Sunday, July 19, 2020

PKS versus GERINDRA

Aroma friksi antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tampak semakin tajam. PKS diduga kuat tetap konsisten ingin menerapkan hukum syariat islam di Indonesia. Sedangkan sejumlah elit politik Gerindra ingin menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.

Setelah Anies-Sandi memang dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sejumlah elit politik PKS mengklaim kemenangan Anies-Sandi merupakan kontribusi terbesar PKS. Sedangkan, beberapa elit politik Gerindra membantah bahwa partai yang diketuai Prabowo Subianto ini, kontribusinya sangat kecil dalam memenangkan Anies-Sandi.

Berdasarkan dua tujuan politik berbeda inilah, akhirnya ?Kemesraan? Gerindra dan PKS mulai retak. Keretakan ini akan sangat berpengaruh bagi Anies-Sandi dalam memegang kendali Jakarta.

Tidak lama lagi, publik Jakarta akan menyaksikan drama politik beraroma islam (PKS) dan nasionalis (Gerindra) dalam sejumlah regulasi Jakarta yang akan dikeluarkan Anies-Sandi. Kepemimpinan Anies-Sandi seperti boneka yang mudah diatur oleh elit politik PKS dan Gerindra.

Ada dua kemungkinan besar yang bisa menyebabkan koalisi PKS dan Gerindra pecah yaitu pertama, PKS diduga kuat tetap ngotot agar semua kebijakan yang dikeluarkan Anies-Sandi mengacu pada syariat islam. Kedua, Gerindra menolak keras ambisi PKS untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang memakai hukum syariat islam.

Akibat nyata dari friksi kedua partai politik ini ialah kepemimpinan Anies-Sandi menjadi tidak efektif dan produktif dalam membangun kota Jakarta. Partai Gerindra dan PKS juga dipastikan akan mengalami kesulitan dalam menentukan calon presiden (capres) dan wakil calon presiden (wacapres) dalam Pemilihan Umum tahun 2019 mendatang. [ Wawan Kuswandi ]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Renungan Akhir Tahun

Saya percaya setiap manusia memiliki  perkataan baik, pikiran baik dan perbuatan baik. Kebaikan  pasti mempunyai jalannya  sendiri di alam semesta.

Malam pergantian tahun, selalu menjadi momen penting untuk mengevaluasi seluruh perkataan,  pikiran dan perbuatan yang telah saya lakukan,  baik terhadap diri sendiri  maupun  kepada seluruh  makhluk hidup ciptaan Tuhan.

Saya ingin hidup lebih baik lagi dan bermanfaat  bagi semua penghuni jagat raya.  Dalam konteks yang sama, saya juga bermimpi agar seluruh pejabat negara ini memberi kebaikan dan kebermanfaatan hidupnya untuk rakyat.

Sepanjang tahun 2017 lalu, perilaku korup oknum pejabat  legislatif, eksekutif maupun yudikatif, silih berganti diekspos media massa.  Sebagai salah satu bagian dari rakyat,  saya  ‘kecewa’  melihat  kejahatan  pejabat negeri ini.   Rasa kecewa yang saya alami setiap hari,  tidak bisa disetarakan dengan penyakit kanker stadium empat.  Saking  kecewanya, akhirnya saya terbiasa dengan rasa kecewa. Kini,  saya tidak lagi mempedulikan kekecewaan itu.

Saya  berpikir, biarlah kejahatan  itu menemui  takdirnya  kelak.  Saya sangat yakin, ketika hukum terus berkolusi dengan  kejahatan dan ketika rakyat semakin tidak berdaya,  Tuhan akan menurunkan mukjizatNya  ke bumi.

Seperti dalam cerita-cerita film action Amerika atau sinetron ‘sabun’ di TV nasional,  biasanya para penjahat memiliki kehebatan yang luar biasa.  Disisi lain ‘jagoan’ pembela kebenaran  selalu kalah di babak awal. Tetapi akhirnya menjadi ‘the winner’ di babak akhir.

Disaat-saat kritis ketika kebenaran  mulai tenggelam, Tuhan pasti akan membalikkan keadaan.  Tanpa kita sadari, kejahatan justru akan tenggelam.  Menangnya kebenaran saat berduel dengan kejahatan tidak lepas dari campur tangan Tuhan  yang tidak kita ketahui modus operandinya.

