Showing posts with label agama. Show all posts
Showing posts with label agama. Show all posts

Tuesday, June 9, 2020

Quovadis Tuhan dan Agama [ Merespon Tulisan Sujiwo Tejo ‘Ketika Agama Kehilangan Tuhan’ ]

Dalam pandangan saya, sesungguhnya agama dan Tuhan tidak saling mengalahkan. Agama juga tidak pernah mengambil hak-hak Tuhan sejak manusia meyakini adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Justru manusialah yang mengubah dirinya menjadi sosok agama dalam versinya sendiri dan merampas hak-hak Tuhan dengan cara-cara kejam. Lantas, siapa sebenarnya manusia yang dengan seenaknya mengubah dirinya menjadi sosok agama dan ‘merampok’ hak-hak Tuhan secara sadis? Dialah tokoh agama yang dirasuki iblis keserakahan, kerakusan, kekayaan, popularitas dan kekuasaan.

Dalam terminologi agama mayoritas di Indonesia, tokoh agama memiliki banyak sebutan seperti ulama, ustadz, kiai dan habib. Menurut saya, sebutan ulama telah mengalami pergeseran makna yang sangat signifikan berdasarkan penilaian dari dua kelompok aliran yang ada dalam satu agama mayoritas di Indonesia.

Tuhan Dipaksa Menyingkir

Kelompok pertama memaknai ulama sebagai ahli agama yang wajib menyuarakan syariah agama tertentu di Indonesia berdasarkan keberadaan agama mayoritas di Indonesia. Umumnya, para ulama dari kelompok pertama ini menyuarakan aspirasi agamanya dengan cara-cara keras dan saklek, tanpa mempedulikan aspek kemanusiaan dan dasar-dasar hukum positif negara. Pokoknya, bagi ulama kelompok ini, agama harus mengalahkan segala aspek kehidupan manusia dan agama menjelma menjadi Tuhan (Tuhan dipaksa menyingkir dalam ajaran agama).

Sedangkan ulama dalam pandangan kelompok kedua ialah seseorang yang memiliki keahlian ilmu agama dan ‘keahlian sosial’ yang kemampuannya berada diatas rata-rata para penganut agama mayoritas. Para ulama di kelompok ini berperan bukan hanya sebagai tokoh agama, tetapi juga menjadi pemimpin sosial dalam memecahkan berbagai persoalan publik dan agama dengan cara-cara bijaksana.

Dalam etimologi bahasa Arab, kata ulama berarti orang yang mengetahui karena memiliki ilmu pengetahuan yang sangat tinggi dan luas. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab, ulama adalah ilmuwan atau peneliti. Kemudian arti ulama mengalami perubahan setelah diserap ke dalam Bahasa Indonesia yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama, khususnya Islam.

Sedangkan terminologi ulama menurut Wikipedia adalah seorang pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat, baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari hari, baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.

Melihat fakta dua definisi ulama di atas, bila dikaitkan dengan perbedaan tafsir makna ulama oleh dua kelompok aliran penganut agama dalam satu agama mayoritas di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penganut agama mayoritas di Indonesia, belum atau bahkan tidak memahami makna kata ulama dengan baik dan benar dalam kehidupan sosialnya maupun dalam kehidupan keagamaannya.

Sesungguhnya, makna ulama bukan hanya sekadar memiliki keahlian agama, tetapi juga harus mempunyai pengetahuan umum yang tujuannya untuk menjawab semua problem sosial. Kelompok pertama yang memaknai ulama semata-mata sebagai ahli agama saja, sangat tidak tepat dan terlalu sempit sehingga ulama menjelma menjadi sosok agama yang kaku dan bersifat doktrin. Sedangkan kelompok kedua memaknai ulama bukan hanya sebagai orang yang ahli agama, tetapi juga mampu menunjukkan sikap dan perilaku baik dalam tataran norma umum, menyejukkan dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial serta mampu menjaga dan menerima adanya perbedaan apapun dalam kehidupan bermasyarakat.

Kesimpulannya, ulama adalah seseorang yang memahami ilmu agama dan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan yang berfungsi untuk menjaga kerukunan antarsesama makhluk ciptaan Tuhan yang beraneka ragam. Jadi ulama itu bukan agama, apalagi Tuhan.

