Sunday, August 2, 2020

Ketidakadilan & Radikalisme

Saya pernah membaca beberapa artikel di sosial media maupun media mainstream yang ditulis para profesor kampus yang mengungkapkan bahwa ketidakadilan sosial adalah faktor utama pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia. Benarkah demikian? ITU SALAH BESAR. Lho kok bisa? Gerakan radikal berbalut agama tidak ada hubungannya sedikitpun dengan soal adil dan tak adil.

Saya tidak memahami metodologi atau kerangka teori apa yang dipakai para profesor kampus sehingga mereka berani mengatakan bahwa ketidakadilan sosial menjadi akar masalah lahirnya gerakan radikal.

Kalau pun teori itu benar, mengapa itu baru terjadi sekarang? Mengapa tidak terjadi disaat kepemimpinan sebelum era Joko Widodo? Ada apa dengan para akademisi Indonesia yang kini mulai sempit cara berpikirnya dalam melihat persoalan ketidakadilan sosial di Indonesia?

Berbeda dengan mereka, saya meyakini bahwa gerakan radikal berbalut agama yang terjadi di Indonesia, bukan karena masalah ketidakadilan sosial.

Gerakan radikal justru muncul karena ketidakmampuan golongan agama tertentu, terutama kaum muslim yang tidak bisa memahami makna hakiki nilai-nilai sosial ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

Penyebab lain yang tidak kalah pentingnya ialah sifat serakah dan rakus untuk menjadi penguasa juga menjadi ?Energi? Beracun yang membuat seseorang atau sekelompok massa, melakukan gerakan radikal.

Selain dua faktor diatas, masih ada alasan lain yang juga menyulut munculnya gerakan radikal berbalut agama yaitu pola pikir kaum muslim yang terkontaminasi oleh doktrin sesat yaitu bahwa agama mayoritas harus berkuasa dan agama minoritas harus tunduk kepada agama mayoritas.

Dari ketiga faktor di atas itulah. Kemudian kaum muslim berani menggunakan simbol-sombol keagamaan untuk melakukan gerakan radikal.

Jadi, bila ada profesor kampus yang menyimpulkan bahwa ketidakadilan sosial adalah pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia, itu adalah BOHONG BESAR.

Saya menduga, para profesor kampus hanyalah sesosok ilmuwan yang hanya berkutat pada teori-teori semu. Mereka tidak memahami bahwa acapkali teori terkadang bertentangan dengan realitas. Fakta dan realitas lebih penting daripada sekedar tumpukan teori. Para profesor kampus sudah seperti seekor katak dalam tempurung. Ngomong-ngomong dah lama nih ngak nyeruput teh tubruk. Toss buat pak prof di kampus, srupuuuutt?.

Www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Saturday, August 1, 2020

Muslim Cerdas Berkualitas

Umat muslim Indonesia harus cerdas & berkualitas dengan tidak hanya mengutamakan kepentingan diri  sendiri, tetapi juga selalu berbagi kebaikan sesama penganut agama lain. Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Tetapi, akan jauh lebih sempurna,  bila manusia dalam menjalankan ajaran agamanya selalu memperlihatkan cara-cara damai di tengah-tengah banyaknya perbedaan. Umat muslim Indonesia wajib mengkritisi banyaknya pernyataan para ustadz, ustadzah, kyai, da’i maupun habib yang cenderung bersifat menghujat, memecah-belah dan menciptakan konflik antarumat beragama.

Siapapun yang mengaku tokoh islam, tetapi bila dalam setiap pernyataannya selalu mengumbar kecaman dan menyebar kebencian, maka mereka bukan termasuk dalam golongan muslim yang cerdas dan berkualitas. Umat muslim Indonesia adalah manusia yang cinta damai. Kecerdasan dan kualitas umat muslim Indonesia wajib diwujudkan melalui  pemikiran-pemikiran yang bersifat komprehensif dan universal.

