Wednesday, July 15, 2020

Zulkifli Hasan Politisasi Isu LGBT, Manifesto Keterpurukan PAN

Padahal, dalam pembahasan rapat LGBT di DPR, Fraksi PAN tidak hadir. Pernyataan, sikap dan perilaku Zulkifli yang mempolitisasi LGBT untuk menaikkan citra pribadinya dan PAN, sangat tidak etis sebagai seorang Ketua MPR. Pernyataan Zulkifli jelas-jelas telah menciptakan kegaduhan sosial yang bisa merusak persaingan peta politik nasional.

Selama ini, Zulkifli memang dikenal sebagai politisi yang banyak mengeluarkan pernyataan kontroversial karena tanpa disertai data dan fakta akurat. Sejumlah politisi Senayan menuduh tokoh PAN ini memainkan isu LGBT untuk menarik simpati publik dan melakukan strategi politik pencitraan. Namun, dibalik pernyataan Zulkifli itu, sebenarnya, saat ini PAN sedang gagap. Secara tak langsung Zulkifli juga menunjukkan manifesto keterpurukan PAN dalam peta persaingan pilkada 2018 dan pilpres 2019 mendatang.

Heboh LGBT memang membuat sebagian publik bangsa ini blingsatan. Sebenarnya, ada Apa dengan LGBT? Semestinya, para politisi tak perlu panik melihat eksistensi LGBT. Justru yang perlu bangsa ini lakukan ialah menyiapkan strategi dan regulasi yang kuat untuk mengantisipasi kencangnya eksistensi LGBT di masyarakat.

Sebenarnya, pengaruh LGBT tidak seperti yang dikhawatirkan sejumlah politisi dan bangsa ini. Justru, gaung LGBT semakin nyaring karena banyaknya polemik tentang seluk-beluk LGBT yang diliput media massa. LGBT tidak akan mampu merusak moral dan mental bangsa ini. Bangsa Indonesia sudah semakin cerdas dan berkualitas dalam melihat isu-isu marginal yang terjadi di lingkungan sosial.

Dalam tataran Hak Azasi Manusia (HAM), para penganut LGBT tentu mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lainnya sebagai warga negara yang dijamin UU. Sedangkan, Dalam konteks agama, para tokoh agama tentu mempunyai tanggung jawab moral untuk menjelaskan dengan tepat dan benar tentang LGBT yang dikaitkan dengan hukum-hukum agama. Hal ini sangat penting agar umat beragama tidak salah tafsir terhadap LGBT dan para penganut LGBT tidak terjerumus dalam isu ‘sentimenisme’ agama, karena para penganut LGBT juga orang-orang yang memiliki agama.

Dari segi hukum, aparat hukum mempunyai wewenang untuk memantau secara mendalam apakah keberadaan komunitas LGBT sudah melakukan penyimpangan sosial yang terlalu jauh sehingga bisa mengancam kenyamanan dan keamanan publik.

LGBT bukanlah sebuah ideologi atau kebudayaan massal. LGBT hanyalah sebuah komunitas kecil yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang dinilai melakukan penyimpangan orientasi seks.

Di Indonesia, berbagai persoalan yang menyangkut urusan seks memang sangat sensitif. Namun, kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan bahwa penyimpangan orientasi seks yang dilakukan para aktivis LGBT, akan merusak moral bangsa.

Selama penganut LGBT tidak melakukan promosi dan propaganda yang bersifat agitatif, provokatif dan konfrontatif, maka kita tidak perlu antipati dan memutus hubungan silaturrahim dengan para penganutnya. LGBT bukanlah isu yang terlalu penting, namun, karena kencangnya berita-berita seputar LGBT di media massa dan sosial media, seolah-olah LGBT begitu penting dan berbahaya.

Jadi, kalau Zulkifli Hasan mencoba mengail pencitraan politik dan simpati rakyat melalui isu LGBT, maka dapat dipastikan PAN dan sejumlah politisinya hanya akan terpuruk dalam persaingan politik di pilkada 2018 maupun pilpres 2019.

