Thursday, July 16, 2020

Ustadz Munafik

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara islam terbesar di dunia. Tapi mengapa diantara sesama umat muslim, di Indonesia acapkali terjadi  ‘perang dingin’ yang berlarut-larut? Di Indonesia konflik antarsesama penganut agama islam yang beda aliran maupun dengan agama lain, masih terjadi walaupun dalam tataran bawah.

Persoalan konflik antar penganut agama yang sama, terutama antara umat islam yang berbeda aliran atau dengan agama lain di negeri garuda ini, tidak boleh dianggap enteng. Mengapa? Karena akan sangat berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bisa merusak solidnya kerukunan antarumat beragama (toleransi) di Indonesia.

Sentimenisme antar pemeluk agama terjadi karena sebagian besar para ustadz, ustadzah, kyai, ulama, habib, da’i, pemimpin ormas berbasis islam, politisi  islam dan sejumlah  pejabat negara yang mengatasnamakan islam,  selalu menganggap dirinya sudah paling baik dan benar.

Para pemimpin muslim yang munafik ini, menilai penganut agama islam yang beda aliran serta agama lain adalah salah. Oleh karena itulah, mereka melakukan dakwah provokatif agar ajarannya diikuti dengan cara-cara memaksa.

Apa ukurannya seorang pemimpin muslim munafik? Gampang saja. Ciri-ciri pemimpin muslim  munafik ialah ceramah, khotbah atau dakwah yang mereka lakukan bersifat menebar kebencian, menyulut permusuhan, melakukan fitnah, memuja hoax, mudah mengkafir-kafirkan  dan membid’ahkan penganut agama lain.

Setinggi apapun ilmu agamanya, sehebat apapun dalil dan tafsir kitab suci  yang dikuasainya, setaqwa apapun ibadahnya, sepopuler apa pun namanya di media massa  maupun sosial media, kalau mereka mengklaim bahwa merekalah yang paling baik dan benar, itulah namanya  ustadz munafik.

Islam adalah agama kasih sayang dan cinta damai dalam segala perbedaan. Allah SWT berfirman  dalam  surat Al-Anbiya ayat 107, “…Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam...”. Jadi, apakah Anda masih mau mengikuti para pemimpin muslim munafik? Semua terserah Anda. Ngopi dulu brooo…(foto ilustrasi) [ Wawan Kuswandi ]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Negeri Para Calo

Calo Ada karena dibutuhkan masyarakat. Mengapa ini terjadi? Karena sistem birokrasi di Indonesia sangat berbelit belit dan bikin pusing rakyat. Hebatnya lagi, komunitas para calo  ini diduga kuat didukung total oleh oknum pejabat yang mencari ‘kesempatan dalam kesempitan’ masyarakat.

Menulis tentang eksistensi  calo di Indonesia, bukan sesuatu yang istimewa. Ada kesan, kalau  ngomongin soal calo sudah basi. Sejak zaman gubernur Jakarta Ali Sadikin  hingga Anies Baswedan, calo sudah menjadi hal biasa. Penghuni Jakarta juga cuek dengan  calo. Bahkan, banyak warga Jakarta yang butuh calo dalam mengurus berbagai keperluan pribadi. Hebatnya lagi, para calo ini punya komunitas dan jaringan yang cukup rapi dan hanya diketahui oleh  orang-orang tertentu saja.

Bagi sebagian warga Jakarta yang super sibuk, keberadaan calo sangat dibutuhkan. Hidup dalam lingkungan komunitas calo, ternyata ada kenikmatan tersendiri yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Jakarta merupakan wajah asli  Indonesia. Ngomongin soal Jakarta, maka secara otomatis kita sudah bicara soal Indonesia. Di Jakarta calo selalu hadir bagai ‘siluman’ yang siap membantu Anda dalam mengurus berbagai keperluan pribadi. Calo tak akan pernah mati sepanjang dunia belum kiamat. Calo juga sangat agresif mencari mangsa.