Islam merupakan rahmat bagi alam semesta.  Allah SWT  berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya 21:107)

Umat muslim harus menyadari bahwa hidup adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Umat Islam perlu menanamkan pemikiran yang jernih, ikhlas, jujur, damai dan bersih.  Islam telah menempatkan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan pada derajat yang lebih tinggi, sebagaimana firman Allah SWT, “...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...”(QS Al Mujadilah 58:11).

Selayaknya, umat muslim Indonesia juga tidak melulu bermain dalam tataran ritual, tetapi harus berani menyentuh realitas kehidupan sosial. Saling toleransi antarsesama umat beragama,  menjadikan umat islam bukan hanya cerdas dan berkualitas,  tetapi juga telah menunjukkan derajatnya yang mulia di alam raya.

Mulai hari ini dan seterusnya, tinggalkan  para ‘penjahat’ yang berkedok ustadz, ustadzah, kyai, ulama maupun habib yang  bertujuan merusak sendi-sendi ajaran islam.  Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al Hujurat 49:6)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Tinggalkan Ustadz Munafik!

Mulai hari ini sampai dunia berakhir,  mari kita tinggalkan ceramah ustadz munafik. Ustadz munafik yang bagaimana yang wajib kita tinggalkan? Kok bisa ada seorang ustadz munafik? Pertanyaan ini cukup menggelitik saya. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara islam terbesar di dunia. Tapi mengapa diantara sesama umat muslim, baik  di Indonesia maupun dunia, acapkali terjadi  ‘perang dingin’ yang berlarut-larut? Bahkan, di Indonesia konflik antar sesama penganut agama islam yang beda aliran maupun dengan agama lain, masih terjadi walaupun dalam tataran bawah.

Persoalan konflik antarpenganut agama yang sama, terutama islam dengan berbagai aliran yang berbeda atau dengan agama lain di negeri garuda ini, tidak boleh dianggap enteng. Mengapa? Karena akan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI dan bisa merusak solidnya kerukunan antarumat beragama (toleransi) di Indonesia.

Sentimenisme antar pemeluk agama terjadi karena sebagian para ustadz, ustadzah, kyai, ulama, habib, da’i,  pemimpin ormas berbasis islam, politisi  islam dan sejumlah  pejabat dan aparat negara yang mengatasnamakan islam,  menganggap dirinya sudah paling baik dan benar.

Para pemimpin muslim yang munafik ini, menilai penganut agama islam yang beda aliran serta agama lain adalah salah. Oleh karena itulah, mereka melakukan dakwah provokatif agar ajarannya diikuti dengan cara-cara memaksa.

Apa ukurannya seorang pemimpin muslim munafik? Gampang saja. Ciri-ciri pemimpin muslim yang munafik ialah ceramah, khotbah atau dakwah yang mereka lakukan bersifat menebar kebencian, menyulut permusuhan, melakukan fitnah, ilmu islamnya sangat sedikit, memuja hoax, terlalu mudah mengkafir-kafirkan  dan membid’ahkan penganut agama lain.

Setinggi apapun ilmu agamanya, sehebat apapun dalil dan tafsir kitab suci  yang dikuasainya, setaqwa apapun ibadahnya, sepopuler apa pun namanya di media massa  maupun sosial media, kalau mereka  mengaku bahwa dirinya sudah paling benar,  sedangkan penganut agama islam yang beda aliran  dan agama lain  dinilai  salah, maka mereka itulah para pemimpin muslim munafik. Islam adalah agama kasih sayang dan cinta damai dalam segala perbedaan.

Allah SWT berfirman  dalam  surat Al-Anbiya ayat 107, “…Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam...”. Jadi, apakah Anda masih mau mengikuti para pemimpin muslim munafik? Semua terserah Anda. Ngopi dulu brooo…

Www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Nafsu Manusia

Nafsu adalah musuh manusia yang paling sadis. Sekejam-kejamnya godaan iblis, ternyata masih lebih kejam nafsu manusia. Iblis tak perlu repot-repot lagi membujuk kaum Adam AS untuk mendukung mereka menjadi musuh Tuhan, lantaran nafsu sudah mengendalikan sikap dan perilaku hidup manusia sehari-hari.

