yang membuat debat ke-4 capres ini begitu menarik? Lagi-lagi jawabannya mudah saja karena masing-masing paslon, baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama siap menjaga dan melindungi ideologi Pancasila dari khilafah yang disebut-sebut sudah semakin serius merongrong Pancasila. Kedua paslon juga sepakat dan tegas akan melindungi NKRI dari perpecahan sosial yang berbasis SARA.

Birokrasi Dilan

Berbicara soal kinerja pemerintahan, khususnya birokrasi, kedua paslon sama-sama setuju untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Jokowi sudah membuktikan bahwa pemerintahannya memang anti korupsi. Buktinya, Ketum parpol PPP Romahurmuziy ditangkap KPK dalam OTT. Padahal khan, Ketum PPP ini merupakan salah satu elite politik yang mengusung Jokowi.

Di sisi berbeda, Prabowo hanya bisa berjanji dan sekadar mengecam dan mengutuk para koruptor. Sampai di sini rakyat patut bersyukur karena kedua calon pemimpin negeri ini memiliki visi dan misi yang sama soal soal mempertahankan Pancasila, NKRI dan pemberantasan korupsi. Namun ada hal menarik yang disampaikan Jokowi ketika debat ke-four capres yaitu penyebutan istilah Dilan (Digital Melayani) dalam birokrasi pemerintahan yang tujuannya untuk melayani kepentingan rakyat dengan cepat dan tepat sekaligus memutus rantai korupsi.

Nah, saat memasuki sesi ketiga debat, barulah muncul hal-hal yang aneh bin ajaib yaitu ketika pertanyaan panelis soal bagaimana strategi para capres dalam proses memodernisasi alutsista TNI. Prabowo dengan lantang mengatakan bahwa TNI Indonesia sangat rapuh dalam persenjataan maupun SDM serta anggaran untuk militer dinilainya masih sangat minim. Prabowo tidak percaya dengan kekuatan TNI dalam menjaga NKRI. Sebaliknya, Jokowi justru menegaskan bahwa SDM TNI wajib menguasai teknologi alutsista sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan TNI dalam mengikuti pesatnya perkembangan teknologi persenjataan militer dunia. Jokowi percaya TNI sangat kuat dalam menjaga NRI. Sampai di sini, Prabowo yang mantan perwira TNI, terlihat tidak memahami peta persenjataan militer dunia yang sudah semakin canggih, contemporary yang berbasis teknologi digital.

Politik Internasional

Prabowo mulai tampak ngawur ketika berbicara soal hubungan internasional. Capres nomor urut 02 ini hanya ngomongin senjata dan perang (tidak nyambung dengan tema debat). Prabowo sama sekali tidak paham soal politik internasional. Dia hanya berkutat dengan wacana perang dan membanggakan diri sebagai mantan perwira TNI, walaupun dirinya konon dipecat secara tidak hormat karena diduga terlibat dalam penculikan aktivis di era pemerintahan Soeharto.

Sedangkan Jokowi tetap fokus kepada sistem politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dengan memanfaatkan besarnya SDM muslim di Indonesia. Salah satunya contohnya ialah Indonesia dipercaya dan terlibat aktif sebagai mediator dalam proses perdamaian konflik di Afganistan.

Sesungguhnya, jika mau diruntut lebih jauh lagi tentang rekam jejak dan prestasi kedua paslon, Jokowi terbukti telah banyak berkarya untuk bangsa ini, walaupun masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Adapun hasil karya Jokowi untuk bangsa ini antara lain telah membubarkan PETRAL, mencabut subsidi BBM, membuat jalan tol Trans Papua sepanjang 4.320 km, membayar hutang warisan SBY sebesar Rp293 triliun, membuat enam rute Tol Laut dan melahirkan 15 Bandara baru di wilayah terluar Indonesia serta terlaksananya BBM satu harga di Papua.

