Monday, August 3, 2020

Renungan 72 Tahun Indonesia Raya

Peringatan HUT RI selalu identik dengan selebrasi upacara pengibaran bendera dan lomba kreativitas rakyat dari lingkup RT sampai tingkat nasional. Semua selebrasi itu menjadi simbol baku wujud nasionalisme.

Memasuki usia kemerdekaan RI yang ke 72 tahun, apakah bangsa ini sudah benar-benar merdeka? Dalam tataran politik internasional, Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945 silam. Namun, dalam dimensi  hukum, HAM, ekonomi dan budaya,  Indonesia masih jauh dari merdeka.  Ribuan hak hukum, hak politik, hak ekonomi dan hak budaya rakyat belum terwujud sepenuhnya. Sebagian besar anggota DPR yang seharusnya berintegrasi untuk mensejahterakan rakyat, justru mental dan moralnya semakin bejad.

Lantas,  bagaimana caranya mengubah bangsa ini agar menjadi lebih baik? Jawabannya sangat sederhana. Kita mulai perubahan dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar.  Bangsa ini wajib  merenungi makna kemerdekaan. Bangsa ini tidak boleh puas hanya pada titik merdeka. Bangsa Indonesia harus terus berjuang menuju  kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

Semakin sejahtera sebuah bangsa, maka rakyat akan semakin cerdas untuk membangun negaranya. Sebenarnya, usia 72 tahun masih terlalu muda bagi bangsa ini, maka tak heran bila dalam proses interaksi  sosial  masih terjadi konflik antarsesama elemen bangsa.  Kondisi  ini mirip keadaan temper tantrum anak-anak yaitu sifat suka mengamuk dan marah yang terjadi pada anak-anak. Kondisi itu  merupakan cerminan sikap yang belum memahami tanggung jawab.

Kemajuan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa hanya bisa dicapai dengan pendidikan moral dan mental yang  baik dan benar dengan tujuan untuk membentuk nilai-nilai manusia Indonesia yang luhur, seperti kejujuran, visioner, tanggung jawab dan kepedulian. Jadi, prestasi akademik sekolah bukanlah kunci utama yang bisa membuat bangsa ini maju.

Goethe, filsuf terkenal Jerman berkata, “Awasi pikiranmu karena ia akan membentuk kata-katamu, awasi kata-katamu karena ia akan  membentuk tindakanmu, awasi tindakanmu karena ia akan membentuk karaktermu dan awasi karaktermu karena ia akan menentukan nasibmu.”

Jika kita renungi apa yang dikatakan Goethe, jelas bahwa semua kekisruhan yang terjadi pada  bangsa ini, salah satu penyebabnya ialah karena sistem pendidikan nasional  gagal mendidik karakter bangsa. Sekarang ini, sistem pendidikan nasional hanya menekankan  pembangunan fisik dan material semata dibandingkan dengan pembangunan mental spiritual manusia Indonesia. Pada akhirnya, karakter kepribadian bangsa semakin terpuruk. Itulah yang patut kita renungkan di usia 72 tahun ini. (Wawan Kuswandi)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Sunday, August 2, 2020

Presiden Jokowi, Jenderal Tito, Jenderal Gatot Semakin Solid

Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo hubungannya semakin solid dalam menjaga keutuhan NRKI dan Pancasila. Sampai detik ini Indonesia dalam keadaan awesome aman dan nyaman.

Seperti kita ketahui, dalam dua tahun terakhir ini, Indonesia terus digoncang oleh sekelompok ormas yang mengatasnamakan agama dan sejumlah tokoh agama dan politisi yang ingin mengacaukan NKRI, mengganti ideologi Pancasila dan merusak kerukunan antarumat beragama. Sedikitnya ada 5 propaganda buruk yang dilakukan para pengacau NKRI yaitu :

1. Propaganda konflik SARA yang sampai detik ini gagal membuat Indonesia terpecah-belah karena rakyat tahu bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila. NKRI bukan negara agama, NKRI bukan milik ras, suku atau golongan tertentu.

