Setelah beberapa bulan terakhir jarang banget sakit, Qodarullah hari ini aku sakit & saya putuskan full istirahat pada rumah. Tapi cita rasanya impian untuk nulis tetep ada ya, Alhamdulillah. Meski awalnya resah mau nulis apa tapi tetiba inget hari ini lepas 22 Desember yang bertepatan dengan Hari Ibu.
Mulai berdasarkan pagi sampe barusan hari udah malem, semua media sosial diramaikan dengan postingan ucapan selamat hari mak . Di satu sisi saya seneng bahwa betapa kedudukan seorang mak begitu tinggi sampai ditetapkan satu tanggal buat memperingatinya, tapi pada sisi lain aku amat sangat berharap bahwa hari bunda nggak cuma hari ini aja akan tetapi setiap hari.
Bicara tentang bunda nggak akan tanggal berdasarkan sosok perempuan . Bukan cuma tentang seorang wanita yg udah menikah dan jadi seseorang bunda buat anak-anaknya akan tetapi pula mengenai wanita yang suatu saat akan menikah & bakalan jadi seorang ibu juga.
Semua orang niscaya tau banget kalo jadi seorang bunda adalah hal yang nggak mudah. Untuk seorang mak yang jadi ibu rumah tangga sekaligus berkarir pada luar tempat tinggal , maka manajemen waktu, pikiran, tenaga & lain sebagainya pasti bener-bener wajib dipikirkan sesuai porsinya masing-masing. Tapi jangan jua ngeremehin seorang ibu yang full jadi bunda tempat tinggal tangga aja, 24 jam berada di rumah menggunakan segala syarat di dalamnya. Para bunda rumah tangga yang pula berkarir juga yang full pada rumah sama-sama hebat, mereka menghadapi segala tantangannya masing-masing menurutku.
Terkadang ada perasaan cemas dibenakku apakah suatu hari nanti aku sanggup sebagai ibu yg baik buat keluarga & anak-anakku ataukah tidak. Rasanya terlalu poly hal yang belum sanggup saya lakukan. Mungkin itulah kenapa akhirnya aku tersadar bahwa sebagai seorang mak merupakan posisi paling hebat berdasarkan pendapatku.
Menjadi seorang ibu di akhir zaman seperti waktu ini, menurutku seseorang bunda tidak cukup hanya mahir pada mengurusi segala keperluan rumah tangga saja, akan tetapi juga wajib mahir dalam mengokohkan aqidah putra-putrinya. Hanya itu? Enggak. Nyatanya pada cara mendidik pun harus berhati-hati karena seseorang ibu merupakan madrasah pertama bagi putra-putrinya.
Kilas pulang sejenak, mengenai perjalanan hayati yg aku lalui mungkin juga merupakan bagian menurut persiapan buat masa depanku. Dimulai dari saya yang pernah berprofesi sebagai pengajar yang terkadang betapa aku ngerasa lelah yang amat sangat karena selain tugasku mengelola kelas saya wajib merampungkan tugas-tugas lainnya. Bandingkan menggunakan seorang mak yang 24 jam mengurusi rumah menggunakan segala keadaannya, maka saya harus bersiap dengan itu. Lalu terkadang liat berbagai karakter anak sesuai menggunakan didikan orang tuanya atau liat cara orang tua memperlakukan anaknya di depan generik, ada yang bikin kita takjub ada pula yg bikin miris, menurut hal itu jua lah aku makin tersadar bahwa mendidik anak nggak bisa asal-asalan. Menjadi seorang mak diharapkan amat poly ilmu, terdapat ilmu yang bisa kita persiapkan jauh-jauh hari dari sebelum kita benar-benar jadi seseorang bunda, terdapat jua pengalaman yang mungkin akan dijadikan sebuah nasihat atau pelajaran saat kita sahih-benar sudah menjadi seseorang mak kelak.
Terakhir, mungkin ini lebih pada sebuah cita-cita. Betapa saya sangat berharap bisa menjadi seorang mak yg bisa meraih pendidikan dengan tinggi-tingginya apapun profesiku kelak, pun berharap semoga suatu hari nanti anak-anakku pun mampu memiliki pendidikan lebih tinggi dariku. Lantaran dari pandanganku, menuntut ilmu dan menjadi seorang ibu adalah 2 profesi yg amat sangat mulia, yg semoga dengan cara itu mampu semakin mendekatkanku pada Sang Maha Pencipta, & menjadi tabungan kebaikanku buat pada akhirat kelak. Aamiin...
No comments:
Post a Comment