Namun, terlepas dari persaingan antar partai politik nasional di pilkada 2018 dan pilpres 2019, Ketua MPR ini wajib mempertanggungjawabkan pernyataannya soal LGBT kepada bangsa ini, baik secara hukum maupun etika moral. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Kasus Korupsi e-KTP Membara, Mengapa Nama SBY Disebut?

Panasnya kasus mega korupsi proyek e-KTP semakin membara. Perhatian separuh bangsa ini tersedot untuk mengikuti proses persidangan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. Bahkan, baru-baru ini, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melaporkan advokat Firman Wijaya ke polisi karena sang pengacara menyebut nama presiden ke-6 RI itu, ikut mengintervensi proyek e-KTP.

Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai pemenang pemilu pada tahun 2009 yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Adapun, saksi yang dimaksud Firman adalah mantan politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir.

Wajar saja, kalau bos besar Cikeas berang terhadap Firman Wijaya. Sejumlah oknum yang diduga kuat terlibat dalam kasus e-KTP, memang masih terus ditelusuri KPK. Mungkin saja KPK sudah memegang beberapa nama yang siap dicokok. Persoalannya hanya tinggal menunggu waktu yang tepat, itu saja.

Terkait laporan SBY ke polisi, publik perlu mencermati dengan teliti dan hati-hati. Mungkin saja apa yang disampaikan Firman itu tidak benar, maka dia dituduh melakukan fitnah oleh SBY. Namun, laporan SBY ke polisi, bisa menjadi bumerang bagi ayah Ibas ini, kalau memang Firman benar-benar memiliki bukti kuat menyangkut dugaan keterlibatan SBY dalam proyek e-KTP, berdasarkan keterangan saksi Mirwan Amir. Artinya, pihak pengadilan dan KPK perlu mendalami apa yang disampaikan Firman dan Mirwan. Di sisi lain, SBY juga harus mengungkapkan bukti-bukti yang kuat kepada KPK dan siap menjadi saksi di pengadilan bila diperlukan, untuk membuktikan bahwa dirinya memang tidak tersangkut kasus korupsi e-KTP

Dalam pandangan saya, seharusnya SBY tidak perlu emosional dan reaksional terhadap apa yang disampaikan Firman Wijaya. Akan lebih baik, SBY tetap tenang sambil menganalisis jalannya proses persidangan tindak pidana korupsi e-KTP yang disampaikan para saksi maupun tersangka. Dengan demikian, SBY tidak menciptakan kegaduhan baru dalam proses persidangan e-KTP

Kasus korupsi e-KTP ini, tampaknya sudah menjadi skala prioritas KPK untuk segera dituntaskan. Sejumlah mantan anggota DPR RI Komisi 2, beberapa pejabat negara dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, disinyalir banyak yang ikut terlibat kasus ini. Bahkan, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, diduga ikut terlibat. Proses persidangan pun masih terus berlangsung. Bukan tidak mungkin akan ada tersangka baru.

Sebelumnya, sejumlah mantan anggota Komisi 2 DPR RI dan anggota Banggar secara simultan dan berjamaah membantah dituding ikut menikmati dana proyek e-KTP. Bahkan, pernah dalam sebuah berita disebutkan bahwa salah satu Wakil Ketua DPR RI, merasa tersinggung dengan hasil survei lembaga Internasional yang melaporkan bahwa DPR RI adalah lembaga yang paling korup di Indonesia, saat itu kasus korupsi e-KTP yang berhasil dibongkar KPK, sedang ramai dibicarakan publik

Saya masih ingat betul, waktu masih kuliah ada ungkapan ‘maling teriak maling’. Di dunia mana pun maling ngak akan pernah ngaku. Kalau maling ngaku, penjara penuh. Bila penjara penuh, akibatnya negara ikut repot ngurusin biaya makan dan minum mereka selama di penjara. Tapi, Itu hanya berlaku buat napi atau maling kroco.