Ketika gaya hidup manusia sudah mulai berpihak kepada kebendaan, maka kejahatan di jagat raya pasti akan semakin mengerikan. Sekarang ini, sebagian penduduk dunia, termasuk orang Indonesia sudah lama akrab dengan orientasi kebendaan. Dalam konteks pergaulan sosial, kebendaan identik dengan melimpahnya kekayaan materi.

Disadari atau tidak, orientasi kebendaan secara diam-diam menggiring hati, pikiran, sikap dan perilaku manusia menuju peradaban nafsu. Nafsu terus membujuk manusia memburu harta, uang, wanita dan jabatan. Manusia tidak lagi peduli dengan halal dan haram. Manusia saling ‘bunuh’ saat memburu kebendaan. Plautus Asinaria (195M) dalam karyanya yang berjudul ‘Lupus Est Homo Homini’ menggambarkan bahwa manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (Homo Homini Lupus).

Salah satu bentuk kongkret nafsu manusia ialah korupsi dan tindakan asusila yang dilakukan sejumlah pejabat, politisi maupun tokoh agama. Nafsu terus mendikte manusia. Nafsu merusak siapa saja tanpa kecuali. Nafsu membuat manusia menjadi sosok yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Manusia tidak lagi menghargai harkat dan martabatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia.

Detik per detik, penetrasi nafsu membabi-buta menggoyahkan hati nurani dan melunturkan logika sehat manusia. Akhirnya, lahirlah perilaku hedonism, opportunism, anarchism, free sex dalam kehidupan manusia. Perilaku saling sayang menyayangi antarsesama makhluk ciptaan Tuhan lenyap. Sikap toleransi dan saling menghormati antarsesama manusia terkubur. Perbuatan jujur manusia menjadi public enemy.

Istilah ‘Homo Homini Socius’ yang menyebutkan bahwa manusia adalah teman bagi sesama manusia yang dicetuskan filsuf Lucius Annaeus Seneca (65 M) tak berlaku lagi. Iblis bersuka cita dan tertawa terkekeh-kekeh, ketika nafsu menguasai manusia.

Disaat-saat kritis, ketika saya mengalami rasa takut yang teramat sangat dengan serangan nafsu yang bertubi-tubi, saya bersyukur masih ada setitik cahaya menyeruak dari sudut sajadah. Saya berterima kasih kepada sang pemilik jagat raya. Penghormatan yang setinggi-tingginya pun saya persembahkan untuk keluarga besar saya. ‘Semoga, seluruh makhluk hidup di alam semesta terhindar dari peradaban nafsu. Aamiin…(Foto/Ilustrasi:Ist)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Friday, July 31, 2020

Saat Ramadhan, Pilihlah Dakwah Progresif Edukatif (puasa hari ke-15)

Saya bersyukur kepadaNya karena di Indonesia saya bisa belajar ilmu agama islam bukan hanya dari buku-buku, sekolah non formal keagamaan atau institusi/sekolah khusus keagamaan (pesantren) yang banyak bertebaran di Indonesia, tetapi juga bisa melalui media massa dan sosial media (dengan catatan saya harus mengkritisi setiap artikel yang ada).

Namun, ditengah-tengah tingginya rasa syukur, saya masih merasa prihatin ketika melihat banyaknya pemimpin umat islam yang dalam syiar agama atau berdakwahnya tidak lagi sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

Banyak para pendakwah islam, saat berceramah lebih banyak mengutamakan unsur menghujat, mengumbar kebencian, mengecam, mendiskreditkan atau mengklaim dirinyalah yang paling benar dan pantas untuk diikuti.

Sedikitnya ada 3 (tiga) version dakwah islam yang selama ini saya temui yaitu :

1. Dakwah islam provokatif. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan mengumbar kebencian atas adanya perbedaan keyakinan atau prinsip-prinsip dasar keagamaan. Kalimat yang dilontarkan dalam dakwah ini sengaja diciptakan untuk menyulut emosi jamaah. Contohnya ialah ungkapan mengkafir-kafirkan penganut agama lain atau dengan mudahnya mengeluarkan pernyataan bid’ah terhadap sesama penganut agama yang sama. Dakwah provokatif bisa melahirkan permusuhan antarumat beragama. Umumnya, dakwah provokatif banyak dilakukan oleh para pemimpin ormas keagamaan atau oleh pendakwah islam yang memiliki kepentingan tertentu.

