Aksi PA 212 yang diduga kuat terus mempolitisasi agama semakin redup. Sejak awal, umat muslim Indonesia tidak pernah percaya dengan keberadaan PA 212. Di sisi lain, kredibilitas Jokowi justru semakin bersinar di mata umat islam Indonesia dan dunia.
Jumlah peserta reuni PA 212 yang digelar di Monas tanggal 2 Desember 2019 lalu, semakin menurun. Namun, panitia reuni PA 212 tetap mengklaim pesertanya mencapai jutaan, walaupun tidak disertai records statistik yang pasti.
Di pihak berbeda, Polri menyebut jumlah peserta reuni PA 212 hanya ratusan ribu. Menurut statistics kepolisian, jumlah peserta reuni PA 212 tahun 2017 hanya sekitar 30 ribu orang. Tahun 2018, sekitar forty ribu orang dan di tahun 2019 ini, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy menyebutkan bahwa jumlah peserta reuni PA 212 menurun drastis menjadi 10 ribu orang.
Berdasarkan records Polri di atas, fakta telah menunjukkan bahwa keberadaan PA 212 semakin tenggelam. Kepercayaan umat muslim Indonesia terhadap PA 212 perlahan tetapi pasti semakin terkikis habis. Aksi reuni PA 212 juga sepi dari kehadiran politisi nasional.
Mata Dunia
Tidak berjauhan waktunya dengan acara reuni PA 212, Presiden Jokowi mendapatkan penghargaan Asian of the Year 2019 dari media Singapura, The Straits Times, Kamis (5/12/2019). Penghargaan ini sekaligus membuktikan bahwa Singapura sebagai salah satu ‘mata dunia', semakin percaya dan mengapresiasi kepemimpinan Jokowi. Bukan itu saja, mayoritas umat muslim Indonesia (sekitar 80 persen lebih) mendukung penuh Jokowi dalam melaksanakan semua program kerjanya untuk kemajuan bangsa, sekaligus membawa kedamaian antarumat beragama di Indonesia dibawah naungan ideologi Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pemberian penghargaan itu merupakan puncak penilaian dunia atas kemimpinan Jokowi karena mantan Gubernur DKI Jakata ini, telah memberikan kontribusi sangat signifikan bagi bangsa Indonesia yang berdampak langsung bagi kehidupan berbangsa di kawasan Asia. Jokowi juga memiliki kemampuan dalam mengatasi hassle sosial dan keagamaaan di dalam negeri yang hasilnya berdampak positif bagi kehidupan antarumat beragama di kawasan Asia, bahkan dunia.
Jokowi memang dikenal sebagai seorang presiden yang mampu berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang penuh dengan perbedaan SARA dari Sabang sampai Merauke. Adanya isu besar seperti radikalisme serta aksi kelompok intoleran yang mengatasnamakan agama, mampu diredam Jokowi dengan cara-cara yang tegas sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Maka tak heran ketika sekumpulan oknum dengan membawa label PA 212 atau ormas seperti FPI gagal mendapat kepercayaan dari umat beragama di Indonesia.
Blusukan Jokowi
Gaya kepemimpinan yang sederhana dan merakyat melalui cara-cara blusukan tentu saja menjadi kunci utama Jokowi untuk memberi perhatian kepada rakyat dari berbagai lapisan sosial ekonomi, sekaligus melihat lebih jauh kehidupan sosial antarumat beragama di Indonesia. Apa yang telah dilakukan Jokowi ini, akhirnya berdampak konstruktif bagi proses komunikasi sosial popular,baik di kawasan Asian maupun dunia.
Selain itu, Jokowi juga mampu mengatasi pergerakan ekstremisme yang mengatasnamakan agama dan gerakan separatis yang terjadi di beberapa pulau di Indonesia. Kekuatan Jokowi lainnya yang juga mendapat apresiasi dunia dan rakyat Indonesia ialah dia berhasil memperluas perlindungan sosial melalui kebijakan kesehatan dalam software BPJS.
Presiden ke 7 Indonesia ini juga menegaskan bahwa NKRI dan ideologi Pancasila merupakan harga mati. Untuk itulah, Jokowi menekankan persatuan dan keharmonisan bangsa harus terus diperkuat dan ditingkatkan. Dia pernah mengatakan bahwa tidak ada toleransi bagi kelompok manapun dan siapapun yang ingin mengganti Pancasila dan memecah NKRI.
Merespon atas diterimanya penghargaan bergengsi itu, Jokowi mengunggahnya melalui akun resmi Twitter Jokowi, @ jokowi, Kamis (five/12/2019). "Terima kasih. Ini kehormatan bukan untuk saya semata-mata, tapi untuk Indonesia," tulis Jokowi.
