Aroma friksi antara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tampak semakin tajam. PKS diduga kuat tetap konsisten ingin menerapkan hukum syariat islam di Indonesia. Sedangkan sejumlah elit politik Gerindra ingin menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis.
Setelah Anies-Sandi memang dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sejumlah elit politik PKS mengklaim kemenangan Anies-Sandi merupakan kontribusi terbesar PKS. Sedangkan, beberapa elit politik Gerindra membantah bahwa partai yang diketuai Prabowo Subianto ini, kontribusinya sangat kecil dalam memenangkan Anies-Sandi.
Berdasarkan dua tujuan politik berbeda inilah, akhirnya ?Kemesraan? Gerindra dan PKS mulai retak. Keretakan ini akan sangat berpengaruh bagi Anies-Sandi dalam memegang kendali Jakarta.
Tidak lama lagi, publik Jakarta akan menyaksikan drama politik beraroma islam (PKS) dan nasionalis (Gerindra) dalam sejumlah regulasi Jakarta yang akan dikeluarkan Anies-Sandi. Kepemimpinan Anies-Sandi seperti boneka yang mudah diatur oleh elit politik PKS dan Gerindra.
Ada dua kemungkinan besar yang bisa menyebabkan koalisi PKS dan Gerindra pecah yaitu pertama, PKS diduga kuat tetap ngotot agar semua kebijakan yang dikeluarkan Anies-Sandi mengacu pada syariat islam. Kedua, Gerindra menolak keras ambisi PKS untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang memakai hukum syariat islam.
Akibat nyata dari friksi kedua partai politik ini ialah kepemimpinan Anies-Sandi menjadi tidak efektif dan produktif dalam membangun kota Jakarta. Partai Gerindra dan PKS juga dipastikan akan mengalami kesulitan dalam menentukan calon presiden (capres) dan wakil calon presiden (wacapres) dalam Pemilihan Umum tahun 2019 mendatang. [ Wawan Kuswandi ]
www.Fb.Com/INDONESIAComment/
plus.Google.Com/ INDONESIAComment
Indocomm.Blogspot.Com
#INDONESIAComment
Deenwawan.Photogallery.Com