Contohnya ialah mengurus perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau SIM di Samsat yang pasti ada temui pertama kali secara tak sengaja adalah calo.  Ada juga calo yang mengurus soal  pencairan dana Kartu Jakarta Pintas (KJP).  Sekumpulan calo juga berlomba-lomba  menawarkan tiket angkutan umum menjelang hari raya keagamaan seperti  Natal, Idul fitri, Nyepi atau Waisak.  Bahkan,  mantan gubernur DKI Jakarta, Ahok  sempat sewot berat dengan para calo yang melakukan jual-beli  rumah susun (rusun) Pulogebang, Jakarta Timur. Calo ada karena didukung oknum pejabat yang ikut bermain.

Beberapa contoh kasus percaloan diatas sudah menjadi rahasia umum.  Keuntungan yang didapat para calo kelas ‘teri’ ini  biasanya hanya uang ‘recehan’. Warga Jakarta juga terkadang rela semua kebutuhan mereka ditangani  calo, yang penting urusan mereka beres.

Disamping calo kelas ‘teri’, di Indonesia juga bejibun  calo kelas ‘kakap’ yang hasil pendapatannya mencapai miliaran rupiah. Para calo ini  adalah sekelompok oknum  pejabat negara dan anggota parlemen yang seenaknya mengatur ‘tetek-benget’ regulasi untuk  kepentingan pengusaha swasta dengan imbalan uang yang menggiurkan. Salah satu contoh kasusnya ialah ketika Setya Novanto (waktu itu ketua DPR) yang diduga kuat  meminta saham kepada PT freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Jokowi.

Sebenarnya, kalau mau didata, jumlah calo di republik ini sejak zaman Soeharto hingga Jokowi sudah tak  terhitung jumlahnya. Ada yang di tangkap KPK. Ada juga yang lolos.  Bahkan,  ada sekelompok oknum pejabat negara dan anggota parlemen aktif yang sampai sekarang menjadi calo dan tidak tersentuh hukum. (Foto/ilustrasi:ist) [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Wednesday, July 15, 2020

La Nyalla dan Enam Cacat Politik Partai Gerindra

Kancah politik nasional dalam pilkada serentak 2018 dan pilpres 2019 semakin membara. Drama politik dalam negeri tak pernah sepi dari polemik seasoned dan kontra sejumlah politisi nasional. Perlahan tetapi pasti, rakyat mulai hanyut terbawa arus ?Debat kusir? Para politisi.

Salah satu parpol yang diduga kuat sedang memainkan intrik dan siasat politik adalah Gerindra. Rakyat jadi semakin tahu ?Sepak-terjang? Manuver politik partai Gerindra. Bisa jadi, sebagian rakyat tidak percaya lagi dengan sejumlah politisi partai Gerindra. Bercermin dari ?Celotehan? Kasus mahar politik La Nyala Mattalitti, ternyata partai Gerindra memiliki enam cacat politik.

Enam cacat politik partai Gerindra ini diprediksi bisa berdampak kepada rakyat akan menolak mendukung calon-calon pemimpin daerah yang diusung partai Gerindra dalam pilkada 2018 maupun pilpres 2019. Adapun ke enam cacat politik partai Gerindra itu ialah :

1. Mantan Ketua Kadin Jawa Timur, Ir. La Nyalla Mattalitti Mahmud mengaku dimintai uang saksi sebesar Rp40 miliar oleh Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Uang itu, Menurut La Nyalla, untuk mengeluarkan rekomendasi kepada dirinya, terkait pencalonannya sebagai gubernur di Pilgub Jawa Timur 2018. "Saya dimintai uang saksi Rp40 miliar, disuruh diserahkan sebelum tanggal 20 Desember. Kalau tidak bisa, saya tidak akan direkomendasikan," katanya saat menggelar konferensi pers di Restoran Mbok Berek Jalan. Prof DR Soepomo, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (eleven/1/2018).