2. Dakwah islam statik dogmatik. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan materi yang sangat sederhana, tidak ada inovasi atau analisis dan penafsiran mendalam terhadap ajaran agama islam. Dakwah ini membuat jamaah pasif dan tidak kritis serta tidak mampu melihat agama islam dalam konteks yang lebih luas untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah islam statik dogmatik banyak dilakukan oleh para pendakwah yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dalam ilmu agama islam.

3. Dakwah islam Progresif edukatif. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan materi yang informatif, progresif, komprehensif dan edukatif. Dakwah edukatif lebih banyak memberikan pengajaran, pengarahan dan bimbingan mendalam tentang agama islam kepada jamaah. Dakwah ini membuat jamaah menjadi lebih cerdas dan berkualitas dalam beragama. Dakwah edukatif banyak dilakukan oleh para pendakwah islam yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat luas. Sekarang, mana dakwah yang Anda pilih?

Selamat berbuka puasa bro...[ Wawan Kuswandi ]

LIHAT JUGA:

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@Indonesiacommentofficial

ICTV Televisi Inspirasi Indonesia

THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: ist

Makna Perubahan

Kualitas pribadi seseorang tercermin dari adanya perubahan sikap dan perilaku kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik. Itulah makna perubahan yang sesungguhnya.

Siang itu, suasana lobi hotel bintang empat di kawasan Jakarta Selatan terlihat lengang. Dari couch lobi tempat saya duduk santai, terlihat beberapa tamu berdialog dengan staf front office resort. Sudah hampir 20 menit saya menunggu di lobi untuk bertemu dengan seorang narasumber. Tapi yang ditunggu belum datang juga.

Di couch sebelah saya, ada dua pria paruh baya sedang asyik kongkow. ?Pokoknya, hidup kita hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik lagi dari sekarang.? Sepenggal kalimat obrolan mereka terdengar jelas. Kalimat itu sangat acquainted buat saya.

Tiga hari yang lalu, saya juga menerima kalimat yang hampir sama maknanya dari senior saya di kantor. Pada dasarnya, perubahan menuju ke arah yang lebih baik dalam kehidupan manusia sangatlah positif. Perubahan berjalan seiring dengan waktu. Bagi saya, perubahan bisa menciptakan air of mystery positif daripada aktivitas ?Itu-itu? Saja setiap hari.

Edward Lee Thorndike (1874-1949), seorang psikolog, perintis aliran behaviorisme berkebangsaan Amerika mengemukakan bahwa perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat. Artinya, perilaku yang menimbulkan akibat memuaskan manusia akan diulangi. Sebaliknya, perilaku yang menimbulkan akibat tidak memuaskan akan dihentikan. Dalam aliran Behaviorisme manusia tidak memiliki jiwa dan tidak memiliki kebebasan untuk menetapkan perilakunya sendiri.

Hal yang sama diungkapkan Roderick Ninian Smart (1927-2001) penulis Skotlandia, pelopor studi relijius sekuler dalam Bukunya ?The World's Religions (1989)? Yang menyebutkan bahwa manusia melihat realitas sebagai dasar bagi perubahan sosial dan ethical. Dua pakar psikologi diatas menyimpulkan bahwa lingkunganlah yang menjadi faktor penentu perubahan manusia.

Berbeda dengan kajian Islam, saya mengenal hijrah ma?Nawiyah (nilai). Artinya, manusialah yang menjadi faktor penentu sebuah perubahan. Hijrah disini mengandung makna bahwa seseorang harus berani melakukan perubahan ke arah yang lebih positif agar hidupnya lebih baik. Contohnya ialah perubahan akhlaq, pola pikir, pergaulan, gaya dan cara hidup, etos kerja, manajemen diri dan manajemen waktu.