Agama Sebagai Doktrin

Di sisi lain, menurut saya sekarang ini sebagian kecil penganut agama mayoritas di Indonesia sedang mengalami krisis iman akut. Hal itu terjadi karena hati nurani dan nalar mereka hanya menjadikan agama sebagai doktrin. Tuhan dan manusia tidak lagi punya arti. Dalam pandangan mereka agamalah yang penuh arti. Buktinya, banyak penganut agama mayoritas menjadikan agama sebagai ‘gelang karet’ yang bisa ditarik kekiri, kekanan, keatas, kebawah, kesamping, kedepan, kebelakang dan kemana saja sesuka-sukanya. Agama sudah menjadi ‘gelang karet’. Sebagaimana sifat karet yang mampu mengikat sebuah barang dengan kencang maupun kendor. Artinya sosok ulama dalam ruang lingkup penilaian agama mayoritas (seperti telah disebutkan di atas) bisa memfungsikan agama semaunya dan ulama tidak boleh dibantah dan harus menjadi kebenaran mutlak.

Dalam mengimplementasikan agama sesuka hatinya, tentu saja tokoh agama memiliki kepentingan-kepentingan tertentu (kepentingan kekuasaan, kepentingan politik, kepentingan agama, kepentingan popularitas, kepentingan ekonomi, kepentingan budaya, kepentingan sosial atau bisa jadi kepentingan teknologi dan informasi). Sejumlah tokoh agama yang berperan sebagai sosok agama dan memainkan dirinya sebagai Tuhan. Contohnya ialah seseorang yang mengaku ustadz atau ulama berani menghina dan mengecam penganut agama lain dan juga agamanya sendiri karena adanya perbedaan dalam menafsirkan ayat-ayat di kitab suci. Belum lagi ada sejumlah penganut agama mayoritas yang mengklaim dirinya sebagai ulama atau keturunan nabi.

Sesungguhnya para tokoh agama adalah pewaris nabi. Tapi sayangnya dakwah yang dilakukan mereka lebih banyak didominasi oleh ujaran kebencian terhadap orang-orang yang berbeda kepentingan maupun agama. Padahal ajaran agama itu menyejukkan. Akhirnya agama mayoritas dan para penganutnya di Indonesia berubah menjadi monster yang begitu mengerikan, menakutkan, kejam dan sadis.

Coba Anda tengok fakta lainnya, banyak pejabat negara dan anggota parlemen yang korupsi ‘gila-gilaan’ berlindung dibalik agama, segelintir oknum politisi yang diduga kuat ingin ‘membunuh’ pejabat KPK mengaku penganut agama, sejumlah oknum yang diduga merencanakan aksi makar mengatasnamakan agama, aksi persekusi sekelompok ormas lantang menyebut-nyebut agama, aksi demo politik mengatasnamakan bela agama, sekelompok orang ingin mengganti Pancasila karena dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama, menebar fitnah dan hoaks selalu menggunakan jargon agama, politisi rakus dan serakah rajin meneriakkan agama, perbuatan intoleransi sekelompok orang selalu membawa-bawa agama. Pokoknya semua dikaitkan dengan agama. Akhirnya, agama di Indonesia menjadi bahan ‘lelucon’ agama lain sekaligus menjadi alat untuk membunuh yang paling ampuh.

Penganut agama mayoritas di Indonesia menjadi begitu hina derajatnya dalam agama itu sendiri. Perlahan tetapi pasti, bila agama terus-menerus dijadikan sebagai senjata mematikan, maka agama bukan hanya kehilangan TUHAN, tetapi juga kehilangan nilai-nilai KASIH SAYANG dalam pergaulan sosial.

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@wawanku86931157

@INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Foto: Istimewa

Sunday, June 7, 2020

Wabah Jamaah Sampah [Fenomena Doktrin Agama]

“Wabah jamaah sampah sedang terjadi di Indonesia,” kata temanku membuka kongkow santai di warkop tenda tempat saya dan teman-teman biasa ngobrol ngalor-ngidul. Pagi ini hujan turun sangat deras, kopi pait plus uli bakar sesi pertama habis. Cuaca yang sejuk dan dingin, membuat obrolan terus memanjang tanpa batas. Sesi kedua berlanjut, dua gelas wedang jahe panas dan sepiring pisang rebus merapat di meja triplek kumel.

Menurut temanku, jamaah sampah itu lahir dari tokoh agama sampah. Umumnya, para jamaah sampah kalau dengar ceramah tokoh agama sampah ditelan bulat-bulat dan tidak mau dikritisi atau sangat malas membaca referensi lain. Jamaah sampah sangat yakin bahwa dirinyalah yang paling suci, benar, taat serta merasa paling beriman kepada Tuhan. Jamaah sampah acapkali menganggap tokoh agama sampah seperti Tuhan yang tidak boleh dibantah. Tokoh agama sampah dinilai oleh mereka selalu benar dan tidak pernah salah. Jamaah sampah mudah sekali mengatasnamakan agama dalam mengatasi segala persoalan sosial yang sebenarnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama. Bagi Jamaah sampah, agama adalah doktrin hidup sesuai penafsiran mereka.