2. Wakil Ketua DPR Fadli Zon membela ?Mati-matian? Ketua DPR RI Setya Novanto yang disebut Menteri ESDM Sudirman Said mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak PT Freeport.

Three. Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto mendukung Sandiaga Uno dalam di Pilgub DKI 2017. Dukungan Itu disampaikan Prabowo dalam video yang diunggah di akun Instagram terverifikasi milik Sandiaga Uno, @sandiuno (16/08/2016). Dalam video selama forty five detik itu, Prabowo menyebut para kadernya antek asing bila tidak mendukung Sandiaga. "Yang tidak dukung Sandiaga Uno, antek asing," tegas Prabowo.

4. Mendagri Cahyo Kumolo menyayangkan doa kader parpol Gerindra, DPR RI, Muhammad Syafi’i saat sidang Paripurna tahunan & RUU RAPBN Tahun Anggaran 2017, Selasa (16/8/2016). Kumolo mengatakan, sangat disayangkan kalau doa kepada Tuhan diputarbalikan. Adapun bunyi doa itu diantaranya ialah “Jauhkan kami dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong dan kekuasaan yang bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini, tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat,”.

5. Mendikbud kabinet kerja I Jokowi-JK, yang sekarang menjadi gubernur DKI Jakarta 2017-2022, Anies Baswedan meminta maaf kepada Prabowo Subianto. Permohonan maaf itu berkaitan dengan ketika Anies menyebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014 yaitu Prabowo-Hatta didukung mafia. Pernyataan itu dilontarkan Anies pada masa kampanye pemilihan umum tahun 2014 yang ketika itu Anies menjadi juru bicara Jokowi-Jk di Pilpres 2014.

6. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-72, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak ikut upacara di Istana Negara dan memilih untuk merayakannya di Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta Pusat. "Benar pak Prabowo hadir disini memenuhi undangan dari Universitas Bung Karno dalam rangka memperingati detik-detik proklamasi," kata Ferry Juliantono Wakil Ketua Umum DPP Gerindra.

Nah sekarang Anda sudah tahu khan, sikap dan perilaku politik parpol Gerindra. Sekarang pilihan di tangan Anda. Apakah Anda akan mendukung atau menolak partai Gerindra dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019? Semua terserah Anda. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Zulkifli Hasan Politisasi Isu LGBT, Manifesto Keterpurukan PAN

Padahal, dalam pembahasan rapat LGBT di DPR, Fraksi PAN tidak hadir. Pernyataan, sikap dan perilaku Zulkifli yang mempolitisasi LGBT untuk menaikkan citra pribadinya dan PAN, sangat tidak etis sebagai seorang Ketua MPR. Pernyataan Zulkifli jelas-jelas telah menciptakan kegaduhan sosial yang bisa merusak persaingan peta politik nasional.

Selama ini, Zulkifli memang dikenal sebagai politisi yang banyak mengeluarkan pernyataan kontroversial karena tanpa disertai data dan fakta akurat. Sejumlah politisi Senayan menuduh tokoh PAN ini memainkan isu LGBT untuk menarik simpati publik dan melakukan strategi politik pencitraan. Namun, dibalik pernyataan Zulkifli itu, sebenarnya, saat ini PAN sedang gagap. Secara tak langsung Zulkifli juga menunjukkan manifesto keterpurukan PAN dalam peta persaingan pilkada 2018 dan pilpres 2019 mendatang.

Heboh LGBT memang membuat sebagian publik bangsa ini blingsatan. Sebenarnya, ada Apa dengan LGBT? Semestinya, para politisi tak perlu panik melihat eksistensi LGBT. Justru yang perlu bangsa ini lakukan ialah menyiapkan strategi dan regulasi yang kuat untuk mengantisipasi kencangnya eksistensi LGBT di masyarakat.