Jujur saja,  saya sebenarnya tidak mau  Tuhan  ikut campur dalam menghukum para koruptor,   karena ‘senjata’  Tuhan yang  maha gaib  dampaknya  bersifat massal.  Hal inilah yang membuat saya takut.  Oleh karena itulah, sebelum hukuman Sang P emilik Jagat raya menukik  ke bumi,  Saya menjadikan momen pergantian waktu (tahun, bulan,  hari, jam, menit dan detik)  sebagai dasar  untuk ‘bersih-bersih’ diri.

Semoga ‘makhluk’ yang bernama kebaikan selalu menjaga alam semesta  sepanjang masa. Dalam tulisan kecil ini,  izinkan saya berdoa,  ‘Semoga  seluruh penghuni alam semesta  selalu  menjaga kebersihan dan kesucian diri hingga akhir zaman, Aamiin…’ [ Wawan Kuswandi ]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Negeri Palsu

Hebohnya kasus makam palsu dan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) palsu, beberapa waktu lalu, sempat membuat pemerintah Indonesia sedikit repot. Padahal, sebenarnya, skandal palsu-memalsu di Indonesia sudah ada sejak zaman Soeharto.

Jadi, masyarakat tak perlu panik soal barang palsu. Belum lama rasanya, kasus vaksin palsu menggegerkan sejumlah stake holder negeri ini. Sejumlah masyarakat jadi korban. Pemerintah pun dituntut untuk bertanggungjawab.

Kasus palsu-memalsu di Indonesia bukan barang baru. Dalam dua puluh tahun terakhir ini, beberapa media massa pernah memberitakan tentang ijazah palsu, dokter palsu, obat palsu, gelar palsu, hukum palsu, pejabat palsu, hadiah palsu, CD palsu, HP palsu, alat elektronik palsu dan ribuan produk palsu lainnya yang kalau disebutkan satu in keeping with satu, artikel kecil ini tak akan pernah kelar ditulis. Bahkan, belum lama ini ada oknum yang memalsukan jenis kelamin dan menikah.

Soal kuliner (makanan dan minuman) juga banyak yang palsu. Mulai dari makanan kemasan dan masakan warung tenda yang berserakan dipinggir jalan. Anda pasti sering menjumpai spanduk warung tenda yang bertuliskan kata-kata ?Soto Ayam Asli Lamongan?, ?Ayam Bakar Asli Bumbu Bali?, ?Gudeg Jogya Asli?, ?Soto Betawi Asli? Dan masih banyak lagi klaim kuliner asli-asli lainnya. Kata Asli menjadi begitu penting untuk menutupi sebuah kepalsuan.

Salah satu brand yaitu produk T-Shirt dan sepatu yang cukup famous di dunia juga dipalsukan di Indonesia. Produk style dan aksesoris palsu juga ratusan jumlahnya. Khusus untuk produk kosmetik dan obat-obatan palsu, akibatnya bisa berbahaya bagi kesehatan fisik manusia (kecuali gigi palsu).

Hebatnya lagi, produk-produk palsu ini menguasai pasar domestik (mungkin karena harganya murah). Produk palsu juga memainkan peran penting dalam menggerakkan sektor riil perekonomian sosial kelas menengah ke bawah.

Menjamurnya produk palsu di Indonesia berkaitan erat dengan fame sosial ekonomi (SES) masyarakat yang masih rendah. Umumnya, produk palsu harganya murah dan peminatnya pun bejibun. Disisi lain, tingkat kepuasan manusia Indonesia yang menggunakan produk palsu semakin tinggi.

Menyangkut sanksi hukum terhadap para produsen barang-barang palsu, Pemerintah sangat lamban. Pemerintah juga lalai mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memakai produk asli. Di sisi lain, pemerintah tidak mampu menekan produsen yang memproduksi barang-barang asli untuk menjual produknya dengan harga yang terjangkau publik.

Menurut saya, penggunaan produk palsu atau asli adalah hak publik selama tidak membahayakan secara fisik dan mental. Tetapi, bila produk palsu itu sudah membahayakan dan menimbulkan keresahan sosial, maka negara perlu menindak tegas pelakunya. Sekarang, Mana yang Anda pilih, produk asli atau palsu? [ Wawan Kuswandi ]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Saturday, July 18, 2020

Agama Tutur

Daya kritis dan pengetahuan agama orang Indonesia, terutama kaum muslim sangat lemah dan kropos,  bahkan terbilang tidak cerdas. Mengapa ini bisa terjadi? Pertanyaan ini wajib kita renungkan bersama.

