Berdasarkan fakta yang terungkap, pengikut faham arabisme dan radikalisme di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Lantas, Kapan Presiden Jokowi bertindak keras dan tegas?
Arabisme (menerapkan budaya Arab) dimaknai oleh sebagian muslim ?Ingusan? Di Indonesia sebagai ajaran Islam. Contohnya, bila seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari tidak menggunakan bahasa, tulisan atau istilah Arab, maka dicap tidak islami. Seorang muslim yang tidak berpakaian gamis (jubah panjang) saat ibadah dinilai kurang islami. Seorang perempuan muslim yang tidak berjilbab dan bercadar dituding belum bisa disebut muslimah. Tidak menerapkan hukum Islam seperti di Arab Saudi dituduh melanggar ajaran Islam. Fenomena lainnya yang juga mewabah ialah dipasangnya label halal pada sejumlah destinasi wisata umum dan beberapa pusat perbelanjaan alias mall. Sungguh, semua penilaian di atas sangat sesat dan sangat mengkhawatirkan.
Ajaran Islam bukanlah Arab Saudi dan Arab Saudi adalah sebuah negara bukan ajaran Islam. Kaum muslim Indonesia seharusnya memahami hal ini dengan cara mempelajari sejarah lahirnya agama Islam dan berdirinya negara Kerajaan Arab Saudi. Agama Islam dan Arab Saudi adalah dua hal yang sangat berbeda.
Penerapan Arabisme berarti mencabut karakter, jati diri dan kebudayaan Indonesia. Sekelompok ormas radikal berbasis agama, partai politik berbasis agama dan sejumlah oknum yang mengklaim dirinya sebagai tokoh agama (ulama, kiai, ustadz, habib, da?I) dalam berbagai contoh kasus ceramah dan tulisannya di sosial media (YouTube, Facebook, Instagram, Pinterest, WhatsApp/WA) terus mempropagandakan Arabisme. Lantas, kapan Jokowi melakukan tindakan keras dan tegas?
Proses cuci otak yang dilakukan tokoh agama ?Mendadak ulama? Terhadap kaum muslim Indonesia berlangsung sangat cepat dan radikal. Bagi umat muslim yang pemahaman agamanya mungkin masih sangat terbatas, maka akan mudah dipengaruhi Arabisme. Untuk menghadapi darurat Arabisme ini, negara bersama ormas islam terbesar, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan kelompok islam moderat lainnya harus bertindak cepat. Jangan terjadi pembiaran, bila tidak ingin Indonesia hancur dan terjadi perang saudara.
Selain persoalan darurat Arabisme, negeri ini juga sudah disusupi kelompok pengusung negara khilafah dengan membawa-bawa ideologi wahabi, salafi, jihadi dan takfiri. Siapa saja yang menolak ideologi mereka, disebut kafir dan wajib diperangi.
Doktrin Radikalisme
Saat ini, paham wahabi, Salafi, Jihadi, takfiri sudah menyebar secara mendalam ke sejumlah ke lembaga pendidikan nasional dan pesantren di Indonesia. Menurut sejumlah sumber yang saya baca ada sekitar 32 pondok pesantren di Indonesia yang terpapar paham wahabi dan salafi. Negara, dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya melakukan pembersihan dengan mengubah kurikulum pendidikan dan menerapkan sertifikasi pengajar, baik di pesantren maupun lembaga pendidikan nasional.
Donatur Radikalisme
Bukan hanya lembaga pendidikan yang terpapar radikalisme, sejumlah lembaga donasi amal di Indonesia yang bergerak secara on line juga telah terpapar paham wahabi, salafi, jihadi, takfiri. Mereka mendukung pendanaan pembentukan negara khilafah. Dari records yang saya baca, ada sekitar sembilan lembaga donasi di Indonesia yang mendukung berdirinya negara khilafah. Salah satu contohnya ialah Indonesia Humanitarian Relief (IHR) yang beberapa waktu lalu dituding memberi bantuan makanan dan dana kepada kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan ISIS di Suriah. IHR dalam operasionalisasinya bekerja sama dengan IHH (Insan Hak ve Hurriyetleri ve Insani Yardim Vakfi/ Yayasan untuk Hak Azasi Manusia, Kebebasan dan Bantuan Kemanusiaan) sebuah LSM terbesar di negara Turki.