Sebenarnya, pengaruh LGBT tidak seperti yang dikhawatirkan sejumlah politisi dan bangsa ini. Justru, gaung LGBT semakin nyaring karena banyaknya polemik tentang seluk-beluk LGBT yang diliput media massa. LGBT tidak akan mampu merusak moral dan mental bangsa ini. Bangsa Indonesia sudah semakin cerdas dan berkualitas dalam melihat isu-isu marginal yang terjadi di lingkungan sosial.

Dalam tataran Hak Azasi Manusia (HAM), para penganut LGBT tentu mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya sebagai warga negara yang dijamin UU. Sedangkan, Dalam konteks agama, para tokoh agama tentu mempunyai tanggung jawab moral untuk menjelaskan dengan tepat dan benar tentang LGBT yang dikaitkan dengan hukum-hukum agama. Hal ini sangat penting agar umat beragama tidak salah tafsir terhadap LGBT dan para penganut LGBT tidak terjerumus dalam isu ‘sentimenisme’ agama, karena para penganut LGBT juga orang-orang yang memiliki agama.

Dari segi hukum, aparat hukum mempunyai wewenang untuk memantau secara mendalam apakah keberadaan komunitas LGBT sudah melakukan penyimpangan sosial yang terlalu jauh sehingga bisa mengancam kenyamanan dan keamanan publik.

LGBT bukanlah sebuah ideologi atau kebudayaan massal. LGBT hanyalah sebuah komunitas kecil yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang dinilai melakukan penyimpangan orientasi seks.

Di Indonesia, berbagai persoalan yang menyangkut urusan seks memang sangat sensitif. Namun, kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan bahwa penyimpangan orientasi seks yang dilakukan para aktivis LGBT, akan merusak moral bangsa.

Selama penganut LGBT tidak melakukan promosi dan propaganda yang bersifat agitatif, provokatif dan konfrontatif, maka kita tidak perlu antipati dan memutus hubungan silaturrahim dengan para penganutnya. LGBT bukanlah isu yang terlalu penting, namun, karena kencangnya berita-berita seputar LGBT di media massa dan sosial media, seolah-olah LGBT begitu penting dan berbahaya.

Jadi, kalau Zulkifli Hasan mencoba mengail pencitraan politik dan simpati rakyat melalui isu LGBT, maka dapat dipastikan PAN dan sejumlah politisinya hanya akan terpuruk dalam persaingan politik di pilkada 2018 maupun pilpres 2019.

Namun, terlepas dari persaingan antar partai politik nasional di pilkada 2018 dan pilpres 2019, Ketua MPR ini wajib mempertanggungjawabkan pernyataannya soal LGBT kepada bangsa ini, baik secara hukum maupun etika moral. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Kasus Korupsi e-KTP Membara, Mengapa Nama SBY Disebut?

Panasnya kasus mega korupsi proyek e-KTP semakin membara. Perhatian separuh bangsa ini tersedot untuk mengikuti proses persidangan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. Bahkan, baru-baru ini, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melaporkan advokat Firman Wijaya ke polisi karena sang pengacara menyebut nama presiden ke-6 RI itu, ikut mengintervensi proyek e-KTP.

Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai pemenang pemilu pada tahun 2009 yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Adapun, saksi yang dimaksud Firman adalah mantan politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir.

Wajar saja, kalau bos besar Cikeas berang terhadap Firman Wijaya. Sejumlah oknum yang diduga kuat terlibat dalam kasus e-KTP, memang masih terus ditelusuri KPK. Mungkin saja KPK sudah memegang beberapa nama yang siap dicokok. Persoalannya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat, itu saja.