Apa itu agama tutur? Agama tutur adalah panduan cara bersikap dan berperilaku yang dilakukan seseorang atau sekelompok masyarakat, setelah mereka mendapat ajaran dari sejumlah tokoh agama melalui tutur kata alias lisan.

Penganut agama di Indonesia sangat beragam. Setiap warga negara Indonesia berhak memilih agama yang diyakininya dan dijamin oleh Undang-Undang (UU).  Umumnya, semua agama, baik di dunia maupun di Indonesia,  mengajarkan kebaikan berdasarkan petunjuk Tuhan melalui kitab suci dan hadist nabi.

Kalau setiap agama mengajarkan kebaikan, lantas mengapa di Indonesia  sering terjadi konflik berbau agama? Bahkan, ada salah satu agama di Indonesia dicap sebagai agama radikal yang terus-menerus merusak sendi-sendi perdamaian antarumat beragama? Bukankah ini bertentangan dengan ajaran agama? Mengapa ini bisa terjadi? Pertanyaan kritis ini cukup menguras pikiran saya untuk mencari jawabannya.

Konflik berbau agama di Indonesia terjadi karena sebagian besar masyarakat, terutama kaum muslim, dalam mempelajari agama hanya mendengarkan omongan atau  tutur kata seorang tokoh agama. Sebenarnya,  setiap pernyataan seorang tokoh agama, wajib kita kritisi. Namun faktanya, khususnya kaum muslim, mereka sangat malas dan tidak mau mendalami agama melalui kitab suci (Al Qur’an) dan membaca berbagai buku tentang ajaran agama islam.

Akibatnya, daya kritis dan pengetahuan agama islam kaum muslim  Indonesia sangat lemah,  bahkan terbilang tidak cerdas. Mereka lebih percaya kepada tutur kata tokoh agama, dibandingkan dengan banyak membaca buku-buku agama dan mendalami ayat-ayat yang ada di dalam kitab suci. Efek yang terjadi adalah kaum muslim di Indonesia seringkali  meyakini sejumlah mitos dan kebudayaan sebagai ajaran agama.

Yang lebih mengerikan lagi ialah banyak ‘penjahat’ yang berkedok tokoh agama memanipulasi tafsir ayat-ayat yang ada di dalam kitab suci  untuk kepentingan pribadinya atau kelompoknya. Disinilah terjadi penyesatan. Fakta yang lebih mengenaskan lagi ialah sebagian besar umat muslim di Indonesia, umumnya langsung percaya dengan tutur kata seorang tokoh agama tanpa mau mengkritisinya. Semoga kaum muslim  menyadari hal ini. Aamiin….Wassalam.[ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

“Kami Tunggu Laporan Keluarga Korban”

Suasana duka begitu kental menyelimuti rumah adik saya  di kompleks perumahan Melati Mas, Serpong. Hawa pagi yang teramat dingin dan tenang menjadi semakin sempurna dengan merdunya lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an yang disuarakan perlahan oleh para pelayat yang datang.

Yaaah…  kalau takdir sudah jatuh tempo, maka tak ada lagi tawar-menawar waktu untuk mengulur kematian. Sekitar pukul 12.15 WIB, telepon selular berbunyi  berulang-ulang. Saya  yang baru saja tertidur langsung terbangun. Terdengar suara kecil diiringi isak tangis. Adik saya mengatakan bahwa mertua lelakinya telah berpulang ke pangkuanNya. Innalillahi…. saya kaget. “Kata saksi yang berada di tempat kejadian, papa ditabrak motor yang melaju kencang sekitar pukul sebelas malam,” ucapnya terisak.

Dari rangkaian fakta yang disampaikan beberapa saksi mata yang diceritakan adik di tempat kejadian, saya menganalisis ada tiga hal tragis seputar kasus kecelakaan  ini. Pertama ialah saat korban (mertua lelaki adik saya)  tergeletak tak berkutik,  justru orang-orang  yang berada di tempat kejadian hanya berkerumun  melihat korban yang bersimbah darah di tubuhnya. Tak ada satu orang pun dari mereka yang berinisiatif untuk  menolong dan membawa korban ke rumah sakit terdekat. Sungguh-sungguh tak ada lagi hati nurani mereka. Untunglah,  masih ada satu makhluk Tuhan yang  mau berbaik hati yaitu seorang supir angkutan umum yang langsung bergegas membawa korban ke rumah sakit.