Kalau koruptor alias maling kelas kakap, mungkin saja (mudah-mudahan saya salah) penjaranya nikmat. Mungkin saja, di dalam sel para koruptor ada toilet pribadi, kamar pribadi, dokter pribadi, sipir pribadi, pengawal pribadi, bahkan bisa keluar masuk penjara sesuai dengan skenario ‘kongkalikong’ aparat yang ngurus penjara. Apa iya begitu? Coba deh, sekali-sekali Anda melancong ke penjara dan tanya kondisi maling kelas teri, mungkin mereka mengeluh dan iri melihat para koruptor yang bisa jadi hidupnya serba nikmat di penjara. Mungkin sebagian besar koruptor menilai ‘PENJARA MEMBAWA NIKMAT’.

Kembali ke kasus e-KTP, saya yakin dan percaya KPK sudah memiliki segerombolan nama oknum parlemen dan mantan pejabat yang diduga kuat ikut terlibat korupsi proyek e-KTP. Pertanyaannya ialah apakah data dan fakta yang dimiliki KPK itu sudah benar-benar valid? Seandainya data yang dimiliki KPK itu tidak valid dan bukti-buktinya kurang kuat, maka KPK akan kalah dalam persidangan.

Tapi, bila data dan fakta yang dimiliki KPK sangat valid dan buktinya kuat, maka kasus e-KTP akan menjadi momentum bersejarah bagi bangsa ini untuk membuktikan kepada rakyat dan dunia bahwa Indonesia sungguh-sungguh ingin ‘membantai’ koruptor sekaligus memutus mata rantai jaringan korupsi di jajaran pejabat negara.

Untuk menjaga agar momentum pemberantasan korupsi ini tetap terpelihara, maka rakyat harus terus mengawal persidangan skandal korupsi proyek e-KTP sampai tuntas. Pemerintah tak perlu khawatir dengan kegaduhan publik terhadap kasus e-KTP ini. Untuk kasus korupsi apapun, termasuk skandal e-KTP, kegaduhan publik sangat diperlukan sebagai bentuk kontrol sosial. [ Wawan Kuswandi ]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

Tuesday, July 14, 2020

Terkait Kartu Merah Amien Rais, Apa Kabar Kasus Alkes 2005?

Bukan Amien Rais namanya kalau segala ucapannya tidak kontroversial. Baru-baru ini, Amien Rais memuji aksi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Zaadit Taqwa, yang mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo.

"Kalau saya bukan kartu kuning, saya kasih kartu merah (untuk Jokowi)," kata Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) ini, usai menghadiri diskusi ?Kartu Kuning dan Gerakan Mahasiswa Zaman Now' yang digelar di Kantor DPP PAN, Jakarta, Rabu (7/2/2018). Amien menilai, di sisa usia pemerintahan yang tinggal satu tahun ini, Jokowi telah gagal menyejahterakan rakyat. [http://nasional.Kompas.Com/read/2018/02/07/18262811/amien-rais-saya-kasih-kartu-merah-untuk-jokowi].

Sadarkah pak Amien Rais dengan apa yang diucapkannya? Pernahkah dia punya kasus yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi? Mari kita telusuri secara perlahan saja, kilas balik sebuah kasus korupsi yang menyebut-nyebut nama tokoh PAN ini.

Jujur saja, dahulu saya pernah mengidolakan Amien Rais karena dia adalah salah satu tokoh politik di republik ini yang berani secara terbuka memberantas berbagai kejahatan politik, di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Bagai petir di siang bolong, saya terkejut lantaran nama Amien Rais disebut-sebut telah menerima aliran transfer dana hingga Rp600 juta, dari kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2005 lalu, yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari

"Ada aliran dana dari Mitra Medidua Suplier PT Indofarma dalam pengadaan alkes dengan PAN yaitu Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastiti (anak Siti Fadilah) maupun Yayasan Sutrisno Bachir Foundation sendiri," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Iskandar Marwanto, saat membacakan tuntutan Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017 lalu. [http://news.Liputan6.Com/read/2973336/jaksa-sebut-amien-rais-terima-rp-600-juta-dana-alkes]

Terlepas apakah yang dikatakan jaksa KPK itu benar atau tidak, saya yakin KPK bukanlah lembaga ecek-ecek yang hanya asal ngomong tanpa disertai bukti yang kuat. Persoalannya ialah apakah KPK berani mengungkit aktor-aktor lain dibalik jaringan korupsi yang melibatkan mantan Menteri kesehatan Siti Fadilah Supari? Saya menduga kasus ini banyak melibatkan tokoh-tokoh penting yang juga ikut menerima ‘fulus’ dibawah lembaga Kementerian kesehatan.