Terkait laporan SBY ke polisi, publik perlu mencermati dengan teliti dan hati-hati. Mungkin saja apa yang disampaikan Firman itu tidak benar, maka dia dituduh melakukan fitnah oleh SBY. Namun, laporan SBY ke polisi, bisa menjadi bumerang bagi ayah Ibas ini, kalau memang Firman benar-benar memiliki bukti kuat menyangkut dugaan keterlibatan SBY dalam proyek e-KTP, berdasarkan keterangan saksi Mirwan Amir. Artinya, pihak pengadilan dan KPK perlu mendalami apa yang disampaikan Firman dan Mirwan. Di sisi lain, SBY juga harus mengungkapkan bukti-bukti yang kuat kepada KPK dan siap menjadi saksi di pengadilan bila diperlukan, untuk membuktikan bahwa dirinya memang tidak tersangkut kasus korupsi e-KTP

Dalam pandangan saya, seharusnya SBY tidak perlu emosional dan reaksional terhadap apa yang disampaikan Firman Wijaya. Akan lebih baik, SBY tetap tenang sambil menganalisis jalannya proses persidangan tindak pidana korupsi e-KTP yang disampaikan para saksi maupun tersangka. Dengan demikian, SBY tidak menciptakan kegaduhan baru dalam proses persidangan e-KTP

Kasus korupsi e-KTP ini, tampaknya sudah menjadi skala prioritas KPK untuk segera dituntaskan. Sejumlah mantan anggota DPR RI Komisi 2, beberapa pejabat negara dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, disinyalir banyak yang ikut terlibat kasus ini. Bahkan, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, diduga ikut terlibat. Proses persidangan pun masih terus berlangsung. Bukan tidak mungkin akan ada tersangka baru.

Sebelumnya, sejumlah mantan anggota Komisi 2 DPR RI dan anggota Banggar secara simultan dan berjamaah membantah dituding ikut menikmati dana proyek e-KTP. Bahkan, pernah dalam sebuah berita disebutkan bahwa salah satu Wakil Ketua DPR RI, merasa tersinggung dengan hasil survei lembaga Internasional yang melaporkan bahwa DPR RI adalah lembaga yang paling korup di Indonesia, saat itu kasus korupsi e-KTP yang berhasil dibongkar KPK, sedang ramai dibicarakan publik

Saya masih ingat betul, waktu masih kuliah ada ungkapan ‘maling teriak maling’. Di dunia mana pun maling ngak akan pernah ngaku. Kalau maling ngaku, penjara penuh. Bila penjara penuh, akibatnya negara ikut repot ngurusin biaya makan dan minum mereka selama di penjara. Tapi, Itu hanya berlaku buat napi atau maling kroco.

Kalau koruptor alias maling kelas kakap, mungkin saja (mudah-mudahan saya salah) penjaranya nikmat. Mungkin saja, di dalam sel para koruptor ada toilet pribadi, kamar pribadi, dokter pribadi, sipir pribadi, pengawal pribadi, bahkan bisa keluar masuk penjara sesuai dengan skenario ‘kongkalikong’ aparat yang ngurus penjara. Apa iya begitu? Coba deh, sekali-sekali Anda melancong ke penjara dan tanya kondisi maling kelas teri, mungkin mereka mengeluh dan iri melihat para koruptor yang bisa jadi hidupnya serba nikmat di penjara. Mungkin sebagian besar koruptor menilai ‘PENJARA MEMBAWA NIKMAT’.

Kembali ke kasus e-KTP, saya yakin dan percaya KPK sudah memiliki segerombolan nama oknum parlemen dan mantan pejabat yang diduga kuat ikut terlibat korupsi proyek e-KTP. Pertanyaannya ialah apakah data dan fakta yang dimiliki KPK itu sudah benar-benar valid? Seandainya data yang dimiliki KPK itu tidak valid dan bukti-buktinya kurang kuat, maka KPK akan kalah dalam persidangan.

Tapi, bila data dan fakta yang dimiliki KPK sangat valid dan buktinya kuat, maka kasus e-KTP akan menjadi momentum bersejarah bagi bangsa ini untuk membuktikan kepada rakyat dan dunia bahwa Indonesia sungguh-sungguh ingin ‘membantai’ koruptor sekaligus memutus mata rantai jaringan korupsi di jajaran pejabat negara.