2. Propaganda isu komunis juga digarap oleh sekelompok politisi dan sejumlah tokoh agama untuk mengacaukan NKRI. Padahal, paham komunisme sudah ?Almarhum? Dan sulit bangkit kembali sejak keruntuhan ideologi komunis di Uni Soviet tahun 1991. Di Indonesia, paham komunis juga sudah tewas? Sejak tahun 1965.

Three. Propaganda isu adu domba juga diterapkan oleh sejumlah politisi, tokoh agama dan para netizen yang anti NKRI dan Pancasila melalui medsos. Mereka mencoba mengadu domba antara presiden Jokowi dengan Pangti TNI atau Kapolri dengan Pangti TNI. Tapi, lagi-lagi teknik adu domba ini gagal karena antara presiden Jokowi, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo hubungannya semakin stable dalam menjaga NKRI dan Pancasila.

Four. Propaganda HOAX yang dilakukan para netizen, segelintir oknum politisi, sejumlah tokoh agama dan portal yang anti NKRI juga gagal menghancurkan Indonesia. Mengapa? Karena, baik pemerintah, Kapolri, TNI dan seluruh rakyat terus melakukan perlawanan dengan pemblokiran, pengecekan narasumber, unfollow dan unfriend serta terus menginformasikan berita-berita yang benar dari media-media terpercaya.

5. Propaganda keterpurukan ekonomi juga gagal membuat Indonesia chaos. Contohnya ialah isu rush cash jelang aksi bela islam 212. Sampai detik ini keadaan ekonomi Indonesia baik-baik saja dan pemerintah terus melakukan perbaikan ekonomi nasional.

Isu apapun yang ingin merusak NKRI dan Pancasila, saya bisa memastikan bahwa Presiden Jokowi, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo bersama seluruh rakyat Indonesia akan menghadapinya dengan cara cara elegan dan beradab. Ngopi dulu mas brooo?

Www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Refleksi Idhul Adha

Idul Adha merupakan momentum pengorbanan personal umat islam kepada Allah SWT seperti dicontohkan Nabi Ibrahim AS  terhadap putranya Ismail. Allah SWT mengabadikan Idul Adha dalam surat Al Shaffat, ayat 102-109

Saat ini, umat muslim Indonesia cenderung memandang  agama hanya sebagai ritual sakral semata. Sosiolog Emile Durkheim menginterpretasikan sakralitas sebagai kekuatan yang memaksa manusia dalam bertingkah laku serta mengukuhkan nilai-nilai moral kelompok pemeluk agama.  Sakralitas ini mengakibatkan umat islam tidak lagi memahami makna moral dan sosial dibalik Idul Adha. Dengan semakin kencangnya arus globalisasi, Idul adha mulai meninggalkan peradaban sosial dan moral.

Manusia acapkali menafsirkan sejarah para nabi dengan format yang lebih personalistik. Psikolog sosial, Roland Barthes memandang, banyak peristiwa spiritual diterjemahkan manusia dalam tataran personal. Akhirnya, manusia menjadi otoritatif dalam menerjemahkan nilai-nilai keagamaan. Sebenarnya, pesan Idul Adha adalah penghormatan dan penghargaan Islam tentang pentingnya nyawa manusia. Menurut Imam Syatibi dalam magmum opusnya al Muwafaqot, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah Islam menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Dengan disyari’atkannya qurban, umat muslim dituntut untuk mempertebal rasa kemanusiaan, peka terhadap masalah sosial, menunjukkan  sikap saling menyayangi antar sesama makhluk hidup.