Sedangkan Prabowo belum menghasilkan prestasi apapun. Namun, saya memaklumi hal ini karena memang Prabowo belum pernah menjadi presiden. Jadi, wajar saja kalau Prabowo hanya mengumbar janji kepada rakyat. Bila Prabowo jadi presiden, maka dia wajib menepati janjinya kepada rakyat. Adapun janji-janji Prabowo itu antara lain, akan menurunkan harga listrik dan harga pangan, menjamin ketersediaan pangan, meningkatkan penghasilan para petani, menegakkan law enforcement, mengembangkan biodiesel (B100), menolak impor serta utang luar negeri.

Sikap Politik Golputers

Tampilan Jokowi dalam debat ke-four capres menuai pujian, sanjungan dari sejumlah pengamat politik, akademisi, kalangan DPR dan rakyat jelata serta kelompok milenial dan kaum golputers. Tampaknya, kelompok milenial dan kaum golputers sudah mulai berani menentukan sikap politiknya setelah menyaksikan debat ke-four capres.

Kemungkinan besar, kelompok milenial maupun kaum golputers juga akan menentukan sikap politiknya untuk mendukung para caleg parpol yang mengusung Jokowi. Sebaliknya, mereka akan menolak dan tidak memilih para caleg dari parpol oposisi yang menentang kebijakan politik dan ekonomi Jokowi.

Adapun caleg dan parpol yang akan ditolak kelompok milenial dan kaum golputers yaitu Gerindra, PAN, PKS, Demokrat dan partai Berkarya besutan Tommy Soeharto. Sedangkan parpol baru seperti PSI dan Garuda masih belum signifikan menggoyahkan sikap politik milenial dan golputers.

Seburuk atau sebaik apapun pernyataan yang terlontar dari Jokowi dan Prabowo dalam debat ke-4 capres, saya tetap mengapresiasi mereka karena kedua paslon secara tegas, sadar dan terbuka menyebutkan bahwa Pancasila dan NKRI harga mati buat bangsa ini. Salam damai Indonesiaku, ngopi yuk?

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Identity

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Istimewa

Pak Prabowo Sudahlah, Ikhlaskan dan Santai Saja…

Toh pendukung Anda secara perlahan tetapi pasti, mulai pasrah karena faktanya pendukung capres 01 jumlahnya lebih besar dan signifikan.

Bukan itu saja, sedikitnya tujuh lembaga survei independen yang dalam waktu relatif bersamaan melakukan survei (baru-baru ini), ternyata hasilnya elektabilitas capres 01 masih unggul antara 18 sampai 20 persen di atas capres 02.

Saya percaya, capres 02 punya bakat dan kemampuan menjadi presiden seperti Soeharto dan SBY (dari trah militer). Namun, tahun ini bukanlah momentum yang tepat bagi capres 02. Barangkali hanya mukjizat Tuhan yang bisa mengangkat capres 02 jadi presiden di tahun 2019 ini. Momentum capres 02 bisa jadi presiden seharusnya terjadi di tahun 2014 lalu. Sayangnya momen itu telah berlalu.

Civil Society

Tapi bagi saya jadi presiden atau tidak, capres 02 sudah menunjukkan sosoknya sebagai salah satu pemimpin nasional yang memiliki banyak penggemar di Indonesia.

Dari sejumlah tokoh militer yang saya tahu, umumnya beberapa figur militer aktif maupun mantan militer memiliki perhatian besar terhadap berbagai persoalan bangsa. Tapi, seiring zaman yang terus berkembang, keberadaan civil society dan civil power semakin kuat dalam mengarungi dinamika kehidupan politik. Trah militer (aktif maupun mantan) untuk menjadi presiden dalam sebuah negara sudah berlalu sejak 30 tahun lalu dan itu telah terjadi diberbagai belahan negara manapun di dunia.

[ Penulis bersama Jenderal Agum Gumelar di salah satu lapangan golf di Pulau Batam tahun 2007 silam ]

Dinamika Politik

Bila militer kembali ke asalnya yakni pulang ke ‘barak’ itu merupakan hal yang wajar dan lumrah-lumrah saja.

