Friday, July 31, 2020

Saat Ramadhan, Pilihlah Dakwah Progresif Edukatif (puasa hari ke-15)

Saya bersyukur kepadaNya karena di Indonesia saya bisa belajar ilmu agama islam bukan hanya dari buku-buku, sekolah non formal keagamaan atau institusi/sekolah khusus keagamaan (pesantren) yang banyak bertebaran di Indonesia, tetapi juga bisa melalui media massa dan sosial media (dengan catatan saya harus mengkritisi setiap artikel yang ada).

Namun, ditengah-tengah tingginya rasa syukur, saya masih merasa prihatin ketika melihat banyaknya pemimpin umat islam yang dalam syiar agama atau berdakwahnya tidak lagi sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

Banyak para pendakwah islam, saat berceramah lebih banyak mengutamakan unsur menghujat, mengumbar kebencian, mengecam, mendiskreditkan atau mengklaim dirinyalah yang paling benar dan pantas untuk diikuti.

Sedikitnya ada 3 (tiga) version dakwah islam yang selama ini saya temui yaitu :

1. Dakwah islam provokatif. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan mengumbar kebencian atas adanya perbedaan keyakinan atau prinsip-prinsip dasar keagamaan. Kalimat yang dilontarkan dalam dakwah ini sengaja diciptakan untuk menyulut emosi jamaah. Contohnya ialah ungkapan mengkafir-kafirkan penganut agama lain atau dengan mudahnya mengeluarkan pernyataan bid’ah terhadap sesama penganut agama yang sama. Dakwah provokatif bisa melahirkan permusuhan antarumat beragama. Umumnya, dakwah provokatif banyak dilakukan oleh para pemimpin ormas keagamaan atau oleh pendakwah islam yang memiliki kepentingan tertentu.

2. Dakwah islam statik dogmatik. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan materi yang sangat sederhana, tidak ada inovasi atau analisis dan penafsiran mendalam terhadap ajaran agama islam. Dakwah ini membuat jamaah pasif dan tidak kritis serta tidak mampu melihat agama islam dalam konteks yang lebih luas untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dakwah islam statik dogmatik banyak dilakukan oleh para pendakwah yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dalam ilmu agama islam.

3. Dakwah islam Progresif edukatif. Dakwah ini dilakukan para pendakwah islam dengan materi yang informatif, progresif, komprehensif dan edukatif. Dakwah edukatif lebih banyak memberikan pengajaran, pengarahan dan bimbingan mendalam tentang agama islam kepada jamaah. Dakwah ini membuat jamaah menjadi lebih cerdas dan berkualitas dalam beragama. Dakwah edukatif banyak dilakukan oleh para pendakwah islam yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat luas. Sekarang, mana dakwah yang Anda pilih?

Selamat berbuka puasa bro...[ Wawan Kuswandi ]

LIHAT JUGA:

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

@INDONESIAComment

@Indonesiacommentofficial

ICTV Televisi Inspirasi Indonesia

THE WAWAN KUSWANDI INSTITUTE

Deenwawan.Photogallery.Com

Foto: ist

Makna Perubahan

Kualitas pribadi seseorang tercermin dari adanya perubahan sikap dan perilaku kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik. Itulah makna perubahan yang sesungguhnya.

Siang itu, suasana lobi hotel bintang empat di kawasan Jakarta Selatan terlihat lengang. Dari couch lobi tempat saya duduk santai, terlihat beberapa tamu berdialog dengan staf front office resort. Sudah hampir 20 menit saya menunggu di lobi untuk bertemu dengan seorang narasumber. Tapi yang ditunggu belum datang juga.

Di couch sebelah saya, ada dua pria paruh baya sedang asyik kongkow. ?Pokoknya, hidup kita hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik lagi dari sekarang.? Sepenggal kalimat obrolan mereka terdengar jelas. Kalimat itu sangat acquainted buat saya.

Tiga hari yang lalu, saya juga menerima kalimat yang hampir sama maknanya dari senior saya di kantor. Pada dasarnya, perubahan menuju ke arah yang lebih baik dalam kehidupan manusia sangatlah positif. Perubahan berjalan seiring dengan waktu. Bagi saya, perubahan bisa menciptakan air of mystery positif daripada aktivitas ?Itu-itu? Saja setiap hari.