Ada satu hal yang saya cermati dalam kasus ini, mengapa reaksi Amien Rais saat itu begitu emosional, ketika namanya disebut-sebut menerima aliran dana pengadaan alkes tahun 2005 lalu? Padahal, kalau memang dia tidak terlibat dalam jaringan korupsi yang dituduhkannya, semestinya Amien Rais nyantai saja dan tidak perlu gusar seperti orang kebakaran jenggot.

Sebagai seorang anak bangsa yang menghormati hukum, saya belum mendengar pak Amien Rais melakukan klarifikasi, soal proses aliran dana yang diduga mengalir ke rekening pribadinya dalam proyek pengadaan alkes tahun 2015 lalu. Demi penegakkan hukum, pak Amien Rais harus mengklarifikasi kasus ini, walaupun peristiwanya sudah lama berlalu. Penjelasan ini sangat perlu dilakukan, agar nama baiknya sebagai salah satu tokoh nasional tetap terjaga dengan baik.

Kalau berkenan, saya menyarankan agar pak Amies Rais tidak terlalu boros ?Cuap-cuap? Tentang berbagai kasus sosial-politik yang terjadi saat ini, di media massa. Sedangkan untuk pak Kapolri dan Ketua KPK, saya hanya ingin bertanya, bagaimana kelanjutan kabar, kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes tahun 2015 lalu yang konon melibatkan nama-nama penting? Tolong dong pak segera dijelaskan, agar kasus ini terang-benderang dan publik tidak berburuk sangka. [Wawan Kuswandi]

www.Fb.Com/INDONESIAComment/

plus.Google.Com/ INDONESIAComment

Indocomm.Blogspot.Com

#INDONESIAComment

Deenwawan.Photogallery.Com

Pak Kapolri, Apa Kabar Kasus Rizieq Shihab dkk?

Pak Kapolri, apa kabar kasus Rizieq Shibab dan kawan-kawan (dkk), seperti Bachtiar Nasir, Novel Bamukmin dan Muhammad Al-Khaththath? Kok sepi-sepi aja sih. Sepertinya, penyelidikan dan penyidikan Polri sangat lambat atau kasus ini memang sengaja ‘digantung’ sambil menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan kepada publik? Konon kabarnya, Rizieq Shihab asyik ‘ngendon’ di negeri Arab dan malas pulang ke Indonesia. Berbagai analisis teoritis muncul di sosial media membahas keberadaan Rizieq di negeri Arab.

Belum lama ini, seperti dikutip dari viva.co.id, Rizieq Shihab, mengeluarkan pernyataan bahwa dia menginginkan supaya peristiwa kemenangan pasangan calon kepala daerah yang mendapat dukungan besar dari gerakan-gerakan Islam di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017, bisa terjadi juga di sejumlah daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2018. Hal yang hampir sama juga diutarakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Al-Khaththath. Dia berupaya agar La Nyalla Mattalitti dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) bisa diusung di Pilkada Jawa Timur 2018.

“Prinsip saya hanya menjalankan amanah dari Habib Rizieq agar yang terjadi di DKI 'di-copas' di provinsi lain," ujar Khaththath di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2018 lalu. Khaththath mengatakan, dirinya sama sekali tidak bertindak sebagai 'broker politik' yang memuluskan seseorang supaya menjadi calon kepala daerah yang diusung partai politik tertentu. "Jadi tidak ada urusannya dengan uang. Saya pernah sampaikan kepada ajudan Pak Prabowo, saya bukan broker politik. Saya hanya ingin supaya pesan Habib Rizieq bisa dijalankan," ujar Khaththath. [https://www.viva.co.id/berita/politik/997514-rizieq-shihab-terseret-isu-mahar-politik-la-nyalla-gerindra]

Kok aneh yah, dua tokoh yang mempunyai kasus di tahun 2017 lalu, tiba-tiba muncul. Lalu kasus mereka yang terdahulu bagaimana kelanjutannya? Tolong dong pak Kapolri, jelaskan kepada publik agar tidak terjadi salah sangka.