Dalam berbagai laporan penyelidikan, LSM IHH ternyata menyuplai senjata kepada kelompok Mujahidin. Tanggal 3 Januari 2014, harian Turki Hurriyet melaporkan bahwa polisi Turki memergoki truk-truk bantuan IHH berisi amunisi dan senjata yang akan dikirim kepada pasukan-pasukan jihad di Suriah. Bahkan, truk itu didampingi pejabat dari Organisasi Intelijen Nasional (MIT) Turki. Beberapa hari sebelumnya, pemerintah Suriah secara resmi mengirimkan surat protes ke PBB atas tindakan Turki yang secara sistematis menyuplai senjata kepada para militan yang ingin menggulingkan pemerintahan Suriah. Menurut Dubes Suriah untuk PBB, mereka [para teroris] dilatih di perbatasan Turki-Suriah, dan setelah itu otoritas Turki membantu mereka untuk masuk ke wilayah Suriah.
Mengetahui kebusukannya terbongkar, Presiden Turki Erdogan langsung menghalangi media massa untuk mengekspos masalah ini. Tanggal 26 November 2014, dua wartawan dipenjara karena menulis mengenai kasus ini yaitu Pemred Cumhuriyet Can Dundar dan pimpinan biro harian Ankara, Erdem Gul.
Mantan pejabat polisi Turki Ahmet Sait Yayla yang langsung menyelidiki kasus ini menyebut pemimpin IHH ditangkap karena IHH terbukti mendukung ISIS. Polisi anti-teror Turki menggerebek beberapa kantor IHH di perbatasan Turki-Suriah dan menangkap beberapa orang dengan tuduhan terkait dengan Al Qaida.
Infiltrasi Radikalisme
Penyebaran paham radikalisme di Indonesia semakin massif dan gerakan mereka sudah sangat terbuka. Ini sungguh mengerikan. Kelompok-kelompok wahabi, salafi, jihadi, takfiri dengan sengaja menantang negara untuk mengganti Pancasila dengan ideologi khilafah dan menerapkan hukum Islam versi mereka. Untuk memuluskan rencana ini, mereka melakukan infiltrasi ke masjid-masjid BUMN dan sejumlah kampus negeri bonafit.
Gerakan ini tercium Badan Intelijen Negara (BIN). Buktinya staf khusus Kepala BIN Arief Tugiman menyatakan, ada 500 masjid di seluruh Indonesia terpapar paham radikalisme. Forty one dari 500 masjid itu berada di kompleks kantor pemerintahan alias BUMN dan kantor-kantor kementerian. Sebagian besar Aparatur Sipil Negara (ASN) terkontaminasi paham radikalisme. "Berdasarkan degree radikalisme dari forty one masjid itu, 7 masjid kategori rendah, 17 masjid kategori sedang dan 17 masjid kategori tinggi," ucap Tugiman.
Para pemimpin khilafah yakin bahwa selain masjid, kampus juga menjadi sarana perfect untuk menyebarkan ideologi mereka. Kaum intelektual kampus dicuci otaknya dengan ajaran dan nilai-nilai islam bermazhab wahabi, salafi, jihadi dan takfiri. Dengan berhasil dikuasainya kampus dan masjid, para pengusung khilafah yakin bahwa langkah untuk mendirikan negara khilafah akan berhasil. Mereka sangat agresif melakukan penyusupan ke kampus-kampus di seluruh Indonesia. Menurut data BIN, sebanyak 39 persen mahasiswa di 15 provinsi di Indonesia tertarik paham radikalisme. Daerah-daerah yang mengidolakan khilafah di antaranya Jawa Barat, Banten, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, dan Riau.
Di sisi lain, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga sudah mengeluarkan daftar perguruan tinggi negeri (PTN) ternama yang terpapar paham radikalisme yaitu Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Innstitut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Mataram.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga memaparkan statistics hasil penelitian yang dimilikinya. Menurut Ryamizard, ada sekitar tiga persen anggota TNI terpapar paham radikalisme. Hal tersebut disampaikannya saat acara halal bihalal Mabes TNI di GOR Ahmad Yani, Cilangkap, Rabu (19/6/2019).