Untuk menjaga agar momentum pemberantasan korupsi ini tetap terpelihara, maka rakyat harus terus mengawal persidangan skandal korupsi proyek e-KTP sampai tuntas. Pemerintah tak perlu khawatir dengan kegaduhan publik terhadap kasus e-KTP ini. Untuk kasus korupsi apapun, termasuk skandal e-KTP, kegaduhan publik sangat diperlukan sebagai bentuk kontrol sosial. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Tuesday, July 14, 2020

Terkait Kartu Merah Amien Rais, Apa Kabar Kasus Alkes 2005?

Bukan Amien Rais namanya kalau segala ucapannya tidak kontroversial. Baru-baru ini, Amien Rais memuji aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Zaadit Taqwa, yang mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo.

"Kalau saya bukan kartu kuning, saya kasih kartu merah (untuk Jokowi)," kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) ini, usai menghadiri diskusi ?Kartu Kuning dan Gerakan Mahasiswa Zaman Now' yang digelar di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (7/2/2018). Amien menilai, di sisa usia pemerintahan yang tinggal satu tahun ini, Jokowi telah gagal menyejahterakan rakyat. [http://nasional.Kompas.Com/read/2018/02/07/18262811/amien-rais-saya-kasih-kartu-merah-untuk-jokowi].

Sadarkah pak Amien Rais dengan apa yang diucapkannya? Pernahkah dia punya kasus yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi? Mari kita telusuri secara perlahan saja, kilas balik sebuah kasus korupsi yang menyebut-nyebut nama tokoh PAN ini.

Jujur saja, dahulu saya pernah mengidolakan Amien Rais karena dia adalah salah satu tokoh politik di republik ini yang berani secara terbuka memberantas berbagai kejahatan politik, di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Bagai petir di siang bolong, saya terkejut lantaran nama Amien Rais disebut-sebut telah menerima aliran transfer dana hingga Rp600 juta, dari kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2005 lalu, yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari

"Ada aliran dana dari Mitra Medidua Suplier PT Indofarma dalam pengadaan alkes dengan PAN yaitu Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastiti (anak Siti Fadilah) maupun Yayasan Sutrisno Bachir Foundation sendiri," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Iskandar Marwanto, saat membacakan tuntutan Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017 lalu. [http://news.Liputan6.Com/read/2973336/jaksa-sebut-amien-rais-terima-rp-600-juta-dana-alkes]

Terlepas apakah yang dikatakan jaksa KPK itu benar atau tidak, saya yakin KPK bukanlah lembaga ecek-ecek yang hanya asal ngomong tanpa disertai bukti yang kuat. Persoalannya ialah apakah KPK berani mengungkit aktor-aktor lain dibalik jaringan korupsi yang melibatkan mantan Menteri kesehatan Siti Fadilah Supari? Saya menduga kasus ini banyak melibatkan tokoh-tokoh penting yang juga ikut menerima ‘fulus’ dibawah lembaga Kementerian kesehatan.

Ada satu hal yang saya cermati dalam kasus ini, mengapa reaksi Amien Rais saat itu begitu emosional, ketika namanya disebut-sebut menerima aliran dana pengadaan alkes tahun 2005 lalu? Padahal, kalau memang dia tidak terlibat dalam jaringan korupsi yang dituduhkannya, semestinya Amien Rais nyantai saja dan tidak perlu gusar seperti orang kebakaran jenggot.

Sebagai seorang anak bangsa yang menghormati hukum, saya belum mendengar pak Amien Rais melakukan klarifikasi, soal proses aliran dana yang diduga mengalir ke rekening pribadinya dalam proyek pengadaan alkes tahun 2015 lalu. Demi penegakkan hukum, pak Amien Rais harus mengklarifikasi kasus ini, walaupun peristiwanya sudah lama berlalu. Penjelasan ini sangat perlu dilakukan, agar nama baiknya sebagai salah satu tokoh nasional tetap terjaga dengan baik.