Seperti diketahui, beberapa tokoh yang mengaku mewakili umat Islam, seperti Bachtiar Nasir, di tahun 2017 lalu, pernah diduga mendukung pemberontak Daesh di Suriah. Begitu juga dugaan kesaksian palsu Novel Bamukmin saat sidang Ahok. Polisi juga pernah menangkap Muhammad Al-Khaththath karena diduga melakukan makar dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang melibatkan tokoh-tokoh di atas. Pertanyaannya ialah bagaimana kelanjutan kasus mereka di tahun 2017 lalu?

Negara dalam hal ini pihak Polri, wajib menjelaskan semua kasus diatas secara terbuka dan transparan kepada rakyat, agar bangsa ini yakin dan percaya bahwa hukum di negeri ini benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Bangsa ini tidak akan pernah lupa sedikit pun terhadap tindak-tanduk tokoh-tokoh yang disebutkan di atas. Polri harus membuktikan kepada rakyat dan dunia internasional bahwa Indonesia sangat mengedepankan penegakkan hukum tanpa kecuali. Percayalah rakyat sudah lama menunggu Polri untuk melakukan penegakkan hukum tanpa ada rasa takut.[Wawan Kuswandi]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com

BUKU 'Secangkir Opini Jakarta dan Ahok' TELAH TERBIT, MILIKI SEGERA!

Buku ini menjadi referensi penting bagi siapa pun yang ingin mengetahui karakter asli warga Jakarta. Dalam buku ini diulas secara tajam berbagai problem Jakarta serta kekuatan dan kehebatan Ahok saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

UNTUK PEMESANAN

Hub. Dian di nomor WA: 0822 9857 2835

Prosedur Pembelian E-e-book 'Secangkir Opini Jakarta dan Ahok' Sebagai Berikut :

1. Tahap Pertama

Transfer biaya pembelian E-e-book @ Rp 36.000 ke Bank, silahkan pilih bank sbb:

    Bank BCA No. Rek: 8830993097 atas nama: Wawan Kuswandi

    Bank Mandiri No. Rek: 1230007519046 atas nama: Wawan Kuswandi

2. Tahap Kedua

Kirimkan bukti switch ke tim advertising kami, Bu Dian di nomor WA 082298572835 dengan

    menyebutkan bahwa anda telah mentransfer biaya pembelian buku

3. Tahap Tiga

Kirimkan alamat e-mail Anda untuk pengiriman E-ebook

4. Tahap Empat

E-e-book langsung dikirim via e-mail dan langsung bisa dibuka di Hp, notebook, PC dan Ipad

5. Tahap Lima

Konfirmasikan kepada tim marketing kami, ibu Dian melalui nomor Whatsapp (WA)

    082298572835, bila E-book telah anda terima.

Terima kasih atas partisipasinya.

Salam hormat,

Wawan Kuswandi

Penulis buku, 'Secangkir Opini Jakarta dan Ahok'

Hp: 081289349614

Monday, July 13, 2020

Mau Tahu Masa Depan Ahok Usai Keluar Dari Penjara? Baca Buku ini

Oleh: Wawan Kuswandi

Harga Rp 36.000

Sosok Ahok saat menjadi Gubernur Jakarta yang diulas dalam buku ini, telah menunjukkan bahwa Ahok berpeluang menjadi pemimpin Indonesia yang disegani dunia. Usai Ahok bebas dari penjara, akan banyak perubahan besar di Indonesia. Perubahan apa sajakah itu? Semua dibeberkan dalam buku ini. Baca dan segera pesan bukunya sekarang juga!