Edward Lee Thorndike (1874-1949), seorang psikolog, perintis aliran behaviorisme berkebangsaan Amerika mengemukakan bahwa perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat. Artinya, perilaku yang menimbulkan akibat memuaskan manusia akan diulangi. Sebaliknya, perilaku yang menimbulkan akibat tidak memuaskan akan dihentikan. Dalam aliran Behaviorisme manusia tidak memiliki jiwa dan tidak memiliki kebebasan untuk menetapkan perilakunya sendiri.

Hal yang sama diungkapkan Roderick Ninian Smart (1927-2001) penulis Skotlandia, pelopor studi relijius sekuler dalam Bukunya ?The World's Religions (1989)? Yang menyebutkan bahwa manusia melihat realitas sebagai dasar bagi perubahan sosial dan ethical. Dua pakar psikologi diatas menyimpulkan bahwa lingkunganlah yang menjadi faktor penentu perubahan manusia.

Berbeda dengan kajian Islam, saya mengenal hijrah ma?Nawiyah (nilai). Artinya, manusialah yang menjadi faktor penentu sebuah perubahan. Hijrah disini mengandung makna bahwa seseorang harus berani melakukan perubahan ke arah yang lebih positif agar hidupnya lebih baik. Contohnya ialah perubahan akhlaq, pola pikir, pergaulan, gaya dan cara hidup, etos kerja, manajemen diri dan manajemen waktu.

Menurut saya, sekuat apapun pengaruh lingkungan, manusia tetap menjadi kunci perubahan. Bagi saya, perubahan positif merupakan salah satu bentuk ibadah. Disisi lain, perubahan positif juga bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun di alam semesta ini.

Lalu, muncul pertanyaan ?Bagaimana kalau hidup seseorang tidak ada perubahan dan ?Begitu-begitu? Saja setiap hari? Jawabannya mudah. Mau berubah atau tidak, itu semua tergantung dari manusianya. Mungkin saja setiap orang punya persepsi dan interpretasi berbeda dalam memaknai perubahan. Sekarang, mana yang Anda pilih? Menjadi pribadi yang statis atau pribadi yang dinamis? Jawabannya terserah Anda. Berubah atau tidak adalah dua pilihan hidup yang sangat sederhana. Boleh percaya, boleh tidak, pilihan Anda akan menentukan hidup Anda selamanya

?Halo bung Wawan, sorry berat yaah,? Telat nih,? Ujar seorang pria muda yang saya tunggu-tunggu. ?Nggak apa-apa pak, santai aja,? Jawab saya singkat. Saya langsung menutup notebook dan segera bergegas. (Foto/Ilustrasi: Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Akar Radikalisme

Radikalisme  adalah suatu tindakan atau sebuah paham/ajaran  yang dilakukan sekelompok orang karena menginginkan perubahan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Mengapa Indonesia begitu rentan dengan gerakan radikal? Ada apa dengan Indonesia?

Sejarah gerakan radikal di Indonesia terus menggeliat sejak  pasca kemerdekaan hingga sekarang. Peristiwa Kartosuwirjo (1950) dengan DI/TII, Komando Jihad (1967), Front Perjuangan Revolusioner Islam (1978), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Laskar Jihad, aksi teror DR Azhari dan Nurdin M. Top serta aksi  radikal lainnya yang bertebaran di  Poso, Ambon, Aceh, Papua, Sulawesi dan Kalimantan.

Ideologi politik dan agama adalah  akar lahirnya gerakan radikal di Indonesia. Dalam terminologi  politik,  ideologi komunis telah memunculkan gerakan PKI (1965). Sedangkan, kalau islam sebagai dasar ideologi, telah melahirkan  DI/TII (1950).

Robert Mirsel (2004) dalam bukunya ‘ Teori Pergerakan Sosial’  menyebutkan  gerakan sosial adalah sekelompok orang yang memiliki seperangkat keyakinan dan tindakan tak terlembaga (noninstitutionalised) yang bertujuan untuk memajukan atau menghalangi perubahan di  masyarakat. Sekelompok orang ini cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah dalam masyarakat.