Biarkan tampuk kekuasaan politik dikelola oleh kekuatan sosok sipil yang cerdas. militer cukup mengontrol saja. Tugas penting militer adalah menjaga dan mempertahankan Indonesia dari serangan musuh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Hal yang sama juga perlu dilakukan oleh ASN dan Polri. Mereka terikat dengan sumpah jabatan untuk netral dalam berpolitik dan terus menjalankan fungsinya dalam melayani publik. Militer, ASN dan Polri wajib menjaga dinamika politik yang sedang berkembang di masyarakat agar tetap adem-ayem sehingga kenyamanan, keamanan dan kedamaian sosial terus terjaga.

[ Penulis bersama Jenderal Wismoyo Arismunandar dalam acara Charity di Pulau Batam tahun 2007 silam ]

Jadi, bila ada segelintir oknum ASN, militer dan Polri yang berpura-pura netral dalam berpolitik, tetapi secara sembunyi-sembunyi mendukung salah satu capres (baik capres 01 maupun capres 02), saya tertawa geli.

Ada sesuatu yang sangat ‘lucu’, kenapa? Karena mereka berteriak netral, tapi sesungguhnya tidak netral. Yang lebih memprihatinkan lagi ialah mereka menunjukkan ketidaknetralannya dengan sikap dan perilaku emosional.

Sikap dan perilaku sejumlah oknum ASN, militer dan polri yang tidak netral, bagi saya biasa-biasa saja dan tidak perlu direspon secara emosional alias nyantai aja. Dalam tulisan singkat ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa sebaiknya seluruh ASN, militer dan polisi (baik yang masih aktif maupun mantan) berkewajiban menjaga harmoni sosial, sportif, berjiwa besar dan berlapang dada untuk mengawal siapapun yang akan menjadi presiden di negeri garuda ini. Salam seruput kopi tubruknya bro….

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Foto: Istimewa

Tuesday, June 9, 2020

Quovadis Tuhan dan Agama [ Merespon Tulisan Sujiwo Tejo ‘Ketika Agama Kehilangan Tuhan’ ]

Dalam pandangan saya, sesungguhnya agama dan Tuhan tidak saling mengalahkan. Agama juga tidak pernah mengambil hak-hak Tuhan sejak manusia meyakini adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Justru manusialah yang mengubah dirinya menjadi sosok agama dalam versinya sendiri dan merampas hak-hak Tuhan dengan cara-cara kejam. Lantas, siapa sebenarnya manusia yang dengan seenaknya mengubah dirinya menjadi sosok agama dan ‘merampok’ hak-hak Tuhan secara sadis? Dialah tokoh agama yang dirasuki iblis keserakahan, kerakusan, kekayaan, popularitas dan kekuasaan.

Dalam terminologi agama mayoritas di Indonesia, tokoh agama memiliki banyak sebutan seperti ulama, ustadz, kiai dan habib. Menurut saya, sebutan ulama telah mengalami pergeseran makna yang sangat signifikan berdasarkan penilaian dari dua kelompok aliran yang ada dalam satu agama mayoritas di Indonesia.

Tuhan Dipaksa Menyingkir

Kelompok pertama memaknai ulama sebagai ahli agama yang wajib menyuarakan syariah agama tertentu di Indonesia berdasarkan keberadaan agama mayoritas di Indonesia. Umumnya, para ulama dari kelompok pertama ini menyuarakan aspirasi agamanya dengan cara-cara keras dan saklek, tanpa mempedulikan aspek kemanusiaan dan dasar-dasar hukum positif negara. Pokoknya, bagi ulama kelompok ini, agama harus mengalahkan segala aspek kehidupan manusia dan agama menjelma menjadi Tuhan (Tuhan dipaksa menyingkir dalam ajaran agama).

Sedangkan ulama dalam pandangan kelompok kedua ialah seseorang yang memiliki keahlian ilmu agama dan ‘keahlian sosial’ yang kemampuannya berada diatas rata-rata para penganut agama mayoritas. Para ulama di kelompok ini berperan bukan hanya sebagai tokoh agama, tetapi juga menjadi pemimpin sosial dalam memecahkan berbagai persoalan publik dan agama dengan cara-cara bijaksana.

Dalam etimologi bahasa Arab, kata ulama berarti orang yang mengetahui karena memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi dan luas. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab, ulama adalah ilmuwan atau peneliti. Kemudian arti ulama mengalami perubahan setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama, khususnya Islam.