Ryamizard juga mengungkapkan, sebanyak 23,four persen mahasiswa setuju dengan negara khilafah, lalu ada 23,3 persen pelajar SMA. Selain itu, ada 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila.Kemudian 19,four persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila.
Ormas Radikal
Pihak Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga menyebut ada 19 nama organisasi massa (ormas) di Indonesia yang tergolong radikal. Hal itu diungkapkan Kepala Satkorwil Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Jawa Timur Dr H. Umar Usman.
Dihadapan sekitar 350 peserta pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) Banser angkatan III Satkorcab Banser Trenggalek di Pondok Pesantren Hidayatulloh Kecamatan Pule, Trenggalek, Sabtu (28/five/2019), Umar Usman mengatakan ke 19 organisasi itu antara lain Jamaah Islamiyah, Tauhid Wal Jihad, NII, Majelis Mujahidin Indonesia Timur, Mujahidin Indonesia Barat, Ring Banten, Jamaah Ansharut Tauhid, Jamaah Al-Tawhid wal-Jihad, Pendukung dan Pembela Daulah Islamiah, Jamaah Anshauri Daulah, Ma'had Ansharullah, Laskar Dinullah, Gerakan Tauhid Lamongan, Halawi Makmun Grup, Ansharul Khilafah Jawa Timur, IS Aceh, Ikhwan Muahid Indonesia fil Jazirah al-Muluk, Khilafatul Muslimin, dan Al Muhajirin (sempalan HTI).
?Ke-19 organisasi ini terus menggunakan kekerasan mulai dari mengkafirkan selain kelompoknya, melakukan teror, menembak, meledakan bom, dan kegiatan lain yang mengandung teror. Ada organisasi yang dikelompokkan anti NKRI dan Pancasila diantaranya, neo-PKI dan HTI. Ini yang harus juga diwaspadai,? Kata Umar Usman.
Pak Presiden tolong luangkan waktu Anda sedikit saja untuk membaca tulisan pendek dan sederhana ini. Bila Anda ingin negara ini tetap aman, nyaman dan damai dibawah ideologi Pancasila dan NKRI, maka Anda wajib menolak#TolakEksISIS orang-orang Indonesia eks ISIS yang ingin pulang ke negeri ini.
Tapi, jika Anda mau Indonesia hancur lebur dan menghidupkan ideologi khilafah, silahkan Anda boyong sekitar 600 orang Indonesia eks ISIS pulang.
Sekadar saran Pak Presiden, hindari mendengarkan pendapat oknum-oknum Komnas HAM yang bicara soal HAM hanya dalam perspektif dirinya sendiri, tanpa mau melihat konteks HAM bagi rakyat Indonesia. Kurang lebih 600 orang eks ISIS dibandingkan dengan 267 juta rakyat Indonesia tidak ada apa-apanya. Silahkan pak Presiden pilih, mau mengorbankan rakyat dan bangsa ini atau memulangan eks ISIS yang sudah bukan lagi WNI?
Pak Presiden, jangan percaya ocehan sejumlah oknum politisi yang minta eks ISIS dipulangkan karena alasan kemanusiaan versi mereka sendiri. Mereka sama sekali tidak memahami makna sebenar-benarnya perikemanusiaan terhadap sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan.
Pak Presiden, ISIS itu hanya kelompok kecil pembunuh manusia yang sengaja diciptakan oleh sejumlah negara modern yang biadab untuk menguasai dunia.
Tahukah Pak Presiden? ISIS sudah kalah perang dan para pengikutnya butuh perhatian dunia dengan menciptakan tangisan ‘dramatis’ di media massa dan sosial media, agar mereka bisa dipulangkan ke negara asalnya. Para pengikut ISIS yang menjadi pesakitan di negara mereka masing-masing mendapat hukuman berat. Bahkan, di Suriah mereka akan dieksekusi mati.
Seandainya Pak Presiden ingin memulangkan eks ISIS ke negeri ini, maka butuh berapa besar dana untuk deradikalisasi? Akan efektifkah deradikalisasi itu? Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap eks ISIS? Siapkah Anda menanggung risiko tinggi terhadap keberlangsungan bangsa ini?
