Showing posts with label Arabisme. Show all posts
Showing posts with label Arabisme. Show all posts

Sunday, May 17, 2020

THE WAWAN KUSWANDI FORUM: Kudeta Kebudayaan Ancam Indonesia!

Presiden Jokowi harus menindak pelaku kudeta kebudayaan. Yuk simak, trims guys?

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Identification

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Televisi Inspirasi Indonesia

THE WAWAN KUSWANDI FORUM

#INDONESIAComment

Foto: Ist

Monday, May 11, 2020

Arabisme dan Radikalisme Ancam NKRI, Bertindaklah Pak Presiden!

Berdasarkan fakta yang terungkap, pengikut faham arabisme dan radikalisme di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Lantas, Kapan Presiden Jokowi bertindak keras dan tegas?

Arabisme (menerapkan budaya Arab) dimaknai oleh sebagian muslim ?Ingusan? Di Indonesia sebagai ajaran Islam. Contohnya, bila seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari tidak menggunakan bahasa, tulisan atau istilah Arab, maka dicap tidak islami. Seorang muslim yang tidak berpakaian gamis (jubah panjang) saat ibadah dinilai kurang islami. Seorang perempuan muslim yang tidak berjilbab dan bercadar dituding belum bisa disebut muslimah. Tidak menerapkan hukum Islam seperti di Arab Saudi dituduh melanggar ajaran Islam. Fenomena lainnya yang juga mewabah ialah dipasangnya label halal pada sejumlah destinasi wisata umum dan beberapa pusat perbelanjaan alias mall. Sungguh, semua penilaian di atas sangat sesat dan sangat mengkhawatirkan.

Ajaran Islam bukanlah Arab Saudi dan Arab Saudi adalah sebuah negara bukan ajaran Islam. Kaum muslim Indonesia seharusnya memahami hal ini dengan cara mempelajari sejarah lahirnya agama Islam dan berdirinya negara Kerajaan Arab Saudi. Agama Islam dan Arab Saudi adalah dua hal yang sangat berbeda.

Penerapan Arabisme berarti mencabut karakter, jati diri dan kebudayaan Indonesia. Sekelompok ormas radikal berbasis agama, partai politik berbasis agama dan sejumlah oknum yang mengklaim dirinya sebagai tokoh agama (ulama, kiai, ustadz, habib, da?I) dalam berbagai contoh kasus ceramah dan tulisannya di sosial media (YouTube, Facebook, Instagram, Pinterest, WhatsApp/WA) terus mempropagandakan Arabisme. Lantas, kapan Jokowi melakukan tindakan keras dan tegas?

Proses cuci otak yang dilakukan tokoh agama ?Mendadak ulama? Terhadap kaum muslim Indonesia berlangsung sangat cepat dan radikal. Bagi umat muslim yang pemahaman agamanya mungkin masih sangat terbatas, maka akan mudah dipengaruhi Arabisme. Untuk menghadapi darurat Arabisme ini, negara bersama ormas islam terbesar, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan kelompok islam moderat lainnya harus bertindak cepat. Jangan terjadi pembiaran, bila tidak ingin Indonesia hancur dan terjadi perang saudara.

Selain persoalan darurat Arabisme, negeri ini juga sudah disusupi kelompok pengusung negara khilafah dengan membawa-bawa ideologi wahabi, salafi, jihadi dan takfiri. Siapa saja yang menolak ideologi mereka, disebut kafir dan wajib diperangi.

Doktrin Radikalisme

Saat ini, paham wahabi, Salafi, Jihadi, takfiri sudah menyebar secara mendalam ke sejumlah ke lembaga pendidikan nasional dan pesantren di Indonesia. Menurut sejumlah sumber yang saya baca ada sekitar 32 pondok pesantren di Indonesia yang terpapar paham wahabi dan salafi. Negara, dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya melakukan pembersihan dengan mengubah kurikulum pendidikan dan menerapkan sertifikasi pengajar, baik di pesantren maupun lembaga pendidikan nasional.