Kedua, coba Anda bayangkan,  korban yang dalam keadaan kritis, saku celana dan bajunya digerayangi oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab dengan  dalih mencari kartu identitas korban. Lantas, apa yang terjadi?!!  Ternyata mereka mencuri  telepon genggam dan dompet korban. Setelah  itu, mereka berpura-pura mencari pertolongan untuk mengelabui orang-orang disekitarnya. Kemudian, mereka pergi entah kemana.  Mereka tak punya lagi rasa perikemanusiaan

Ketiga, saat kejadian tak ada satu pun polisi  yang datang. Padahal, di sekitar  TKP terdapat pos polisi. Seorang saksi mata mengatakan bahwa ada  pengemudi motor lain  yang memberitahukan kepada polisi di pos jaga terdekat tentang peristiwa  kecelakaan itu,  namun polisi bertubuh gendut itu terlihat santai  dan tidak bergerak cepat. Justru,  polisi itu hanya bilang “KAMI MENUNGGU LAPORAN KELUARGA KORBAN”. Yaaa…ampuuuuunnn...

Berdasarkan uraian  ketiga fakta memilukan diatas, saya jadi semakin memahami karakter bangsa ini. Berperilaku maling dan bersikap apatis bukan hanya dilakukan  pejabat negara,  rakyat pun juga bisa jadi maling dan bersikap masa bodoh terhadap seseorang  yang sedang  membutuhkan pertolongan. Di sisi lain, aparat hukum seperti polisi,  hanya akan  bertindak cepat kalau kasusnya menimpa pejabat, orang kaya  atau anak menteri. Tapi kalau untuk rakyat, mereka cukup hanya berkata  “KAMI MENUNGGU LAPORAN’.  Sungguh-sungguh memilukan. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Pengemis Jakarta

Hampir sebagian besar warga Jakarta pasti pernah melihat pengemis anak-anak atau pengamen, entah di jalan raya, lampu merah, dalam angkutan umum atau trotoar.  Anak-anak yang mengemis di  jalanan berusia antara 5 sampai 13 tahun.

Hanya dengan bermodalkan tepuk tangan dan kantung plastik bekas bungkus gula-gula, mereka tak segan-segan memohon belas kasihan kepada para pejalan kaki, pengendara mobil dan motor serta warung tenda. Terkadang mereka bernyanyi  ala kadarnya. Tampilan fisik dan pakaian mereka dekil, tapi tubuhnya terlihat sehat.

Jakarta memang ladang rezeki. Siapa saja bisa menggali nafkah  di kota ini. Pertanyaannya ialah mengapa anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD)  itu mengais rezeki dengan  mengemis? Dimana orang tua mereka? Apakah mereka masuk dalam jaringan pengemis terorganisir?

Sekitar sepuluh tahun lalu, beberapa surat kabar ibu kota dan liputan media televisi nasional berhasil membongkar jaringan pengemis  di Jakarta.  Anak-anak yang mengemis di jalanan  mendapat imbalan uang dari kordinator jaringan  pengemis terorganisir.  Drama anak-anak Jakarta yang menangguk rezeki dengan selubung mengemis ini terus berlangsung sampai sekarang. Namun, banyak juga anak-anak yang mengemis karena dipaksa  oleh ibu dan bapaknya kandungnya sendiri.

Ada pengalaman menggelitik yang saya alami soal pengemis anak-anak jalanan di Jakarta. Tiga hari lalu, sekitar jam tiga sore, saya sedang santai ngopi bersama beberapa rekan di warung kopi (warkop) perempatan lampu merah, kawasan pusat perbelanjaan elit,  kota Tangerang.  Mata saya menangkap tiga anak (satu perempuan dan dua laki-laki,  usia sekitar antara 5 sampai 9 tahun) sedang menengadahkan tangan meminta uang kepada para pengendara mobil dan motor yang berhenti saat lampu merah.

Dari sudut warkop,  saya lihat seorang wanita muda (usianya sekitar 35 tahun) berperawakan agak gemuk sedang duduk nyantai di trotoar jalan sambil menggendong bayi. Pandangannya menebar dan memberi kode kedipan mata kepada tiga anak yang sedang mengemis di lampu merah.  Saya tidak tahu,  ada hubungan apa antara ibu dan tiga anak tersebut.