Pak Presiden, Anda pasti sudah tahu. Saat ini faham radikalisme, terorisme, arabisme, intoleransi, penyebaran ideologi khilafah terus merongrong negara ini melalui jalur parpol, politisi, NGO, dan ormas berbasis agama. Aparat keamanan bangsa ini belum mampu secara maksimal membasmi gerakan mereka. Jadi, kalau eks ISIS benar-benar akan dipulangkan, bahaya Pak Presiden….!!!
Radikalisme Meningkat
Pak Presiden, Mendagri Tito Karnavian saat masih menjabat Kapolri mengatakan, aksi terorisme dan radikalisme meningkat 42 persen disepanjang tahun 2018. Pelaku teror yang ditangkap sebanyak 396 pelaku.
"Sepanjang tahun 2018, jumlah aksi meningkat 42 persen dibandingkan tahun 2017, yakni dari 12 kasus menjadi 17 kasus," kata Tito saat menyampaikan hasil kinerja dan evaluasi Rilis Akhir Tahun Mabes Polri 2018 di Gedung Rupatama, Jakarta Selatan, seperti dilansir Okenews (27/12/2018). Aksi terorisme atas nama agama yang paling banyak menyedot perhatian publik di tahun 2018 ialah rentetan bom di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Pak Presiden, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga telah melakukan pemblokiran terhadap konten internet yang memuat radikalisme dan terorisme sebanyak 11.803 konten, mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2019 (data Kominfo 19 Maret 2019). Platform konten yang terbanyak diblokir yaitu facebook dan instagram sebesar 8.131 konten. Sementara di twitter sebanyak 8.131 konten. Konten radikalisme dan terorisme yang diblokir di google/YouTube sebanyak 678 konten. Kemudian 614 konten di platform telegram, 502 konten di filesharing, dan 494 konten di situs web.
Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2017, Kementerian Kominfo sudah melakukan pemblokiran konten sebanyak 323 konten, yang terdiri dari 202 konten di situs web, 112 konten di platform telegram, 8 konten di facebook dan instagram dan 1 konten di YouTube.
Tahun 2018, telah diblokir konten radikalisme dan terorisme sebanyak 10.499 konten yang terdiri dari 7.160 konten di facebook dan instagram, 1.316 konten di twitter, 677 konten YouTube, 502 konten di telegram, 502 konten di file sharing, dan 292 konten di situs web. Selama Januari sampai Februari 2019 telah dilakukan pemblokiran sebanyak 1031 konten yang terdiri 963 konten facebook dan instagram dan 68 konten di twitter.
Pak Presiden Anda juga tahu khan, ada 11 kementerian/lembaga (Kemenko Polhukam, Kemendagri, Kemendag, Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, BIN, BNPT, BIPP, BKN, KASN) ikut menandatangani SKB tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Ke 11 Kementerian itu bertanggungjawab penuh untuk menjaga empat pilar negara yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
ICTV: Aksi Demo Wajib Damai dan Nyaman
ISIS Tamat
Pak Presiden, kekalahan gerombolan ISIS di Irak, Suriah, Yaman, Afganistan, dan sejumlah negara lainnya, telah membuktikan bahwa mereka adalah kelompok orang lemah dan frustasi. ISIS sudah tamat
Jauh-jauh hari sebelum kelompok ISIS popular di dunia, ISIS hanyalah sekelompok pemberontak yang diduga sengaja diciptakan AS dan Arab Saudi untuk mengobok-obok kepemimpinan politik di kawasan Timur Tengah. Hal itu dilakukan Amerika karena mereka ingin menjadi penguasa minyak dunia.
Sedangkan Arab Saudi, dalam sepuluh tahun terakhir ini, dominasinya semakin surut di Timur Tengah karena negara-negara lain yang ada di kawasan Teluk semakin maju. Tentu saja, Arab Saudi merasa jadi ‘terbelakang’ dan ingin kembali merebut hegemoninya sebagai pemimpin negara-negara di Timur Tengah. Salah satu strateginya ialah menghancurkan kepemimpinan politik di sejumlah negara Timur Tengah, maka tak heran ketika Arab Saudi dan AS saling bekerjasama (simbiosa mutualisma) untuk menghancurkan negara-negara Timur Tengah, dengan mempersenjatai dan mendanai kelompok pemberontak sebagai embrio ISIS. (Baca : Obama Terpeleset Lidah, Bilang AS Melatih ISIS - CNN indonesia/http://www.cnnindonesia.com/…/obama-terpeleset-lidah-bilan…/)
Dengan dukungan AS dan Arab Saudi, ISIS menjadi isu dunia. Arab Saudi, AS dan sekutunya akan jadi semakin mudah bila ingin mengintervensi sejumlah negara di Timur Tengah, Eropa dan Asia melalui isu ISIS.