Donatur Radikalisme

Bukan hanya lembaga pendidikan yang terpapar radikalisme, sejumlah lembaga donasi amal di Indonesia yang bergerak secara on line juga telah terpapar paham wahabi, salafi, jihadi, takfiri. Mereka mendukung pendanaan pembentukan negara khilafah. Dari records yang saya baca, ada sekitar sembilan lembaga donasi di Indonesia yang mendukung berdirinya negara khilafah. Salah satu contohnya ialah Indonesia Humanitarian Relief (IHR) yang beberapa waktu lalu dituding memberi bantuan makanan dan dana kepada kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan ISIS di Suriah. IHR dalam operasionalisasinya bekerja sama dengan IHH (Insan Hak ve Hurriyetleri ve Insani Yardim Vakfi/ Yayasan untuk Hak Azasi Manusia, Kebebasan dan Bantuan Kemanusiaan) sebuah LSM terbesar di negara Turki.

Dalam berbagai laporan penyelidikan, LSM IHH ternyata menyuplai senjata kepada kelompok Mujahidin. Tanggal 3 Januari 2014, harian Turki Hurriyet melaporkan bahwa polisi Turki memergoki truk-truk bantuan IHH berisi amunisi dan senjata yang akan dikirim kepada pasukan-pasukan jihad di Suriah. Bahkan, truk itu didampingi pejabat dari Organisasi Intelijen Nasional (MIT) Turki. Beberapa hari sebelumnya, pemerintah Suriah secara resmi mengirimkan surat protes ke PBB atas tindakan Turki yang secara sistematis menyuplai senjata kepada para militan yang ingin menggulingkan pemerintahan Suriah. Menurut Dubes Suriah untuk PBB, mereka [para teroris] dilatih di perbatasan Turki-Suriah, dan setelah itu otoritas Turki membantu mereka untuk masuk ke wilayah Suriah.

Mengetahui kebusukannya terbongkar, Presiden Turki Erdogan langsung menghalangi media massa untuk mengekspos masalah ini. Tanggal 26 November 2014, dua wartawan dipenjara karena menulis mengenai kasus ini yaitu Pemred Cumhuriyet Can Dundar dan pimpinan biro harian Ankara, Erdem Gul.

Mantan pejabat polisi Turki Ahmet Sait Yayla yang langsung menyelidiki kasus ini menyebut pemimpin IHH ditangkap karena IHH terbukti mendukung ISIS. Polisi anti-teror Turki menggerebek beberapa kantor IHH di perbatasan Turki-Suriah dan menangkap beberapa orang dengan tuduhan terkait dengan Al Qaida.

Infiltrasi Radikalisme

Penyebaran paham radikalisme di Indonesia semakin massif dan gerakan mereka sudah sangat terbuka. Ini sungguh mengerikan. Kelompok-kelompok wahabi, salafi, jihadi, takfiri dengan sengaja menantang negara untuk mengganti Pancasila dengan ideologi khilafah dan menerapkan hukum Islam versi mereka. Untuk memuluskan rencana ini, mereka melakukan infiltrasi ke masjid-masjid BUMN dan sejumlah kampus negeri bonafit.

Gerakan ini tercium Badan Intelijen Negara (BIN). Buktinya staf khusus Kepala BIN Arief Tugiman menyatakan, ada 500 masjid di seluruh Indonesia terpapar paham radikalisme. Forty one dari 500 masjid itu berada di kompleks kantor pemerintahan alias BUMN dan kantor-kantor kementerian. Sebagian besar Aparatur Sipil Negara (ASN) terkontaminasi paham radikalisme. "Berdasarkan degree radikalisme dari forty one masjid itu, 7 masjid kategori rendah, 17 masjid kategori sedang dan 17 masjid kategori tinggi," ucap Tugiman.

Para pemimpin khilafah yakin bahwa selain masjid, kampus juga menjadi sarana perfect untuk menyebarkan ideologi mereka. Kaum intelektual kampus dicuci otaknya dengan ajaran dan nilai-nilai islam bermazhab wahabi, salafi, jihadi dan takfiri. Dengan berhasil dikuasainya kampus dan masjid, para pengusung khilafah yakin bahwa langkah untuk mendirikan negara khilafah akan berhasil. Mereka sangat agresif melakukan penyusupan ke kampus-kampus di seluruh Indonesia. Menurut data BIN, sebanyak 39 persen mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia tertarik paham radikalisme. Daerah-daerah yang mengidolakan khilafah di antaranya Jawa Barat, Banten, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, dan Riau.

Di sisi lain, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga sudah mengeluarkan daftar perguruan tinggi negeri (PTN) ternama yang terpapar paham radikalisme yaitu Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Innstitut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Mataram.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga memaparkan statistics hasil penelitian yang dimilikinya. Menurut Ryamizard, ada sekitar tiga persen anggota TNI terpapar paham radikalisme. Hal tersebut disampaikannya saat acara halal bihalal Mabes TNI di GOR Ahmad Yani, Cilangkap, Rabu (19/6/2019).