Lebih jauh teman saya menuturkan, kewajiban seorang jamaah bukan hanya sekadar sholat wajib 5 waktu dan sholat sunnah, bukan hanya khatam Al Qur’an, bukan hanya menunaikan ibadah haji serta berqurban, bukan hanya berzakat dan bersedekah, bukan hanya puasa Ramadhan dan puasa sunnah, bukan hanya ngedengerin ceramah ustadz di televisi, radio, majelis ta’lim serta membaca artikel rohani di koran, bukan hanya bersimpati kepada sesama umat beragama yang tertindas di negara lain, bukan hanya sekadar berdo’a siang dan malam, bukan hanya sekadar menafsirkan ayat-ayat kitab suci menurut versinya sendiri, bukan hanya bersorban dan bercelana cingkrang serta berjenggot, bukan hanya berjilbab dan bersorban, bukan hanya memutar-mutar butir-butir tasbih dijari-jari tangan, bukan hanya memakai wewangian minyak misik, bukan hanya memberi makan anak yatim piatu, bukan hanya berdzikir menyebut nama Tuhan ratusan kali, bukan hanya memasrahkan nasib kepada Tuhan, bukan hanya aksi demo bela agama, bukan hanya bergelar habib, ustadz, kyai atau ulama, bukan hanya berdakwah, bukan hanya meneriakkan takbir dengan lantang saat aksi demo, bukan juga mencap kafir penganut agama lain.

Sejenak temanku terdiam dan menyeruput wedang jahe anget. Agar terhindar dari sebutan jamaah sampah, maka seorang jamaah harus mampu dan berani menerjemahkan nilai-nilai dan ajaran agama melalui sikap dan perilaku yang baik dan berkualitas dalam kehidupan sosialnya, wajib saling menghormati dan menghargai antarsesama makhluk hidup ciptaan Tuhan di jagat raya, berbicara dan berperilaku santun, mengapresiasi segala perbedaan SARA yang ada dengan tulus dan ikhlas, berpikir cerdas dan kritis, berhati bersih, bermoral baik, menjaga kedamaian hidup, memperbanyak referensi dan guru dalam belajar agama, tidak mengklaim diri paling benar serta terus-menerus menebarkan kesejukkan dalam pergaulan sosial.

Banyak jamaah yang rajin sholat, membayar zakat, khatam Al Qur’an dan sejumlah pemimpin umat bergelar habib, ustadz, kyai dan ulama, tapi sayangnya sebagian besar sikap dan perilaku mereka masih seperti sampah yang baunya sangat menyengat dan terus menebarkan penyakit sosial.

Dalam agama apapun, bersikap dan berperilaku baik antar sesama makhluk ciptaan Tuhan sangat utama karena akan menjaga kedamaian hidup di alam raya sampai hari akhir yang ditentukan olehNya. Itulah yang disebut Islam ‘Rahmatan Lil ‘Alamin’. Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia.

Firman Allah SWT dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 menyebutkan, “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam”.

Sungguh begitu indahnya ajaran agama. Bayangkan, jika manusia memahami dan mengamalkan ajaran agama yang sebenar-benarnya, maka sungguh nyaman dan damainya jagat raya. Adzan Maghrib mas broo, sholat dulu yaaa, Wassalam…

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Youtube Channel

THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Foto: Istimewa

Friday, June 5, 2020

Quovadis Agama

Klik judul ini: Quovadis Agama

Ada apa dengan Sujiwo Tejo? Simak yuk?.

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Id

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Youtube Channel

THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: Ist

Tuesday, June 2, 2020

Aksi Demo Mengatasnamakan Agama, Tidak Perlu!

Klik link ini: https://www.youtube.com/watch?v=EGe3ruaI2GY&t=313s

Aksi demo mengatasnamakan agama sudah tidak perlu lagi. Yuk saksikan liputannya, (jangan lupa subscribe, share, like and comment yaaa) terima kasih.

Liputan on the spot ICTV bersama Wawan Kuswandi

Kontak ICTV: 081289349614

LIHAT JUGA:

Indocomm.blogspot.co.id

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Youtube Channel

THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Foto:Ist