Bila teori diatas dikaitkan dengan gerakan radikal di Indonesia, maka aksi radikal adalah bentuk pergerakan sosial  di Indonesia. Aksi  radikal muncul karena  adanya  sikap dan perilaku  segelintir oknum eksekutif, legislatif dan yudikatif, tokoh agama serta aparat hukum  yang berlaku tidak adil, tidak jujur, arogan serta melakukan pembiaran terhadap pelanggaran HAM,

Egosentrisme sekelompok tokoh agama juga melahirkan sentimenisme teologi fanatik dan eksklusivisme teologis. Ketimpangan ekonomi serta terkontaminasinya proses komunikasi massa antarmanusia Indonesia yang terjadi di sosial media, menjadi  bagian dari munculnya gerakan radikal.

Ketidakpuasan sebagian masyarakat  atas kejahatan sosial yang dilakukan elit politik, elit agama dan elit penegak hukum menjadi ‘bahan peledak’ yang setiap saat bisa merobohkan Indonesia dan melahirkan gerakan radikal.

Untuk itulah, seluruh stake holder Indonesia perlu menyadari  dan memperbaiki ‘kekeliruannya’ dalam mengeluarkan berbagai kebijakan sosial dan politik untuk rakyat. Semua elit negara, elit hukum dan elit agama wajib menangani bahaya radikalisme dengan cara-cara persuasif, edukatif dan integralistik, bukan dengan tindak kekerasan. Mampukah? (Foto/Ilustrasi:Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Thursday, July 30, 2020

Banjir # Sampah # Macet (BSM)

Namanya Tantra. Orangnya sangat peduli lingkungan. Tantra adalah salah  satu tim kerja saya di kantor.  Pagi ini, dia mengeluhkan tentang banjir, sampah dan  macet (BSM) yang bertaburan di kota Jakarta. Dalam satu minggu ini, kota Betawi memang terus disiram hujan dan banjir Bandang. Setahu saya, persoalan BSM membuat semua yang pernah menjabat sebagai gubernur Betawi,  pusing tujuh keliling. BSM sudah menjadi problem sosial universal. Di negara-negara  kawasan Afrika dan Asia,  BSM bisa dipolitisir menjadi isu politik.

Berbagai kajian ilmiah dan regulasi pemerintah  dikeluarkan  untuk mengatasi BSM. Namun, hasilnya masih belum maksimal. BSM tidak akan pernah lenyap selama masih ada  kehidupan  di alam semesta. Banjir terjadi karena jaringan dan akses untuk air mengalir semakin kecil atau tersumbat sampah. Zona serapan air seperti sungai, selokan (got), tanaman dan hutan kota  semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan  dan kompleks-kompleks  perumahan elit di wilayah  perkotaan  tidak lagi mempedulikan drainase.

Problema sampah di  perkotaan  tak kalah hebatnya dengan ‘serangan’ banjir. Iklan layanan masyarakat yang berbunyi ‘buanglah sampah pada tempatnya’  tidak berpengaruh terhadap  berkurangnya volume sampah di  Jakarta. Sebagian besar masyarakat masih tetap membuang sampah seenaknya.

Masalah sosial yang juga menjadi  ‘partner setia’ banjir dan sampah ialah  kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas tak akan pernah usai. Mengapa demikian? Volume kendaraan di jalan raya setiap hari terus meningkat. Sedangkan,  kuantitas jalan raya tidak bertambah. Belum lagi kualitas jalan yang banyak memakai aspal ‘abal-abal’ sehingga cepat rusak bila kena air hujan. Faktor lain yang juga menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ialah keterbatasan polisi lalu lintas, penempatan rambu-rambu  lalu lintas yang tidak proporsional serta sebagian besar  mentalitas pengendara dan oknum polantas  yang semakin bobrok. Keberadaan alat transportasi massal seperti LRT dan MRT serta kereta Commuter, belum menjamin Jakarta akan bebas macet.

Bagaimana cara mengatasi BSM di perkotaan? Ada solusi sederhana yang  bisa meminimalisir BSM. Tetapi, efeknya tidak langsung dan membutuhkan waktu  panjang.

Pertama, pembentukan mentalitas disiplin kepada anak-anak sekolah sejak usia dini. Para orang tua dan guru  wajib mengedukasi dan memberi contoh kepada anak-anak tentang cara-cara menjaga kebersihan (membuang sampah pada tempatnya), disiplin  berlalu lintas serta  menginformasikan tentang pentingnya keberadaan  saluran air dan hutan kota ketika akan membangun kota merupakan bentuk antisipasi terhadap tingginya volume air bila musim hujan.