Sedangkan terminologi ulama menurut Wikipedia adalah seorang pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat, baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari hari, baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

Melihat fakta dua definisi ulama di atas, bila dikaitkan dengan perbedaan tafsir makna ulama oleh dua kelompok aliran penganut agama dalam satu agama mayoritas di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penganut agama mayoritas di Indonesia, belum atau bahkan tidak memahami makna kata ulama dengan baik dan benar dalam kehidupan sosialnya maupun dalam kehidupan keagamaannya.

Sesungguhnya, makna ulama bukan hanya sekadar memiliki keahlian agama, tetapi juga harus mempunyai pengetahuan umum yang tujuannya untuk menjawab semua problem sosial. Kelompok pertama yang memaknai ulama semata-mata sebagai ahli agama saja, sangat tidak tepat dan terlalu sempit sehingga ulama menjelma menjadi sosok agama yang kaku dan bersifat doktrin. Sedangkan kelompok kedua memaknai ulama bukan hanya sebagai orang yang ahli agama, tetapi juga mampu menunjukkan sikap dan perilaku baik dalam tataran norma umum, menyejukkan dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial serta mampu menjaga dan menerima adanya perbedaan apapun dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesimpulannya, ulama adalah seseorang yang memahami ilmu agama dan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan yang berfungsi untuk menjaga kerukunan antarsesama makhluk ciptaan Tuhan yang beraneka ragam. Jadi ulama itu bukan agama, apalagi Tuhan.

Agama Sebagai Doktrin

Di sisi lain, menurut saya sekarang ini sebagian kecil penganut agama mayoritas di Indonesia sedang mengalami krisis iman akut. Hal itu terjadi karena hati nurani dan nalar mereka hanya menjadikan agama sebagai doktrin. Tuhan dan manusia tidak lagi punya arti. Dalam pandangan mereka agamalah yang penuh arti. Buktinya, banyak penganut agama mayoritas menjadikan agama sebagai ‘gelang karet’ yang bisa ditarik kekiri, kekanan, keatas, kebawah, kesamping, kedepan, kebelakang dan kemana saja sesuka-sukanya. Agama sudah menjadi ‘gelang karet’. Sebagaimana sifat karet yang mampu mengikat sebuah barang dengan kencang maupun kendor. Artinya sosok ulama dalam ruang lingkup penilaian agama mayoritas (seperti telah disebutkan di atas) bisa memfungsikan agama semaunya dan ulama tidak boleh dibantah dan harus menjadi kebenaran mutlak.

Dalam mengimplementasikan agama sesuka hatinya, tentu saja tokoh agama memiliki kepentingan-kepentingan tertentu (kepentingan kekuasaan, kepentingan politik, kepentingan agama, kepentingan popularitas, kepentingan ekonomi, kepentingan budaya, kepentingan sosial atau bisa jadi kepentingan teknologi dan informasi). Sejumlah tokoh agama yang berperan sebagai sosok agama dan memainkan dirinya sebagai Tuhan. Contohnya ialah seseorang yang mengaku ustadz atau ulama berani menghina dan mengecam penganut agama lain dan juga agamanya sendiri karena adanya perbedaan dalam menafsirkan ayat-ayat di kitab suci. Belum lagi ada sejumlah penganut agama mayoritas yang mengklaim dirinya sebagai ulama atau keturunan nabi.

Sesungguhnya para tokoh agama adalah pewaris nabi. Tapi sayangnya dakwah yang dilakukan mereka lebih banyak didominasi oleh ujaran kebencian terhadap orang-orang yang berbeda kepentingan maupun agama. Padahal ajaran agama itu menyejukkan. Akhirnya agama mayoritas dan para penganutnya di Indonesia berubah menjadi monster yang begitu mengerikan, menakutkan, kejam dan sadis.