Penyembelihan hewan qurban dalam Idul Adha bukanlah sebuah ritual  yang tanpa makna. Idul Adha mengandung nilai sosial dan moral yang melingkupi manifestasi taqwa kepada Allah SWT, meneladani sikap dan perilaku para nabi,  menghilangkan sifat hubbud dunya (cinta terhadap dunia), membuang perilaku  serakah serta rasa saling berbagi antar sesama makhluk hidup. Ketaqwaan seseorang dalam beragama tidak hanya diukur dari seberapa seringnya beribadah (shalat, puasa, berhaji, berzakat dan berqurban). Saat ini, berqurban lebih banyak diterjemahkan sebagai bentuk ibadah individual. Padahal, sesungguhnya berqurban dalam syariat islam mengandung  makna kasih sayang, berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan bentuk ketaqwaan kepada Allah SWT.

Umat islam terkesan mulai melupakan makna berqurban.  Penyembelihan hewan dilakukan semata-mata hanya untuk mengikuti jejak historis Nabi Ibrahim AS. Dalam merayakan Idul Qurban, umat muslim tidak cukup hanya dengan mempertahankan semangat berqurban, sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim AS, tetapi juga wajib mempertahankan karakter keimanaan, ketaqwaan, moral dan solidaritas antar sesama makhluk ciptaan tuhan yang beraneka ragam. Selamat Hari Raya Idul Adha, Wassalam. (Foto/Ilustrasi:IST)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Ketidakadilan & Radikalisme

Saya pernah membaca beberapa artikel di sosial media maupun media mainstream yang ditulis para profesor kampus yang mengungkapkan bahwa ketidakadilan sosial adalah faktor utama pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia. Benarkah demikian? ITU SALAH BESAR. Lho kok bisa? Gerakan radikal berbalut agama tidak ada hubungannya sedikitpun dengan soal adil dan tak adil.

Saya tidak memahami metodologi atau kerangka teori apa yang dipakai para profesor kampus sehingga mereka berani mengatakan bahwa ketidakadilan sosial menjadi akar masalah lahirnya gerakan radikal.

Kalau pun teori itu benar, mengapa itu baru terjadi sekarang? Mengapa tidak terjadi disaat kepemimpinan sebelum era Joko Widodo? Ada apa dengan para akademisi Indonesia yang kini mulai sempit cara berpikirnya dalam melihat persoalan ketidakadilan sosial di Indonesia?

Berbeda dengan mereka, saya meyakini bahwa gerakan radikal berbalut agama yang terjadi di Indonesia, bukan karena masalah ketidakadilan sosial.

Gerakan radikal justru muncul karena ketidakmampuan golongan agama tertentu, terutama kaum muslim yang tidak bisa memahami makna hakiki nilai-nilai sosial ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

Penyebab lain yang tidak kalah pentingnya ialah sifat serakah dan rakus untuk menjadi penguasa juga menjadi ?Energi? Beracun yang membuat seseorang atau sekelompok massa, melakukan gerakan radikal.

Selain dua faktor diatas, masih ada alasan lain yang juga menyulut munculnya gerakan radikal berbalut agama yaitu pola pikir kaum muslim yang terkontaminasi oleh doktrin sesat yaitu bahwa agama mayoritas harus berkuasa dan agama minoritas harus tunduk kepada agama mayoritas.

Dari ketiga faktor di atas itulah. Kemudian kaum muslim berani menggunakan simbol-sombol keagamaan untuk melakukan gerakan radikal.

Jadi, bila ada profesor kampus yang menyimpulkan bahwa ketidakadilan sosial adalah pemicu munculnya gerakan radikal berbalut agama di Indonesia, itu adalah BOHONG BESAR.

Saya menduga, para profesor kampus hanyalah sesosok ilmuwan yang hanya berkutat pada teori-teori semu. Mereka tidak memahami bahwa acapkali teori terkadang bertentangan dengan realitas. Fakta dan realitas lebih penting daripada sekedar tumpukan teori. Para profesor kampus sudah seperti seekor katak dalam tempurung. Ngomong-ngomong dah lama nih ngak nyeruput teh tubruk. Toss buat pak prof di kampus, srupuuuutt?.