Ryamizard juga mengungkapkan, sebanyak 23,four persen mahasiswa setuju dengan negara khilafah, lalu ada 23,3 persen pelajar SMA. Selain itu, ada 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila.Kemudian 19,four persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila.

Ormas Radikal

Pihak Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga menyebut ada 19 nama organisasi massa (ormas) di Indonesia yang tergolong radikal. Hal itu diungkapkan Kepala Satkorwil Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Jawa Timur Dr H. Umar Usman.

Dihadapan sekitar 350 peserta pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) Banser angkatan III Satkorcab Banser Trenggalek di Pondok Pesantren Hidayatulloh Kecamatan Pule, Trenggalek, Sabtu (28/five/2019), Umar Usman mengatakan ke 19 organisasi itu antara lain Jamaah Islamiyah, Tauhid Wal Jihad, NII, Majelis Mujahidin Indonesia Timur, Mujahidin Indonesia Barat, Ring Banten, Jamaah Ansharut Tauhid, Jamaah Al-Tawhid wal-Jihad, Pendukung dan Pembela Daulah Islamiah, Jamaah Anshauri Daulah, Ma'had Ansharullah, Laskar Dinullah, Gerakan Tauhid Lamongan, Halawi Makmun Grup, Ansharul Khilafah Jawa Timur, IS Aceh, Ikhwan Muahid Indonesia fil Jazirah al-Muluk, Khilafatul Muslimin, dan Al Muhajirin (sempalan HTI).

?Ke-19 organisasi ini terus menggunakan kekerasan mulai dari mengkafirkan selain kelompoknya, melakukan teror, menembak, meledakan bom, dan kegiatan lain yang mengandung teror. Ada organisasi yang dikelompokkan anti NKRI dan Pancasila diantaranya, neo-PKI dan HTI. Ini yang harus juga diwaspadai,? Kata Umar Usman.

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Id

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Televisi Inspirasi Indonesia

THE WAWAN KUSWANDI FORUM

#INDONESIAComment

Foto: Ist

Friday, May 8, 2020

Megawati Usir Pengusung Khilafah, Kapan Prabowo Ganyang Ormas Radikal?

Indonesia bukan negara agama, tetapi negara hukum. Oleh sebab itu, negara wajib menghormati dan melindungi semua pemeluk agama yang akan melakukan ritual atau perayaan keagamaannya. Kapan Prabowo akan Ganyang Ormas Radikal?#GANYANGORMASRADIKAL.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sudah secara tegas mengusir segelintir pengusung ideologi khilafah di Indonesia #USIRKHILAFAH. Tindakan tegas Ketum parpol berlambang Banteng ini patut dicontoh parpol lain dan aparat penegak hukum di Indonesia.

Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menegaskan, bila sekelompok pengusung khilafah lebih memilih cara yang merusak, maka mereka harus angkat kaki dari Indonesia. Menurut Megawati, paham khilafah sudah selesai pada tahun 1924, bersamaan dengan runtuhnya Turki Utsmani berganti dengan Republik Turki. Ideologi Indonesia adalah Pancasila, bahkan ide Pancasila sudah diapresiasi di negara-negara di Timur Tengah.

"Jangan rusak Indonesia, tolong. pergilah kalian!" kata Megawati di Workshop Wawasan Kebangsaan untuk PNS di Lingkungan Kementerian Sosial, Gedung Konvensi TMPN Utama Kalibata, Jakarta Selatan,seperti diberitakan Detiknews (9/12/2019).

Radikalisme Meningkat

Jauh hari sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian saat masih menjabat Kapolri mengatakan, aksi terorisme atau radikalisme telah meningkat forty two persen disepanjang tahun 2018. Pelaku teror yang ditangkap sebanyak 396 pelaku.

"Sepanjang tahun 2018, jumlah aksi meningkat 42 persen dibandingkan tahun 2017, yakni dari 12 kasus menjadi 17 kasus," kata Tito saat menyampaikan hasil kinerja dan evaluasi Rilis Akhir Tahun Mabes Polri 2018 di Gedung Rupatama, Jakarta Selatan, seperti dilansir Okenews (27/12/2018). Aksi terorisme atas nama agama yang paling banyak menyedot perhatian publik di tahun 2018 ialah rentetan bom di Kota Surabaya, Jawa Timur.

