Hasil penelitian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama lembaga pegiat eksploitasi seksual komersial anak (ECPAT) Indonesia, menyebutkan bahwa terdapat 10 wilayah kunjungan wisata di Indonesia yang masih menjadi lokasi praktik kekerasan dan eksploitasi seksual anak. (BBC 2 Januari 2018)
Sepuluh daerah tersebut ialah, daerah Karang Asem (Bali), Gunung Kidul (Yogyakarta), Garut (Jawa Barat), Toba Samosir (Sumatra Utara), Bukit Tinggi (Sumatra Barat), Lombok (Nusa Tenggara Barat), Kefamenanu (Nusa Tenggara Timur), Jakarta Barat serta Pulau Seribu (DKI Jakarta).
Ribuan kasus kejahatan disertai kekerasan seks terhadap anak terus terjadi setiap hari di Indonesia. Namun, sebagian besar kasus itu, luput dari liputan media massa. Pertanyaannya ialah, ada apa dengan moral bangsa ini?
Pernahkah Anda sebagai orang tua atau guru bertanya, apakah Anda sudah memenuhi hak-hak anak? Sudahkah Anda mendengarkan keluh-kesah anak? Sudah cukupkah Anda memberi perhatian lahir dan bathin kepada anak? Sudahkah Anda mengajarkan kepada anak tentang perilaku dan moral yang baik dan benar? Sudahkah Anda membekali anak, bagaimana cara melindungi diri dari bahaya kejahatan seks? Silahkan Anda renungkan.
Kejahatan disertai kekerasan seks terhadap anak, saat ini semakin marak di Indonesia. Kasus kejahatan dan kekerasan seks hampir terjadi secara serempak, baik di kota maupun di desa. Para pelakunya juga orang-orang terdekat, seperti orang tua kandung, orang tua tiri, abang atau kakak, kerabat keluarga, paman, guru, tetangga maupun teman sekolah.
Fenomena kejahatan kekerasan seks terhadap anak bagaikan sebuah teka-teki silang yang terkadang mudah dan juga sulit untuk menemukan solusinya. Umumnya, anak yang menjadi korban kejahatan kekerasan seks lebih memilih silent victim.
Bahkan, kasus kejahatan dan kekerasan seks tidak akan berlanjut ke proses hukum, bila ada perdamaian antara si korban dan si pelaku. Tentu saja, kondisi ini tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku. Ancaman hukuman yang berat pun, bukan jaminan bisa mengurangi kejahatan kekerasan seks terhadap anak.
Kejahatan kekerasan seks membutuhkan penanganan secara menyeluruh. Jadi, bukan hanya aspek hukum saja. Bangsa ini harus melakukan refleksi, evaluasi dan koreksi total terhadap sistem pendidikan nasional dan pengajaran agama. Bangsa ini harus menjaga, memelihara dan melindungi hak-hak anak. Semua itu harus dilakukan secara integralistik. Saya melihat ada yang sesuatu yang salah dengan sistem pendidikan nasional dan pengajaran agama kepada anak-anak. Pengawasan dan bimbingan guru maupun orang tua di rumah juga belum maksimal. Bahkan, para orang tua sudah terlalu banyak melalaikan hak-hak anak.
Selama ini, penanganan kejahatan kekerasan seks terhadap anak, hanya sebatas menangkap pelaku dan memberi hukuman yang berat. Seharusnya, penanganan kejahatan kekerasan seks lebih difokuskan kepada tindak pencegahan dengan mengevaluasi berbagai perangkat sosial serta sistem pendidikan yang telah saya sebutkan diatas.
Orang tua dan guru harus secepatnya menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan seks kepada anak sejak awal dengan cara memberi pengajaran seks yang baik dan benar secara terbuka. Anak harus mengetahui arti penting hubungan seks. Selain itu, anak juga harus diajarkan untuk berani berbicara kepada orang tua, guru serta aparat hukum bila mengalami kejahatan kekerasan seksual. Di sinilah anak-anak Indonesia harus mendapatkan hak-haknya secara penuh. [ Wawan Kuswandi ]
www.facebook.com/INDONESIAComment/
plus.google.com/+INDONESIAComment
Indocomm.blogspot.com
#INDONESIAComment
Deenwawan.photogallery.com