PEMESANAN BUKU HUB. Dian (no.WA) : 0822 9857 2835

Prosedur Pembelian E-book 'Secangkir Opini Jakarta dan Ahok' Sebagai Berikut :

1. Tahap Pertama

Transfer biaya pembelian E-ebook @ Rp 36.000 ke Bank, silahkan pilih financial institution sbb:

    Bank BCA No. Rek: 8830993097 atas nama: Wawan Kuswandi

    Bank Mandiri No. Rek: 1230007519046 atas nama: Wawan Kuswandi

2. Tahap Kedua

Kirimkan bukti transfer ke tim advertising kami, Bu Dian di nomor WA 082298572835 dengan

    menyebutkan bahwa anda telah mentransfer biaya pembelian buku

three. Tahap Tiga

Kirimkan alamat electronic mail Anda untuk pengiriman E-ebook

four. Tahap Empat

E-e-book langsung dikirim thru email dan langsung bisa dibuka di Hp, pocket book, PC dan Ipad

five. Tahap Lima

Konfirmasikan kepada tim advertising and marketing kami, ibu Dian melalui nomor Whatsapp (WA)

    082298572835, bila E-book telah anda terima.

Terima kasih atas partisipasinya.

Salam hormat,

Wawan Kuswandi

Penulis buku, 'Secangkir Opini Jakarta dan Ahok'

Hp: 081289349614

Jelang Pilpres 2019 Kasus e-KTP Memanas, Fahri Hamzah Disebut dan Masih Ada Lagi Lho!

Mantan politisi Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin mengatakan, akan membongkar korupsi yang dilakukan Fahri Hamzah saat menjabat sebagai wakil ketua Komisi Hukum DPR.

"Saya akan segera menyerahkan berkas ke KPK tentang korupsi yang dilakukan Fahri waktu dia menjadi wakil ketua komisi III DPR. Nanti saya serahkan semuanya di mana saya serahkan uang kepada Fahri beberapa kali," kata Nazaruddin usai bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat,  Senin, 19 Februari 2018.

Seperti pernah diberitakan sejumlah media massa dan dalam sidang perkara e-KTP sebelumnya, sejumlah pejabat (eksekutif, legislatif dan yudikatif) secara berjamaah, membantah dituding menerima dana proyek e-KTP.

Kalau memang data dan fakta serta bukti yang akan diberikan Nazaruddin ke KPK itu valid, maka penjara akan penuh dengan koruptor. Sesungguhnya,  koruptor itu derajatnya sama  dengan garong. Bedanya, kalau garong masuk penjara, ada istilah yang dikenal dengan sebutan ‘PENJARA MEMBAWA SENGSARA’. Sedangkan kalau koruptor, ‘PENJARA MEMBAWA NIKMAT’. Kok bisa? Coba Anda sekali-sekali berkunjung ke penjara koruptor, biar Anda tahu ‘nikmatnya’ kehidupan koruptor di dalam penjara.

Kembali ke kasus e-KTP, saya menduga,  Nazaruddin masih memiliki  segerombolan nama-nama pejabat di negeri ini yang terlibat korupsi proyek e-KTP. Boleh  percaya, boleh juga tidak, Nazaruddin akan membongkar skandal itu menjelang pilpres 2019 mendatang.

Kasus korupsi e-KTP ini menjadi momentum bersejarah bagi bangsa ini, untuk membuktikan kepada rakyat dan dunia bahwa Indonesia sungguh-sungguh ingin menghapuskan budaya korupsi, sekaligus memutus jaringan korupsi di lingkungan pejabat.

LIHAT JUGA: http://indocomm.blogspot.co.id/2018/02/mau-tahu-masa-depan-ahok-usai-keluar.html

Untuk menjaga agar momentum pemberantasan korupsi ini tetap terpelihara, maka sidang-sidang korupsi, termasuk skandal korupsi proyek e-KTP, rakyat harus terus mengawal kinerja KPK.  Untuk kasus korupsi, kegaduhan publik sangat diperlukan sebagai bentuk kontrol sosial agar KPK dan pemerintah serta aparat hukum lainnya  tidak perlu takut membekuk koruptor. [Wawan Kuswandi]

www.facebook.com/INDONESIAComment/

plus.google.com/+INDONESIAComment

Indocomm.blogspot.com

#INDONESIAComment

Deenwawan.photogallery.com