Teroris Medsos

Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemblokiran terhadap konten internet yang memuat radikalisme dan terorisme sebanyak eleven.803 konten, mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2019 (information Kominfo 19 Maret 2019). Platform konten yang terbanyak diblokir yaitu fb dan instagram sebesar eight.131 konten. Sementara di twitter sebanyak eight.131 konten. Konten radikalisme dan terorisme yang diblokir di google/YouTube sebanyak 678 konten. Kemudian 614 konten di platform telegram, 502 konten di filesharing, dan 494 konten di situs web.

Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2017, Kementerian Kominfo sudah melakukan pemblokiran konten sebanyak 323 konten, yang terdiri dari 202 konten di situs web, 112 konten di platform telegram, 8 konten di fb dan instagram dan 1 konten di YouTube.

Tahun 2018, telah diblokir konten radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten yang terdiri dari 7.One hundred sixty konten di facebook dan instagram, 1.316 konten di twitter, 677 konten YouTube, 502 konten di telegram, 502 konten di document sharing, dan 292 konten di situs web. Selama Januari sampai Februari 2019 telah dilakukan pemblokiran sebanyak 1031 konten yang terdiri 963 konten facebook dan instagram dan sixty eight konten di twitter.

Tindakan pemblokiran sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bahkan, ada eleven kementerian/lembaga (Kemenko Polhukam, Kemendagri, Kemendag, Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, BIN, BNPT, BIPP, BKN, KASN) ikut menandatangani SKB tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Ke 11 Kementerian itu bertanggungjawab penuh untuk menjaga empat pilar negara yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Prabowo Harus Bertindak

Sesungguhnya rakyat sangat berharap, terutama kepada Menteri pertahanan Prabowo Subianto bekerjasama dengan Mendagri dan Menag untuk segera bertindak tegas dan keras untuk memberantas, membubarkan dan menangkap oknum-oknum yang diduga kuat sebagai pelaku arabisme, radikalisme, terorisme, ormas-ormas radikal dan pengusung khilafah.

Oknum-oknum perusak ideologi Pancasila ini disinyalir sudah menyusup ke lembaga-lembaga pendidikan nasional, lembaga negara, pesantren-pesantren, kelompok pengajian di masjid-masjid, lembaga donasi online yang mengatasnamakan islam dan yatim piatu serta sejumlah oknum ASN/BUMN, karyawan pemerintahan di provinsi, kabupaten dan kabupaten kota di seluruh Indonesia #PRABOWOHARUSBERTINDAK.

Ada lima langkah yang bisa dilakukan Prabowo, Mendagri dan Menag untuk mengatasi kelompok arabisme, radikalisme, pengusung khilafah dan ormas-ormas radikal ini yaitu: Pertama , mencabut status kewarganegaraan mereka, bila mereka menolak ideologi pancasila. Kedua , menangkap dan menghukum keras mereka sesuai UU yang berlaku, bila perlu menerapkan hukuman mati. Ketiga , mengusir mereka dari Indonesia dan negara memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih negara lain di luar Indonesia. Keempat , menembak mati, bila tindakan anarkisme mereka telah melampaui batas kemanusiaan, melanggar UU, intoleransi yang menjurus konflik SARA, merusak keamanan, kenyamanan negara serta melakukan makar, baik secara langsung maupun tak langsung. Kelima , menangkap dan menghukum keras pembuat dan penyebar konten internet yang menyebarluaskan arabisme, radikalisme, terorisme, dan khilafah. Jadi, negara tidak hanya sebatas melakukan pemblokiran, tetapi juga menghukum keras dan tegas kepada mereka sebagai efek jera.

Seluruh instrumen negara, termasuk Polri dan TNI agar serius menjaga keamaman negara dari kelompok yang ingin memecah belah NKRI, mengganti idelogi Pancasila dan merusak toleransi nasional. Rakyat yakin, bila negara tegas dan keras tanpa kopromi, maka di tahun 2021 mendatang Indonesia akan terbebas dari bahaya radikalisme, khilafah dan arabisme. Semoga.

LIHAT JUGA:

Indocomm.Blogspot.Co.Identity

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@INDONESIACommentofficial

@wawanku86931157

ICTV Televisi Inspirasi Indonesia

THE WAWAN KUSWANDI FORUM

#INDONESIAComment

Foto: Ist