Saya pernah membaca beberapa artikel di sosial media maupun media mainstream yang ditulis para profesor kampus yang mengungkapkan bahwa ketidakadilan sosial adalah faktor utama pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia. Benarkah demikian? ITU SALAH BESAR. Lho kok bisa? Gerakan radikal berbalut agama tidak ada hubungannya sedikitpun dengan soal adil dan tak adil.
Saya tidak memahami metodologi atau kerangka teori apa yang dipakai para profesor kampus sehingga mereka berani mengatakan bahwa ketidakadilan sosial menjadi akar masalah lahirnya gerakan radikal.
Kalau pun teori itu benar, mengapa itu baru terjadi sekarang? Mengapa tidak terjadi disaat kepemimpinan sebelum era Joko Widodo? Ada apa dengan para akademisi Indonesia yang kini mulai sempit cara berpikirnya dalam melihat persoalan ketidakadilan sosial di Indonesia?
Berbeda dengan mereka, saya meyakini bahwa gerakan radikal berbalut agama yang terjadi di Indonesia, bukan karena masalah ketidakadilan sosial.
Gerakan radikal justru muncul karena ketidakmampuan golongan agama tertentu, terutama kaum muslim yang tidak bisa memahami makna hakiki nilai-nilai sosial ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebab lain yang tidak kalah pentingnya ialah sifat serakah dan rakus untuk menjadi penguasa juga menjadi ?Energi? Beracun yang membuat seseorang atau sekelompok massa, melakukan gerakan radikal.
Selain dua faktor diatas, masih ada alasan lain yang juga menyulut munculnya gerakan radikal berbalut agama yaitu pola pikir kaum muslim yang terkontaminasi oleh doktrin sesat yaitu bahwa agama mayoritas harus berkuasa dan agama minoritas harus tunduk kepada agama mayoritas.
Dari ketiga faktor di atas itulah. Kemudian kaum muslim berani menggunakan simbol-sombol keagamaan untuk melakukan gerakan radikal.
Jadi, bila ada profesor kampus yang menyimpulkan bahwa ketidakadilan sosial adalah pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia, itu adalah BOHONG BESAR.
Saya menduga, para profesor kampus hanyalah sesosok ilmuwan yang hanya berkutat pada teori-teori semu. Mereka tidak memahami bahwa acapkali teori terkadang bertentangan dengan realitas. Fakta dan realitas lebih penting daripada sekedar tumpukan teori. Para profesor kampus sudah seperti seekor katak dalam tempurung. Ngomong-ngomong dah lama nih ngak nyeruput teh tubruk. Toss buat pak prof di kampus, srupuuuutt?.
Www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
Indocomm.Blogspot.Com
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com