Www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Saturday, August 1, 2020

Muslim Cerdas Berkualitas

Umat muslim Indonesia harus cerdas & berkualitas dengan tidak hanya mengutamakan kepentingan diri  sendiri, tetapi juga selalu berbagi kebaikan sesama penganut agama lain. Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Tetapi, akan jauh lebih sempurna,  bila manusia dalam menjalankan ajaran agamanya selalu memperlihatkan cara-cara damai di tengah-tengah banyaknya perbedaan. Umat muslim Indonesia wajib mengkritisi banyaknya pernyataan para ustadz, ustadzah, kyai, da’i maupun habib yang cenderung bersifat menghujat, memecah-belah dan menciptakan konflik antarumat beragama.

Siapapun yang mengaku tokoh islam, tetapi bila dalam setiap pernyataannya selalu mengumbar kecaman dan menyebar kebencian, maka mereka bukan termasuk dalam golongan muslim yang cerdas dan berkualitas. Umat muslim Indonesia adalah manusia yang cinta damai. Kecerdasan dan kualitas umat muslim Indonesia wajib diwujudkan melalui  pemikiran-pemikiran yang bersifat komprehensif dan universal.

Islam merupakan rahmat bagi alam semesta.  Allah SWT  berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya 21:107)

Umat muslim harus menyadari bahwa hidup adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Umat Islam perlu menanamkan pemikiran yang jernih, ikhlas, jujur, damai dan bersih.  Islam telah menempatkan orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan pada derajat yang lebih tinggi, sebagaimana firman Allah SWT, “...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...”(QS Al Mujadilah 58:11).

Selayaknya, umat muslim Indonesia juga tidak melulu bermain dalam tataran ritual, tetapi harus berani menyentuh realitas kehidupan sosial. Saling toleransi antarsesama umat beragama,  menjadikan umat islam bukan hanya cerdas dan berkualitas,  tetapi juga telah menunjukkan derajatnya yang mulia di alam raya.

Mulai hari ini dan seterusnya, tinggalkan  para ‘penjahat’ yang berkedok ustadz, ustadzah, kyai, ulama maupun habib yang  bertujuan merusak sendi-sendi ajaran islam.  Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al Hujurat 49:6)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Tinggalkan Ustadz Munafik!

Mulai hari ini sampai dunia berakhir,  mari kita tinggalkan ceramah ustadz munafik. Ustadz munafik yang bagaimana yang wajib kita tinggalkan? Kok bisa ada seorang ustadz munafik? Pertanyaan ini cukup menggelitik saya. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara islam terbesar di dunia. Tapi mengapa diantara sesama umat muslim, baik  di Indonesia maupun dunia, acapkali terjadi  ‘perang dingin’ yang berlarut-larut? Bahkan, di Indonesia konflik antar sesama penganut agama islam yang beda aliran maupun dengan agama lain, masih terjadi walaupun dalam tataran bawah.

Persoalan konflik antarpenganut agama yang sama, terutama islam dengan berbagai aliran yang berbeda atau dengan agama lain di negeri garuda ini, tidak boleh dianggap enteng. Mengapa? Karena akan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI dan bisa merusak solidnya kerukunan antarumat beragama (toleransi) di Indonesia.

Sentimenisme antar pemeluk agama terjadi karena sebagian para ustadz, ustadzah, kyai, ulama, habib, da’i,  pemimpin ormas berbasis islam, politisi  islam dan sejumlah  pejabat dan aparat negara yang mengatasnamakan islam,  menganggap dirinya sudah paling baik dan benar.

Para pemimpin muslim yang munafik ini, menilai penganut agama islam yang beda aliran serta agama lain adalah salah. Oleh karena itulah, mereka melakukan dakwah provokatif agar ajarannya diikuti dengan cara-cara memaksa.

Apa ukurannya seorang pemimpin muslim munafik? Gampang saja. Ciri-ciri pemimpin muslim yang munafik ialah ceramah, khotbah atau dakwah yang mereka lakukan bersifat menebar kebencian, menyulut permusuhan, melakukan fitnah, ilmu islamnya sangat sedikit, memuja hoax, terlalu mudah mengkafir-kafirkan  dan membid’ahkan penganut agama lain.