Menurut saya, sekuat apapun pengaruh lingkungan, manusia tetap menjadi kunci perubahan. Bagi saya, perubahan positif merupakan salah satu bentuk ibadah. Disisi lain, perubahan positif juga bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun di alam semesta ini.

Lalu, muncul pertanyaan ?Bagaimana kalau hidup seseorang tidak ada perubahan dan ?Begitu-begitu? Saja setiap hari? Jawabannya mudah. Mau berubah atau tidak, itu semua tergantung dari manusianya. Mungkin saja setiap orang punya persepsi dan interpretasi berbeda dalam memaknai perubahan. Sekarang, mana yang Anda pilih? Menjadi pribadi yang statis atau pribadi yang dinamis? Jawabannya terserah Anda. Berubah atau tidak adalah dua pilihan hidup yang sangat sederhana. Boleh percaya, boleh tidak, pilihan Anda akan menentukan hidup Anda selamanya

?Halo bung Wawan, sorry berat yaah,? Telat nih,? Ujar seorang pria muda yang saya tunggu-tunggu. ?Nggak apa-apa pak, santai aja,? Jawab saya singkat. Saya langsung menutup notebook dan segera bergegas. (Foto/Ilustrasi: Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Akar Radikalisme

Radikalisme  adalah suatu tindakan atau sebuah paham/ajaran  yang dilakukan sekelompok orang karena menginginkan perubahan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Mengapa Indonesia begitu rentan dengan gerakan radikal? Ada apa dengan Indonesia?

Sejarah gerakan radikal di Indonesia terus menggeliat sejak  pasca kemerdekaan hingga sekarang. Peristiwa Kartosuwirjo (1950) dengan DI/TII, Komando Jihad (1967), Front Perjuangan Revolusioner Islam (1978), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Laskar Jihad, aksi teror DR Azhari dan Nurdin M. Top serta aksi  radikal lainnya yang bertebaran di  Poso, Ambon, Aceh, Papua, Sulawesi dan Kalimantan.

Ideologi politik dan agama adalah  akar lahirnya gerakan radikal di Indonesia. Dalam terminologi  politik,  ideologi komunis telah memunculkan gerakan PKI (1965). Sedangkan, kalau islam sebagai dasar ideologi, telah melahirkan  DI/TII (1950).

Robert Mirsel (2004) dalam bukunya ‘ Teori Pergerakan Sosial’  menyebutkan  gerakan sosial adalah sekelompok orang yang memiliki seperangkat keyakinan dan tindakan tak terlembaga (noninstitutionalised) yang bertujuan untuk memajukan atau menghalangi perubahan di  masyarakat. Sekelompok orang ini cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah dalam masyarakat.

Bila teori diatas dikaitkan dengan gerakan radikal di Indonesia, maka aksi radikal adalah bentuk pergerakan sosial  di Indonesia. Aksi  radikal muncul karena  adanya  sikap dan perilaku  segelintir oknum eksekutif, legislatif dan yudikatif, tokoh agama serta aparat hukum  yang berlaku tidak adil, tidak jujur, arogan serta melakukan pembiaran terhadap pelanggaran HAM,

Egosentrisme sekelompok tokoh agama juga melahirkan sentimenisme teologi fanatik dan eksklusivisme teologis. Ketimpangan ekonomi serta terkontaminasinya proses komunikasi massa antarmanusia Indonesia yang terjadi di sosial media, menjadi  bagian dari munculnya gerakan radikal.

Ketidakpuasan sebagian masyarakat  atas kejahatan sosial yang dilakukan elit politik, elit agama dan elit penegak hukum menjadi ‘bahan peledak’ yang setiap saat bisa merobohkan Indonesia dan melahirkan gerakan radikal.

Untuk itulah, seluruh stake holder Indonesia perlu menyadari  dan memperbaiki ‘kekeliruannya’ dalam mengeluarkan berbagai kebijakan sosial dan politik untuk rakyat. Semua elit negara, elit hukum dan elit agama wajib menangani bahaya radikalisme dengan cara-cara persuasif, edukatif dan integralistik, bukan dengan tindak kekerasan. Mampukah? (Foto/Ilustrasi:Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com