Coba Anda tengok fakta lainnya, banyak pejabat negara dan anggota parlemen yang korupsi ‘gila-gilaan’ berlindung dibalik agama, segelintir oknum politisi yang diduga kuat ingin ‘membunuh’ pejabat KPK mengaku penganut agama, sejumlah oknum yang diduga merencanakan aksi makar mengatasnamakan agama, aksi persekusi sekelompok ormas lantang menyebut-nyebut agama, aksi demo politik mengatasnamakan bela agama, sekelompok orang ingin mengganti Pancasila karena dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama, menebar fitnah dan hoaks selalu menggunakan jargon agama, politisi rakus dan serakah rajin meneriakkan agama, perbuatan intoleransi sekelompok orang selalu membawa-bawa agama. Pokoknya semua dikaitkan dengan agama. Akhirnya, agama di Indonesia menjadi bahan ‘lelucon’ agama lain sekaligus menjadi alat untuk membunuh yang paling ampuh.

Penganut agama mayoritas di Indonesia menjadi begitu hina derajatnya dalam agama itu sendiri. Perlahan tetapi pasti, bila agama terus-menerus dijadikan sebagai senjata mematikan, maka agama bukan hanya kehilangan TUHAN, tetapi juga kehilangan nilai-nilai KASIH SAYANG dalam pergaulan sosial.

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

@INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Foto: Istimewa

[ FIKSI ] Matrais Bocorkan Info Rahasia Malaikat, Capres Prasowo Sugianto Tak Lolos Tes Kesehatan

Ancaman politisi senior sekaligus ahli klenik Ahmat Rais (biasa disapa Matrais) yang akan menggelar people power karena hasil pilpres di negeri Melayunesia tahun 2019 ini dinilainya curang, ngak digubris rakyat. Belum lama ini, Matrais juga buat pernyataan heboh, dia membocorkan info rahasia dari malaikat langit ketujuh soal tidak lolosnya capres 02 Prasowo Sugianto dalam tes kesehatan.

Usai sholat Jum’at di mesjid daerah Kampung Sawah, saya bersama Matrais berjalan kaki menuju restoran padang ‘Nikmat Rasonyo’ untuk makan siang. Matrais mau nraktir saya. Selang sekitar 10 menit, kami sudah sampai di restoran. Pengunjung nampak ramai. Kami terpaksa duduk di pojok karena di sana masih ada dua kursi kosong dengan satu meja kecil yang sudah kumel. Tak perlu berlama-lama, Saya langsung pesan nasi rendang, sayur daun singkong plus teh tawar panas. Matrais pesan nasi gulai kikil, terong balado plus teh manis anget. Sambil nunggu pesanan, saya dan Matrais kongkow santai seputar kontestasi pilpres 2019.

EPISODE DUA

Dengan suara setengah berbisik Matrais bilang bahwa tiga hari lalu dia mendapat info rahasia A1 dari malaikat langit ke tujuh bahwa sebenarnya capres 02 Prasowo Sugianto tak lolos tes kesehatan. Info dari malaikat itu, kata Matrais, diterimanya saat dia ikut Musyawarah Langit dengan 1000 malaikat di istana mewah yang berada di langit lapis pertama.

“Bung Wawan kaget yaa…,” kata Matrais. Saya jawab biasa aja dan ngak terkejut. Matrais pernah cerita kepada saya bahwa dia adalah satu-satunya manusia di jagat raya yang dipercaya malaikat untuk menerima info rahasia dari Tuhan. Jadi, info Matrais pasti bukan hoaks.

Matrais melanjutkan ceritanya. Menurut medical record rumah sakit, syaraf motorik di batang otak capres 02 Prasowo Sugianto terkena kanker ganas. Itulah yang membuat Prasowo gampang marah alias emosional dan daya nalarnya menurun drastis. Lebih jauh Matrais bilang, wajah Prasowo jika diperhatikan dari dekat tampak sisi kanan bibirnya tertarik ke atas alias menyon, cara jalannya kaku seperti robot. Prasowo juga terus menggerak-gerakkan anggota tubuhnya karena itu merupakan bentuk terapi yang dianjurkan dokter spesialis syaraf otak di Rumah Sakit Welas Asih (RSWA). Dalam bahasa gampangnya Prasowo terserang stroke ringan. Namun, Prasowo terpaksa diloloskan tim dokter sebagai capres karena untuk menghindari tekanan politik empat parpol pengusung Prasowo.