Kedua, pemerintah harus  bersungguh-sungguh menerapkan sanksi yang ada dalam regulasi  menyangkut  BSM dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pemerintah juga wajib memberikan reward  kepada masyarakat yang bersungguh-sungguh menjadikan Jakarta sebagai  kota yang bebas BSM.

Namun, disisi lain  BSM justru mendatangkan rezeki bagi sebagian masyarakat. Contohnya ialah pedagang asongan yang beredar menjajakan dagangannya di tengah  hiruk pikuk kemacetan lalu lintas. Disaat banjir, bermuncullan  ojek perahu karet,  ojek payung, ojek gerobak dan jasa dorong mobil  mogok. Sedangkan pemulung menjadikan sampah sebagai mata pencarian  sehari-hari  untuk  menyambung  hidup anak dan istrinya. (Foto/Ilustrasi: Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Pre Power Syndrome

Pre Power Syndrome diistilahkan untuk orang yang sebelum berkuasa begitu gemar mempromosikan diri untuk untuk meraih kekuasaan. Salah satu contoh yang diduga kuat mengalami pre power syndrome ialah Prabowo Subianto. Sebelumnya, Ketua Umum parpol Gerindra ini mengaku belum berpikir untuk kembali maju pada Pemilihan Presiden 2019. Menurutnya, Hal itu belum diputuskannya karena waktu pemilihan masih lama. "Masih lama, dua tahun lagi. lihat nanti," ujar Prabowo jelang HUT partai Gerindra Februari 2016 lalu.

Wakil Ketua Umum Parpol Gerindra, Fadli Zon, pernah menyatakan, mayoritas kader Gerindra ingin Prabowo kembali maju sebagai capres. Wacana pencapresan Prabowo di Pemilu 2019 berawal dari sambutan Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, di rapat Akbar Partai Gerindra dalam rangka konsolidasi Pilkada DKI Jakarta di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2017).

"Saya kira Gerindra perlu mencalonkan kembali, mayoritas ingin mencalonkan Pak Prabowo di 2019. Saya kira itu perlu sebagai bagian dari perjuangan Gerindra ke depan, yakni mencalonkan beliau menjadi presiden," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/1/2017).

(baca: Sandi Sebut Prabowo Presiden 2019-2024, Prabowo Diam)

Saat ditanya terkait respons Prabowo yang diam saja saat dielu-elukan sebagai Presiden RI, 2019 pada Rapat Akbar Gerindra, Fadli menganggap wajar respons Prabowo seperti itu. Sebab, kata Fadli, usulan pencapresan Prabowo memang berasal dari aspirasi para kader, bukan dari elit partai. Fadli mengatakan, yang pasti pencapresan Prabowo sudah menjadi konsensus di Partai Gerindra. Fadli menambahkan, kepastian pencapresan Prabowo bisa dilakukan kapan saja oleh Gerindra termasuk saat ulang tahun Gerindra pada tanggal 6 Februari 2016 lalu.

Kancah politik nasional jelang Pilpres 2019, memang tak pernah sepi dari polemik. Setiap hari ada saja pro dan kontra antar tokoh politik nasional. Diantara banyaknya polemik politik itu, terkadang rakyat hanyut terbawa arus ‘debat kusir’ para politisi. Jelang pilpres 2019, Partai Gerindra sangat aktif melakukan manuver politik. Namun, manuver politik Gerindra tak mampu mempengaruhi sikap politik rakyat karena rakyat sudah semakin cerdas. Rakyat memiliki lima alasan kuat untuk tidak mendukung partai Gerindra (capres Prabowo Subianto dan para Calon Legislatifnya). Adapun lima alasan itu ialah :

1. Wakil Ketua DPR Fadli Zon pernah membela ‘mati-matian’ Ketua DPR RI, Setya Novanto yang disebut Menteri ESDM Sudirman Said mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak PT Freeport (Jakarta, Kompas.com Senin, 16 Nopember 2015)

2. Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto mendukung Sandiaga Uno melaju di Pilgub DKI 2017. Itu disampaikan Prabowo dalam video yang diunggah di akun Instagram terverifikasi milik Sandiaga Uno, @sandiuno (16/08/2016). Dalam video selama 45 detik itu, Prabowo menyebut para kadernya antek asing bila tidak mendukung Sandiaga. "Yang tidak dukung Sandiaga Uno, antek asing," tegas Prabowo (Merdeka.com, Selasa 16 Agustus 2016.