Isu yang dihembuskan AS dan Arab Saudi saat ini ialah mereka ingin ‘membasmi’ kelompok ISIS. Baik AS maupun Arab Saudi terus-menerus mempropagandakan ISIS, agar tujuan intervensi mereka dapat tercapai tanpa diketahui publik dunia. (Baca : Wikileaks: Hillary Clinton sebut Saudi dan Qatar danai ISIS | merdeka .../https://www.merdeka.com/…/wikileaks-hillary-clinton-sebut-s…)
Dalam sejumlah pemberitaan media internasional yang valid, sebenarnya kelompok ISIS sangat kecil dan lemah. ISIS menjadi popular karena propaganda AS dan Arab Saudi serta media-media sekutu mereka. Sejumlah media massa, sosial media dan NGO yang pro AS dan Arab Saudi dengan sengaja dan terbuka mempropagandakan kekejaman ISIS. Tujuannya ialah untuk membentuk opini publik dunia. Bahkan, kabarnya, ISIS juga mendapat dukungan dana dan persenjataan dari Arab Saudi dan AS serta 40 negara G20. (Baca : HEBOH..Putin Ungkap 40 Negara Danai ISIS di KTT G20 dan Cibir NATO di Suriah/https://arrahmahnews.com/…/heboh-putin-ungkap-40-negara-da…/).
Dengan semakin gencarnya propaganda ISIS, maka AS dan Arab Saudi berharap, negara-negara di dunia menjustifikasi ISIS sebagai kelompok bersenjata yang besar. Padahal, faktanya ISIS kecil dan lemah. Sekarang ISIS sudah hancur lebur. Kekalahan ISIS di dunia, membuat AS dan Arab Saudi serta konco-konconya frustasi.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya ialah ISIS menjadi ‘popular’ karena para penggila media sosial yang tidak tahu-menahu tentang ISIS terus mengupload hampir semua gerakan ISIS. Sebagian besar penggila medsos di Indonesia pun tanpa sengaja ikut mempropagandakan ISIS melalui sosial media.
AS dan Arab Saudi, sudah lama menargetkan kawasan Asia, Filipina dan Indonesia. Baik AS maupun Arab Saudi secara sengaja dan terbuka melemparkan isu ISIS di Asia dengan tujuan agar situasi politik dan ekonomi Asia menjadi tidak stabil. (Baca : Serangkaian bukti Amerika dan Saudi sebenarnya dukung ISIS/https://www.merdeka.com/…/serangkaian-bukti-amerika-dan-sau…)
Kalau situasi ekonomi dan politik di Asia labil, maka AS dan Arab Saudi akan dengan mudah mengintervensi. Namun, upaya ‘busuk’ AS dan Arab Saudi terkendala dengan solidnya hubungan dua negara kuat di Asia yaitu Tiongkok dan Korea Utara (Korut) yang didukung Rusia. Itulah yang menjadi penyebab, mengapa AS dan Arab Saudi sulit mengobok-obok negara di kawasan Asia dengan memakai isu ISIS.
Ketakutan AS dan Arab Saudi semakin parah ketika Tiongkok, Korut dan Rusia serta negara-negara di Asia lainnya saling ‘bergandengan tangan’ untuk menghadapi ISIS. Rusia juga mendukung negara-negara Asia yang kontra AS dan Arab Saudi, maka tak heran kalau kelompok ISIS tidak mampu masuk ke negara-negara komunis serta sejumlah negara di kawasan Asia lainnya. Sampai kapan pun AS dan Arab Saudi akan sulit merusak hegemoni Asia kalau Tiongkok, Korea Utara, Rusia serta negara-negara Asia lainnya bersatu menghadapi AS dan Arab Saudi. Jadi, ISIS itu ‘populer’ hanya karena pemberitaan propaganda yang dengan sengaja dilakukan AS dan Arab Saudi. #TolakEksISIS
PERHATIAN: Bila Anda cinta tanah air Indonesia, VIRALKAN dan SHARE artikel ini. Terima kasih.