Operasi senyap yang dilakukan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok benar-benar membuat mafia migas sekarat. Ahok yang dikenal sebagai pemimpin jujur dan memegang teguh komitmen untuk transparan kepada publik telah membuat oknum-oknum ‘perampok’ minyak negara yang bercokol di Pertamima terkapar berat.
Salah satu buktinya ialah PT Pertamina sudah dua kali menurunkan harga BBM di tahun 2020 yaitu harga Bahan Bakar Khusus (BBK), seperti Pertamax dan Pertamax Turbo. Harga BBM jenis Pertamax mengalami penyesuaian dari sebelumnya Rp9.200 menjadi Rp9.000 per liter. Pertamax Turbo disesuaikan dari Rp9.900 menjadi Rp9.850 per liter. Sebelumnya, tanggal 5 Januari 2020 lalu, Pertamina juga sudah menurunkan harga BBM untuk jenis Pertamax series dan Dex series.
Selain soal penurunan harga, Ahok juga sudah menerapkan transparansi di perusahaan pelat merah itu dengan membuka data impor bahan bakar minyak (BBM) PT Pertamina di laman resmi www.pertamina.com. Langkah itu merupakan cara paling efektif sebagai upaya Ahok untuk menciptakan Good Corporate Governance (GCG). Cara ini diharapkan bisa membawa perubahan signifikan bagi ladang bisnis Pertamina.
Transparansi tentu akan mengawasi kinerja Pertamina agar menjadi lebih profesional. Selama ini sudah menjadi rahasia umum bahwa Pertamina menjadi ladang korup segerombolan oknum, banyak terjadi maladministrasi serta birokrasinya yang dibuat rumit. Apa yang dilakukan Ahok dan Pertamina merupakan implementasi atas Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 187K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
LIHAT dan BACA JUGA:
Pasang Iklan Pilkada 2020 di Indocomm, Keputusan Tepat!
Darurat Korupsi, Saatnya Koruptor Dihukum Mati!
Politisasi Agama
Namun, gebrakan Ahok di Pertamina mendapat perlawanan dari sekelompok oknum dengan membawa bendera ormas kecil seperti PA 212. Diantara oknum yang tidak suka Ahok di Pertamina ialah direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara yang menjadi salah satu orator dalam aksi 212 di Monas, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020) lalu. Dia meminta Ahok mundur karena tak rela eks Gubernur DKI Jakarta itu menjabat Komisaris Utama Pertamina.
Perlawanan yang dilakukan PA 212 ini, tentu bukan tanpa alasan karena disinyalir sejumlah oknum elite di beberapa BUMN adalah pemasok dana bagi segelintir ormas radikal yang terus mempolitisasi agama untuk kepentingan politik. Maka, tak heran bila sejumlah elite BUMN dicopot dari jabatannya.
Meneg BUMN, Erick Thohir tampaknya mengetahui tentang adanya dugaan jaringan konspirasi antara kelompok ormas radikal dengan oknum elite di beberapa BUMN. Untuk itu, Erick secara tegas menolak tuntutan ngawur PA 212 yang meminta Ahok turun dari Komisaris Utama Pertamina. Dalam hal ini Erick juga diduga telah berhasil memutus jaringan kerjasama ormas radikal dengan oknum elite BUMN.
Kapabilitas Ahok
Jauh-jauh hari sebelum Ahok masuk bursa pejabat elite Pertamina banyak yang protes, khususnya dari serikat kerja Pertamina. Bahkan, ada sejumlah oknum politisi yang menilai Ahok tidak punya kapasitas dan kapabilitas.
Dikecam seperti itu, Ahok menilai hal itu biasa-biasa saja. Sesungguhnya mengukur kualitas, kapasitas dan kapabilitas seseorang di BUMN bukan dengan cara emosional dan melupakan rasionalitas. Kinerja seseorang di BUMN, termasuk Ahok harus diukur dari hasil akhir setelah melalui proses yang relatif panjang.
Ahok tentu memiliki beban moral yang sangat kuat di Pertamina. Mau tidak mau dia harus menghadapi mafia migas. Memperbaiki kinerja Pertamina merupakan tanggung jawabnya sebagai pejabat yang terikat sumpah jabatan untuk melindungi perusahaan negara.
Dalam memimpin Pertamina, Ahok harus mempunyai strategi khusus, karena Presiden Jokowi secara tegas telah memerintahkannya untuk mengeksekusi tiga tugas utama yaitu memberantas mafia migas, menekan impor miyak dan gas serta merealisasikan pembangunan kilang minyak nasional.
Mendapat tiga tugas penting itu, Ahok tentu harus melaksanakannya sekaligus membela kepentingan rakyat, terutama soal harga minyak dan gas bumi. Pertamina bukan milik mafia migas, tetapi milik negara dan rakyat serta harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Jadi, wajib hukumnya bagi Ahok untuk memberantas mafia migas di Pertamina dengan segala risikonya.