3. Mendagri Cahyo Kumolo menyayangkan doa kader parpol Gerindra, DPR RI, Muhammad Syafi’i saat sidang Paripurna tahunan & RUU RAPBN Tahun Anggaran 2017, Selasa (16/8/2016). Kumolo mengatakan, sangat disayangkan kalau doa kepada Tuhan diputarbalikan. Adapun bunyi doa itu diantaranya ialah “Jauhkan kami dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong dan kekuasaan yang bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini, tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat,” (Editorindonesia. com, 19 Agustus 2016) .

4. Mendikbud kabinet kerja I, Jokowi-JK, yang sekarang menjadi gubernur DKI Jakarta 2017-2022, Anies Baswedan meminta maaf kepada Prabowo Subianto. Permohonan maaf itu berkaitan dengan ketika Anies menyebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014, yaitu Prabowo-Hatta didukung mafia. Pernyataan itu dilontarkan Anies pada masa kampanye pemilihan presiden tahun 2014 lalu, ketika itu Anies menjadi juru bicara Jokowi-Jk dalam pemilihan presiden 2014. (Suratkabar.id, 02 Oktober 2016). Justru sekarang Anies dan Prabowo saling mendukung.

5. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-72 tahun, belum lama ini, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, tidak ikut upacara di Istana Negara dan memilih untuk merayakannya di Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta Pusat. "Benar pak Prabowo hadir disini memenuhi undangan dari Universitas Bung Karno dalam rangka memperingati detik-detik proklamasi," kata Ferry Juliantono Wakil Ketua Umum DPP Gerindra (okezon.com 17 Agustus 2017).

Nah sekarang Anda sudah tahu khan, tentang sikap politik rakyat terhadap parpol Gerindra. Namun, biar bagaimanapun faktanya, saya mencoba untuk tetap berpikir positif terhadap parpol Gerindra. Kalau Anda bagaimana?... Ngemil gorengan sambil menikmati angetnya teh tubruk, kayaknya enak nih brooo..

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Pertempuran Panjang

Sedikitnya ada empat pertempuran panjang yang dihadapi Presiden Jokowi saat ini yaitu bertempur melawan korupsi, narkoba, intoleransi dan terorisme.  Polri, TNI dan KPK  dari detik ke detik terus bertempur menghadapi empat musuh di atas. Pertempuran panjang ini telah banyak menyedot kas negara.

Jumlah penduduk yang terus bertambah dan semakin terbukanya akses teknologi sosial media (internet), membuat  Indonesia menjadi sasaran empuk para bandar dan pengedar narkoba. Peluang ini tidak disia-siakan jaringan narkoba nasional  maupun internasional. Berbagai bentuk penyelundupan dan pemakaian barang ‘haram’ ini terus merebak sampai ke pelosok-pelosok desa. Bahkan, menembus hingga ke bocah-bocah sekolah dasar di  berbagai wilayah Indonesia. Keuntungan ‘pulus’ dari hasil perdagangan narkoba memang menggiurkan. Di sisi lain, mental dan moral  generasi penerus bangsa hancur berkeping-keping.

Segenap stake holder Indonesia kalang kabut dan gagap ketika menghadapi jaringan narkoba. Mengapa ini bisa terjadi? Tingginya peredaran narkoba di Indonesia,  bukanlah peristiwa luar biasa. Sejak zaman Orba, bisnis narkoba sudah menggurita. Namun,  waktu di zaman Orba,  teknologi belum berkembang pesat seperti sekarang, jumlah penduduk tidak terlampau besar, penegakkan hukum tidak berjalan serta yang tidak kalah pentingnya ialah ribuan  aparat hukum dan  pejabat negara terlibat aktif dalam jaringan narkoba. Jadi,  kalau mau disimpulkan, membludaknya  berbagai kasus narkoba dalam skala nasional maupun internasional memang sudah ada sejak lama.  Perbedaannya, sekarang ini penerapan hukum mulai sedikit tegas dan aparat hukum (tanpa kecuali) yang ikut terlibat  ditangkap.

Menyangkut aksi teroris dan intoleransi, Indonesia pernah merasakan  pengalaman mengerikan. Salah satu contohnya ialah pemberontakan  G 30 S PKI dan adanya perilaku militan dari sebagian penganut islam radikal yang ingin  mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi islam. Contohnya ialah pembentukan DI/TII oleh Kahar Muzakar dan Negara Islam Indonesia (NII).