Setinggi apapun ilmu agamanya, sehebat apapun dalil dan tafsir kitab suci  yang dikuasainya, setaqwa apapun ibadahnya, sepopuler apa pun namanya di media massa  maupun sosial media, kalau mereka  mengaku bahwa dirinya sudah paling benar,  sedangkan penganut agama islam yang beda aliran  dan agama lain  dinilai  salah, maka mereka itulah para pemimpin muslim munafik. Islam adalah agama kasih sayang dan cinta damai dalam segala perbedaan.

Allah SWT berfirman  dalam  surat Al-Anbiya ayat 107, “…Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam...”. Jadi, apakah Anda masih mau mengikuti para pemimpin muslim munafik? Semua terserah Anda. Ngopi dulu brooo…

Www.Facebook.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Nafsu Manusia

Nafsu adalah musuh manusia yang paling sadis. Sekejam-kejamnya godaan iblis, ternyata masih lebih kejam nafsu manusia. Iblis tak perlu repot-repot lagi membujuk kaum Adam AS untuk mendukung mereka menjadi musuh Tuhan, lantaran nafsu sudah mengendalikan sikap dan perilaku hidup manusia sehari-hari.

Ketika gaya hidup manusia sudah mulai berpihak kepada kebendaan, maka kejahatan di jagat raya pasti akan semakin mengerikan. Sekarang ini, sebagian penduduk dunia, termasuk orang Indonesia sudah lama akrab dengan orientasi kebendaan. Dalam konteks pergaulan sosial, kebendaan identik dengan melimpahnya kekayaan materi.

Disadari atau tidak, orientasi kebendaan secara diam-diam menggiring hati, pikiran, sikap dan perilaku manusia menuju peradaban nafsu. Nafsu terus membujuk manusia memburu harta, uang, wanita dan jabatan. Manusia tidak lagi peduli dengan halal dan haram. Manusia saling ‘bunuh’ saat memburu kebendaan. Plautus Asinaria (195M) dalam karyanya yang berjudul ‘Lupus Est Homo Homini’ menggambarkan bahwa manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (Homo Homini Lupus).

Salah satu bentuk kongkret nafsu manusia ialah korupsi dan tindakan asusila yang dilakukan sejumlah pejabat, politisi maupun tokoh agama. Nafsu terus mendikte manusia. Nafsu merusak siapa saja tanpa kecuali. Nafsu membuat manusia menjadi sosok yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Manusia tidak lagi menghargai harkat dan martabatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia.

Detik per detik, penetrasi nafsu membabi-buta menggoyahkan hati nurani dan melunturkan logika sehat manusia. Akhirnya, lahirlah perilaku hedonism, opportunism, anarchism, free sex dalam kehidupan manusia. Perilaku saling sayang menyayangi antarsesama makhluk ciptaan Tuhan lenyap. Sikap toleransi dan saling menghormati antarsesama manusia terkubur. Perbuatan jujur manusia menjadi public enemy.

Istilah ‘Homo Homini Socius’ yang menyebutkan bahwa manusia adalah teman bagi sesama manusia yang dicetuskan filsuf Lucius Annaeus Seneca (65 M) tak berlaku lagi. Iblis bersuka cita dan tertawa terkekeh-kekeh, ketika nafsu menguasai manusia.

Disaat-saat kritis, ketika saya mengalami rasa takut yang teramat sangat dengan serangan nafsu yang bertubi-tubi, saya bersyukur masih ada setitik cahaya menyeruak dari sudut sajadah. Saya berterima kasih kepada sang pemilik jagat raya. Penghormatan yang setinggi-tingginya pun saya persembahkan untuk keluarga besar saya. ‘Semoga, seluruh makhluk hidup di alam semesta terhindar dari peradaban nafsu. Aamiin…(Foto/Ilustrasi:Ist)

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com