EPISODE TIGA

Salah satu elit politik pengusung Prasowo dari parpol Demokratik yaitu Soebagio Bambang Yudhianto (SBY) tahu betul bahwa Prasowo stroke ringan, makanya SBY menolak pencapresan Prasowo dan dia meminta agar anaknya yakni Adhi Himawan Yudhianto (AHY) yang jadi capres dan Prasowo cawapresnya. Namun, permintaan SBY ditolak elit politik Partai Kembang Setaman (PKS) dan elit politik partai Gorindra. Waktu itu, Partai Antar Nusa (PAN) ngak punya sikap politik yang jelas terhadap Prasowo.

Dampak dari ditolaknya AHY jadi capres membuat Prasowo sangat khawatir karena bisa saja parpol Demokratik membelot ke kubu capres 01 Baidowi. Akhirnya, Prasowo menjanjikan AHY jabatan Menteri Pertahanan bila Prasowo menang. Prasowo juga membujuk parpol PAN agar ikut berkoalisi dengannya. Prasowo menjanjikan Ketua Umum PAN menduduki posisi Menkopolhukam.

EPISODE EMPAT

“Kenapa elit parpol Gorindra dan PKS tetap ngotot Prasowo nyapres ?” Tanya saya. Matrais diam sejenak sembari menghela nafas dalam-dalam.

“Nah disinilah strategi PKS. Sebenarnya, Prasowo menyadari bahwa dirinya tidak layak nyapres karena kondisi fisik dan jiwanya yang sangat labil. Itulah yang menyebabkan Prasowo menunda-nunda untuk mendeklarasikan dirinya sebagai capres. Prasowo sempat menolak. Namun, karena tekanan keras dari elite parpol PKS dan Gorindra, akhirnya terpaksa Prasowo mau juga nyapres. Agar manuver politik PKS berjalan lancar, Prasowo diinstruksikan untuk tidak mikirin cara kampanye. Prasowo hanya diperintahkan mengumbar pernyataan-pernyataan yang bersifat kontroversial. Tujuannya untuk merusak nama baik capres 01 Baidowi dan para pendukungnya,”ungkap Matrais.

Matrais juga menuturkan, PKS dan PAN yakin bahwa Prasowo akan mengalami tekanan emosional dari rakyat akibat pernyataannya yang kontroversial. Ujung-ujungnya, stroke Prasowo kambuh lagi dan dipastikan lebih parah. Strategi berikutnya, PKS dan Gorindra akan mendorong cawapres Fandi Eno untuk menggantikan posisi Prasowo sebagai capres dan wapresnya diserahkan kepada elit politik PKS. Di sini Fandi Eno dijadikan boneka dan hanya dikuras duitnya saja. Strategi politik ‘musuh dalam selimut’ PKS ini tidak disadari oleh elit politik parpol PAN, Demokratik dan Gorindra. Kalau Prasowo menang, maka PKS akan dengan leluasa merekayasa kebijakan politik dengan mengubah semua Undang-Undang dan ideologi negara dengan ajaran agama radikal. Dalam melakukan gerakan ini, PKS mendapat dukungan penuh dari gerombolan aliran agama garis keras, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

“Ini kalau Prasowo menang lho yaa, makanya mesin partai PKS ngotot dan terus menjalin komunikasi intensif dengan gerombolan aliran agama garis keras yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri,” tandas Matrais

?Kalau Prasowo kalah gimana?? Tanya saya.

?Yaaa?Kalau Prasowo kalah, semuanya gagal general. Elit politik di sekitar Prasowo termasuk saya sudah merencanakan buron alias kabur keluar negeri,? Ungkap Matrais.

“Lho kenapa kabur?” Kata saya penasaran. Menurut Matrais, rekam jejak elit politik empat parpol pengusung Prasowo yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi, memprovokasi intoleransi serta melanggar UU ITE sudah masuk listing Polri. Kalau mereka tidak kabur akan disapu bersih oleh capres 01 Baidowi.

Obrolan terhenti karena makanan sudah tersaji. Sebelum makan, Matrais berdoa. Setelah itu kami langsung menyantap masakan Padang dengan lahap. Sedaaap brooo

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Identity

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

@INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Istimewa