Kelompok Islam garis keras beranggapan bahwa aspirasi umat Islam di Indonesia tidak mendapat apresiasi dari penguasa sejak zaman Orba. Mereka meyakini bahwa  penganut Islam di Indonesia sangat besar, maka otomatis seluruh tatanan kehidupan, hukum, budaya  dan perundang-undangannya  harus  mengacu kepada hukum Islam.

Namun, Indonesia bukanlah negara Islam. Indonesia adalah negara  berideologi Pancasila yang di dalamnya tersurat adanya penghormatan dan apresiasi terhadap penganut agama lain. Langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengikis aksi terorisme dan intoleransi  ini ialah pemerintah harus terus-menerus memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat  bahwa aliran atau agama apapun yang ada di Indonesia akan mendapat perlakuan  yang baik dan adil sesuai hukum yang berlaku.

Terakhir untuk kejahatan korupsi, hingga detik ini manusia-manusia rakus yang duduk di parlemen dan para birokrat tak akan pernah bosan melakukan tindakan korupsi. Budaya korup di Indonesia tak mungkin hilang, bila pemerintah masih ragu untuk menerapkan hukum mati bagi para koruptor. (Foto/Ilustrasi:Ist)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Wednesday, July 29, 2020

Sang Dewa Kegelapan

Ramainya perbincangan soal pansus KPK, berhasil mengelabui rakyat. Paling tidak, rakyat mulai sedikit lengah. Semestinya, penuntasan skandal dugaan multikorupsi E-KTP yang melibatkan Setya Novanto (Setnov) menjadi skala prioritas aparat penegak hukum bangsa ini.

Gelombang polemik seputar pansus angket KPK dari beberapa pakar dan tokoh politik nasional yang diekspos media massa akhir-akhir ini, sungguh-sungguh melelahkan dan membosankan. Kejaksaan Agung dan KPK terkesan ?Takut? Menangkap mantan Ketua DPR RI ini. Setnov bagaikan ?Sang Dewa Kegelapan? Di negeri Garuda yang sulit disentuh secara fisik.

Sebelumnya, Jenderal Badrodin Haiti, saat menjabat Kapolri, telah menghentikan penyelidikan dugaan skandal ?Papa Minta Saham? Setya Novanto terhadap PT Freefort Indonesia dengan alasan tidak ditemukannya unsur pidana. Disisi lain, lima pimpinan KPK yang digawangi Agus Rahardjo tampaknya juga mulai bingung bagaimana caranya menangkap Setnov. Ada apa dengan republik ini?

Rakyat tak lagi bisa menangis ketika ditekan ketidakadilan hukum. Air mata bangsa ini mengering tergerus kekecewaan yang telah melampaui ambang batas. Ribuan tuntutan, kecaman, sindiran, parodi yang dilakoni rakyat tak digubris. Serentetan artikel kritik sosial di media massa dan sosial media yang ditulis para ?Pejuang? Bangsa, tak mampu lagi menembus hati nurani elit politik, penguasa dan aparat hukum Indonesia. Justru, arogansi para elit negara yang korup semakin mengerikan.

Kencangnya arus reformasi yang terjadi tahun 1998 lalu, saat melengserkan HM Soeharto, mulai memudar digerogoti oknum elit yang rakus. Sekumpulan oknum aparat hukum dan pejabat pun tak mau kalah, mereka juga ikut aktif menggelindingkan sikap dan perilaku masa bodoh, terutama terhadap penyelesaian skandal dugaan korupsi yang melibatkan Setya Novanto.

Setya Novanto pun tertawa renyah. Hingga saat ini Setya Novanto nyaman-nyaman saja hidupnya. Media massa sebagai salah satu ?Senjata ampuh? Yang diharapkan bangsa ini mampu mengawal skandal dugaan multikorupsi mulai mengendor. Bahkan, berita-berita dugaan multikorupsi mulai tersalip oleh berita-berita pansus KPK.

Ada satu pertanyaan penting yang wajib dijawab KPK, Jaksa Agung dan Polri yaitu kapan skandal dugaan multikorupsi yang melibatkan Setya Novanto ini selesai? Sudah terlalu lama rakyat menunggu. Rakyat butuh kepastian hukum. Semoga.(Foto/Ilustrasi:Ist)

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com