Lampu hijau menyala, kendaraan meluncur. Ketiga anak itu berlari ke trotoar dan langsung menghampiri  perempuan yang sedang nyantai bersama bayinya tadi. Ternyata, perempuan itu adalah ibu kandung mereka. Kemudian, sang ibu melihat satu per satu kantung bekas gula-gula tempat duit yang dipegang ketiga anaknya. Sang ibu marah (sambil mengeluarkan kata-kata kasar)  kepada salah satu anak laki-lakinya, karena tidak mendapatkan uang seperti yang diharapkan. Sedangkan  dua anak lainnya,  hasilnya cukup memuaskan.

Lalu apa yang terjadi? Dua anak yang hasil ngemisnya memuaskan  langsung dikasih minum dan  makan oleh sang ibu dan disuruh segera bergegas  main game di warnet (warung internet) yang ada di sebelah warkop. Sedangkan,  satu anaknya lagi  yang hasil ngemisnya mengecewakan  hanya diberi minum dan langsung disuruh ngemis sendirian sebagai bentuk hukuman. Ooohhh...sungguh memilukan.

Terus terang,  saya shock ketika tahu uang hasil ngemis mereka digunakan untuk main game di warnet dan membeli jajanan gerobak pinggir jalan. Sang ibu nampak tersenyum puas sambil ngobrol via HP. Bayinya yang sedang tidur pulas diletakkan seadanya di trotoar beralaskan tikar plastik.

Saya yakin, pengalaman ini  bukan cerita baru  bagi Anda.  Namun,  saya bertanya dalam hati, sampai kapan Jakarta akan terus-menerus dihuni manusia-manusia berperilaku manipulatif yang tidak peduli lagi dengan derajat mulianya yang diberikan Tuhan.[ Wawan Kuswandi ]

www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Friday, July 17, 2020

Ada Apa dengan Ahok?

Kabar soal gugat cerai Ahok terhadap istrinya Veronica Tan, menuai kontroversi berbagai pihak. Ada yang seasoned, kontra, tidak percaya, bahkan ada yang menyebutnya hoax. Sejumlah media massa, mulai dari majalah, koran, radio, televisi dan internet site terus menyoroti berita ini. Lagi-lagi Ahok menjadi fenomena berita nasional. Ada apa dengan Ahok?

Mungkin karena Ahok mantan birokrat kontroversial dalam memimpin Jakarta beberapa waktu lalu, maka semua sepak terjangnya menjadi sorotan publik. Ahok juga terus menjadi sasaran empuk berita di media massa untuk menyedot perhatian pembaca.

Sebenarnya, sangat banyak mantan birokrat di Indonesia yang juga memiliki kasus, mulai dari korupsi, pelecehan seksual hingga perceraian. Namun, beritanya tidak seheboh berita gugat cerai Ahok terhadap Veronica. Sekali lagi, Ahok benar-benar memiliki daya magnet yang luar biasa di Indonesia.

Uniknya lagi, sejumlah netizen di sosial media secara lantang mengeluarkan aneka ragam komentar. Ada yang lucu, ada yang marah, ada yang ngak percaya, namun ada juga yang mengecam Ahok dan istrinya.

Bagi saya, Ahok dan keluarganya sudah cukup menjadi sorotan media massa dan publik, saat dia dituduh menistakan agama Islam yang berujung penjara. Sejak Ahok berada di terali besi, berita tentang Ahok mulai tenang dan perlahan-lahan senyap.

Tapi kini, tiba-tiba nama Ahok muncul lagi. Namun, kasusnya bersifat privasi yaitu gugat cerai Ahok terhadap istrinya. Lantas pertanyaannya ialah mengapa kasus gugat cerai Ahok yang bersifat privasi ini ramai disorot media massa dan terus diperbincangan netizen di sosial media? Pantaskah media massa mengobok-obok privasi Ahok dan istrinya? Pantaskah netizen berkomentar macam-macam dalam persoalan rumah tangga Ahok dan istrinya? Mari kita renungkan baik-baik.

Mungkin kasus yang lalu (soal tuduhan penistaan agama), boleh-boleh saja media massa dan netizen berkomentar macam-macam, karena kasusnya bersifat publik. Tapi, kalau soal kasus gugat cerai Ahok terhadap istrinya, ini jelas merupakan kasus yang masuk dalam ranah privasi.

Rasanya, Saya dan Anda tidak perlu melontarkan komentar apapun, baik yang bernada simpati ataupun antipati terhadap Ahok dan istrinya. Biarkan Ahok, Veronica Tan dan anak-anaknya tenang dan damai dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga mereka. Dalam tulisan ini saya hanya ingin mengatakan ‘hormati dan hargailah hak privasi seseorang’ itu saja. [ Wawan Kuswandi ]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com