Kalau berkenan, saya menyarankan agar pak Amies Rais tidak terlalu boros ?Cuap-cuap? Tentang berbagai kasus sosial-politik yang terjadi saat ini, di media massa. Sedangkan untuk pak Kapolri dan Ketua KPK, saya hanya ingin bertanya, bagaimana kelanjutan kabar, kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes tahun 2015 lalu yang konon melibatkan nama-nama penting? Tolong dong pak segera dijelaskan, agar kasus ini terang-benderang dan publik tidak berburuk sangka. [Wawan Kuswandi]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Pak Kapolri, Apa Kabar Kasus Rizieq Shihab dkk?

Pak Kapolri, apa kabar kasus Rizieq Shibab dan kawan-kawan (dkk), seperti Bachtiar Nasir, Novel Bamukmin dan Muhammad Al-Khaththath? Kok sepi-sepi aja sih. Sepertinya, penyelidikan dan penyidikan Polri sangat lambat atau kasus ini memang sengaja ‘digantung’ sambil menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan kepada publik? Konon kabarnya, Rizieq Shihab asyik ‘ngendon’ di negeri Arab dan malas pulang ke Indonesia. Berbagai analisis teoritis muncul di sosial media membahas keberadaan Rizieq di negeri Arab.

Belum lama ini, seperti dikutip dari viva.co.id, Rizieq Shihab, mengeluarkan pernyataan bahwa dia menginginkan supaya peristiwa kemenangan pasangan calon kepala daerah yang mendapat dukungan besar dari gerakan-gerakan Islam di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, bisa terjadi juga di sejumlah daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2018. Hal yang hampir sama juga diutarakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Al-Khaththath. Dia berupaya agar La Nyalla Mattalitti dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) bisa diusung di Pilkada Jawa Timur 2018.

“Prinsip saya hanya menjalankan amanah dari Habib Rizieq agar yang terjadi di DKI 'di-copas' di provinsi lain," ujar Khaththath di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2018 lalu. Khaththath mengatakan, dirinya sama sekali tidak bertindak sebagai 'broker politik' yang memuluskan seseorang supaya menjadi calon kepala daerah yang diusung partai politik tertentu. "Jadi tidak ada urusannya dengan uang. Saya pernah sampaikan kepada ajudan Pak Prabowo, saya bukan broker politik. Saya hanya ingin supaya pesan Habib Rizieq bisa dijalankan," ujar Khaththath. [https://www.viva.co.id/berita/politik/997514-rizieq-shihab-terseret-isu-mahar-politik-la-nyalla-gerindra]

Kok aneh yah, dua tokoh yang mempunyai kasus di tahun 2017 lalu, tiba-tiba muncul. Lalu kasus mereka yang terdahulu bagaimana kelanjutannya? Tolong dong pak Kapolri, jelaskan kepada publik agar tidak terjadi salah sangka.

Seperti diketahui, beberapa tokoh yang mengaku mewakili umat Islam, seperti Bachtiar Nasir, di tahun 2017 lalu, pernah diduga mendukung pemberontak Daesh di Suriah. Begitu juga dugaan kesaksian palsu Novel Bamukmin saat sidang Ahok. Polisi juga pernah menangkap Muhammad Al-Khaththath karena diduga melakukan makar dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang melibatkan tokoh-tokoh di atas. Pertanyaannya ialah bagaimana kelanjutan kasus mereka di tahun 2017 lalu?

Negara dalam hal ini pihak Polri, wajib menjelaskan semua kasus diatas secara terbuka dan transparan kepada rakyat, agar bangsa ini yakin dan percaya bahwa hukum di negeri ini benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Bangsa ini tidak akan pernah lupa sedikit pun terhadap tindak-tanduk tokoh-tokoh yang disebutkan di atas. Polri harus membuktikan kepada rakyat dan dunia internasional bahwa Indonesia sangat mengedepankan penegakkan hukum tanpa kecuali. Percayalah rakyat sudah lama menunggu Polri untuk melakukan penegakkan hukum tanpa ada rasa takut.[Wawan Kuswandi]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com